"Apa yang dikatakannya padamu? Apa dia bilang kalau dia menyukaiku?"
"Dia hanya bilang, tolong sampaikan salamku untuk nona Nivea. Ya, hanya itu."
"Dan kau mengartikan salam darinya sebagai tanda... bahwa dia menyukaiku? Huh, kau bercanda Seri!"
"Itu suatu kemungkinan, nona. Bukankah sejak dulu... dia suka mencari perhatian pada Anda? Tapi Saya rasa, Anda kurang peka pada sikapnya."
"Benarkah? Apa aku kurang peka? Ah, sudahlah Seri! Aku tak ingin membahas Matias."
Seri membimbing Nivea menapakkan kakinya di depan bangunan toko rotinya. Seperti kebiasaannya, saat tiba di dalam area toko Nivea akan berjalan lebih dulu ke area dimana biasanya para pelanggan dapat duduk menikmati suguhan roti dan minuman yang dijajakan di toko itu. Lalu kemudian langkahnya tertuju pada sepanjang etalase rotinya dan terakhir, Nivea baru akan menuju ke dapurnya di bagian belakang meja pemesanan.
Di toko roti itulah tempat Nivea menghabiskan banyak waktu sehari-harinya. Gadis itu begitu mencintai pekerjaannya membuat berbagai macam jenis roti. Dengan sepenuh hati, Nivea mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk menghasilkan roti-roti yang pantas dinikmati oleh semua kalangan di negeri itu.
Nivea tak pernah mengambil banyak keuntungan dari usaha yang dijalaninya. Baginya, dia bahagia dapat bebas melakukan sesuatu hal yang dia sukai. Dan baginya, setiap orang berhak menikmati sebuah roti tanpa harus membedakan dia datang dari kalangan mana. Maka tak heran, jika toko rotinya memiliki banyak pelanggan. Nivea juga sangat ramah memperlakukan semua orang yang ditemuinya.
2. Kakak Kelas
“Nivea, kenapa kau buru-buru bangun? Aku belum selesai bicara padamu.”
“Ah, itu.. Apa maksudmu Kakek? Kau ingin aku tidur lebih lama? Bagaimana kalau aku tidak bisa membuka mataku lagi?”