Mohon tunggu...
novan setiawan
novan setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Teknologi Digital

MAHASISWA UNIVERSITAS TEKNOLOGI DIGITAL ACCOUNTING2024

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengertian Pajak dan Wajib Pajak Umkm Mengenai Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2018

26 Agustus 2024   00:17 Diperbarui: 26 Agustus 2024   00:26 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

A. Pengertian dan Fungsi Pajak

Definisi Pajak

Pajak adalah iuran yang dilakukan oleh rakyat kepada kas negara yang diatur oleh undang-undang dan tidak memberikan kompensasi atau kompensasi langsung.Perundang-undangan menetapkan pengurangan pajak.Dirjen pajak, yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia, adalah lembaga pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab atas perpajakan.

Definisi pajak yang dikemukakan beberapa ahli adalah sebagai berikut. Menurut Resmi (2019, p. 1) :

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan "surplus"-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

  • Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yangditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
  • Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J. Feldmann:

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Sementara menurut undang-undang Perpajakan No. 28 tahun 2007, menurut Resmi (2019, p. 2) definisi pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi besar-besarnya kemakmuran rakyat.

B. Fungsi Pajak

Pajak merupakan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, tertentu di dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk melakukan semua pengeluaran, tertentu pengeluaran pembangunan. Menurut Narwati (2018, p. 29) ada empat fungsi pajak di Indonesia, yaitu Fungsi Budgetair, Fungsi Regulatory ( Pengaturan ), Fungsi Fasilitas, dan Fungsi Retribusi Pendapatan.

Fungsi Budgetair

Pengertian lain dari penerimaan (budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

  • Fungsi Regulatory (Pengaturan)

Fungsi pengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

  • Fungsi stabilitas

Sebagai alat penjaga stabilitas, pajak memiliki yang sangat luas, seperti stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas moneter bahkan bisa juga stabilitas keamanan.

  • Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak juga melaksanakan fungsi restristribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Kewajiban dan Hak Perpajakan

C. Kewajiban Perpajakan

Berikut ini kewajiban Wajib Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Menurut kewajiban Pajak Resmi (2019, p. 22) :

  • Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
  • Melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah Kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha kena pajak.
  • Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  • Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaku pelaksanaanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
  • Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
  • Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
  • Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  • Memperhatikan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak, memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

D. Hak-Hak Wajib Pajak

berikut ini hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Menurut Resmi (2019, p. 22) sebagai berikut :

  • Melaporkan beberapa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
  • Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
  • Memperpanjang jangka waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
  • Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan Tindakan pemeriksaan.
  • Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
  • Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu ;
  • Surat Ketetapan Pajak kurang bayar
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
  • Surat Ketetapan Pajak Nihil
  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau
  • Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
  • Menunjukan seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan perpajakan.

Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlaku nya UU No. 28 Tahun 2007.

E. Tata cara pemungutan pajak

Tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak dan sistem pemungutan pajak. Menurut Resmi (2019, pp. 8-11) sebagai berikut :

  • Stelsel Pajak
  • Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel. Berikut penjelasanya.
  • Stelsel Nyata (Riil)
  • Stelsel Anggapan (Fiktif )
  • Stelsel campuran
  • Asas Pemungutan Pajak
  • Terdapat tiga pemungutan pajak. Berikut ini penjelasanyam. Menurut Resmi (2019, pp. 9-11) sebagai berikut :
  • Asas domisili
  • Asas sumber

Asas kebangsaan

  • Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yaitu menurut Resmi (2019, p. 22) sebagai berikut :

Official Assessment System

Self Assessment System

Wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

  • Menghitung sendiri pajak yang terutang
  • Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
  • Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
  • Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
  • Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Pengetahuan dan Pemahaman Pajak

F. Pengetahuan Pajak

Informasi perpajakan sangat penting bagi wajib pajak, karena dapat mempengaruhi sikap wajib pajak dalam kaitannya dengan sistem perpajakan.Kesadaran wajib pajak meningkat ketika masyarakat mengetahui dan melihat aspek-aspek positif dari perpajakan. Oleh karena itu, kesadaran perpajakan baik secara formal maupun informal harus lebih ditingkatkan karena meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.

Kantor pajak yang melakukan penyuluhan pajak secara insentif dan terus menerus akan meningkatkan kontribusi Wajib Pajak dalam memahami pemenuhan kewajiban membayar pajak sebagai wujud kepentingan untuk pembiayaan dan pembangunan nasional pemerintah Hidayatulloh, 2015 dalam (Dwi Cahya, 2023)

Bagaimana Wajib Pajak akan mematuhi perpajakan apabila mereka tidak mengetahui bagaimana aturan perpajakan yang berlaku, artinya bagaimana Wajib Pajak dapat menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu jika mereka tidak mengetahui batas waktu penyerahan Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Maka pengetahuan akan peraturan perpajakan penting dalam menumbuhkan perilaku patuh Witono, 2008 dalam (Dwi Cahya, 2023) Pajak merupakan tahap awal dalam proses pembayaran pajak wajib pajak, sehingga apabila wajib pajak tidak mempunyai informasi mengenai pajak maka peluang wajib pajak juga lebih besar untuk tidak membayar pajak.

G. Pemahaman Pajak

Pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang pajak adalah cara Wajib Pajak memahami undang-undang pajak. Memahami undang-undang pajak akan membantu Wajib Pajak memenuhi tanggung jawab pajak mereka.

Pemahaman peraturan perpajakan merupakan kegiatan yang menilai bagaimana wajib pajak sendiri memahami peraturan perpajakan yang berlaku. Hukum perpajakan adalah bagaimana wajib pajak memahami peraturan perpajakan yang berlaku saat ini.

R.Santoso Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum pajak termasuk hukum publik. Hukum Publik merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya. Hukum publik memuat cara-cara untuk mengatur pemerintahan. Menurut nya, yang termasuk public antara lain hukum tata negara,hukum pidana dan hukum administratif, sedangkan hukum pajak berdiri sendiri dan terlepas dari hukum pajak yang lain (seperti hukum perdata dan hukum pidana) dalam Resmi (2019, p. 4).

Terdapat beberapa indikator Wajib Pajak mengetahui dan memahami kewajiban perpajakan, yaitu :

Kewajiban memiliki NPWP, setiap Wajib Pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasi pajak.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak telah mengetahui kewajiban sebagai Wajib Pajak, maka mereka akan melakukanya, salah satunya membayar pajak.

Pengetahuan dan pemahaman atas sanksi perpajakan. Semakin tahu dan paham pula Wajib Pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai tarif. Aturan yang bisa dikenal dengan aturan pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di revisi yang mana tarifnya menjadi 0,5%. Revisi ini disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 dan resmi mengganti dan mencabut Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.

Pengetahuan dan pemahaman bagaimana cara menyusun laporan keuangan, dikarenakan pengahasilan Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sudah termasuk penghasilan bruto maka jika sudah Menyusun laporan keuangan dengan baik maka pembayaran pajak juga bisa lebih baik.

H. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP

Pengertian dan Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak Sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya menurut (M.Sc.,Ak, Dr. Waluyo, 2017, p. 24).

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan NPWP. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan menurut Resmi (2019, p. 23). Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP dan NPWP Tersebut berfungsi. Menurut Nayla (2015, p. 72) sebagai berikut :

Dipergunakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Maka dari itu, setiap Wajib Pajak memiliki satu nomor NPWP yang berbeda dengan nomor-nomor NPWP milik orang pribadi.

Dipergunakan dalam proses pelaporan pajak serta untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak oleh wajib pajak.

Dipergunakan untuk keperluan pengawasan administrasi perpajakan oleh pihak-pihak mengelola pajak yang terkait

Dipergunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan pembayaran pajak, sehingga setiap kali wajib pajak membayar pajak harus mencantumkan NPWP.

Dipergunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan, misalnya yang tertera dalam Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SBB) dan Surat Setoran Pajak (SPP).

Dipergunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan. Sehingga,semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan oleh pihak-pihak pengelola pajak yang terkait harus dicantumkan NPWP-nya.

Dipergunakan untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan Nomor NPWP dalam pengisian dokumen-dokumentasinya, seperti dokumen-dokumen VISA dan Paspor.

Dipergunakan untuk keperluan dalam pelaporan-pelaporan SPT(Surat Pemberitahuan) masa dan SPT tahunan, Seperti pelaporan yang terkait dengan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran,pelaporan yang terkait dengan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan sebagainya.

Dipergunakan untuk menghindarkan wajib pajak dari dikenai sanksi ( sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan ) yang timbul akibat tidak memiliki NPWP.

Manfaat Memiliki NPWP bagi Wajib Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ternyata memiliki manfaat yang sangat penting bagi Wajib Pajak, diantaranya. Menurut Nayla (2015, p. 70) sebagai berikut:

  • Wajib Pajak dinyatakan ( secara sah oleh negara ) sebagai warga negara yang mempunyai sumbangsih dan kepedulian yang sangat tinggi terhadap pembangunan bangsa dan negara.
  • Wajib pajak dikenakan potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang sedikit lebih rendah dibanding jika tidak mempunyai NPWP.
  • Wajib pajak dikenakan potongan pajak penghasilan (PPh) yang 100 % lebih rendah sebesar 7,5% dibanding jika tidak mempunyai NPWP, apabila kebetulan berbelanja barang online ke luar negeri atau ke situs e-commerce yang berada di luar Indonesia melalui internet.
  • Wajib pajak yang berencana pergi ke luar negeri bebas membayar fiskal luar negeri sebesar Rp 1.000.000,00 jika bepergian menggunakan kapal laut dan Rp 2.500.000,00 jika bepergian menggunakan pesawat terbang.
  • Wajib pajak berpulang mendapatkan diskon atau potongan harga sebesar 10-35 % dan bahan lebih untuk produk-produk tertentu yang memang dikhususkan bagi pelanggan yang mempunyai NPWP.
  • Wajib pajak memperoleh kemudahan dalam proses pengajuan kredit di bank atau perusahaan pengucur dana kredit lain. Sebab, pada umumnya, pihak bank atau perusahaan pengucur dana kredit yang lain mensyaratkan kepemilikan NPWP bagi para kreditornya.
  • Wajib pajak yang beragama Islam memperoleh kemudahan dalam membayar zakat mal. Sebab, seluruh pendapatan yang didapatkan akan masuk dalam laporan pajak penghasilan (PPh) pasal 21, sehingga sangat memudahkan bagi wajib pajak yang bersangkutan untuk menghitung seberapa besar persentase zakat mal yang harus dibayar.
  • Wajib pajak memperoleh kemudahan dalam proses pengajuan Surat Izin Perdagangan (SIUP)/ Tanda Daftar perusahaan (TDP).
  • Wajib pajak memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran pajak final, yang meliputi PPh final, BPHTB,PPN, dan lain-lain, serta memperoleh kemudahan dalam proses pelayanan perpajakan dan pengembalian pajak.
  • Wajib pajak memperoleh kemudahan dalam mengkreditkan jenis-jenis pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22 ,23 , 24, dan 25 dalam SPT Tahunan Pph OP.
  • Wajib Pajak memperoleh kemudahan saat hendak bepergian ke luar negeri, terutama yang menyangkut soal pengurusan VISA dan Paspor ke luar negeri.

Tata Cara Pendaftaran NPWP

Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut.

Untuk WP Orang Pribadi Non Usahawan

Foto kopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

  • Untuk WP Orang Pribadi Usahawan
  • Foto Kopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
  • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
  • Untuk WP Badan
  • Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari kantor bagi BUT.
  • Fotokopi bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif.
  • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
  • Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong
  • Fotokopi KTP Bendaharawan.
  • Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
  • Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut.
  • Fotokopi perjanjian kerjasama sebagai joint operation.
  • Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation
  • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation.
  • Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin pisah harta harus melampirkan fotokopi surat terdaftar.
  • Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.

Penghapusan NPWP

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila. Menurut Resmi (2019, p. 28) sebagai berikut :

Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  • Wajib Pajak badan dilikuidasi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Wajib Pajak badan bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
  • Wajib Pajak orang pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak sendiri.
  • Wajib Pajak yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau meninggal tanpa warisan.

Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dengan ketentuan peraturan Perundang -- undangan perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atau permohonan penghapusan NPWP dalam jangka Waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 ( dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

I. Pajak Penghasilan Pasal 25

Pengertian dan ketentuan PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan PPh Pasal 25. Menurut Solikhah (2023, p. 153) sebagai berikut :

PPh 25 adalah Angsuran pembayaran Pajak Penghasilan pada tahun berjalan. Tujuanya adalah untuk meringankan beban wajib pajak.

Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha akan membayar angsuran Pajak Penghasilan/ PPh 25 setiap bulanya.

Batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikut nya dari masa pajak yang akan dibayarkan.

Apabila ada keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25, terdapat sanksi yang berlaku yaitu dikenakan bunga 2% perbulan dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 secara online dan SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau atau angsuran melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Subjek dan Tarif PPh 25

Subjek pajak PPh 25 dibedakan menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Menurut Solikhah (2023, p. 153), sebagai berikut :

Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP-OPPT) adalah Wajib Pajak yang melakukan Kegiatan usaha balik secara grosir atau eceran, penjualan barang ataupun jasa disatu atau lebih tempat usaha. Adapun ketentuan tarif PPh pasal 25 bagi WP-OPPT adalah 0,75% x omset bulanan tiap masing-masing tempat usaha.Tujuan dari pengenaan PPh 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu adalah untuk mempermudah sehingga Wajib Pajak tidak perlu mengumpulkan omset,penghasilan neto,serta penghitungan pajak dalam penentuan PPh Pasal 25. Wajib Pajak cukup membayar sejumlah tarif yang ditentukan per bulan dari masing-masing tempat usaha. Kecuali bagi wajib pajak yang telah mengaplikasikan ketentuan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018, kewajiban pembayaran PPh 25 untuk WP OPPT ditiadakan. Kode akun pajak digunakan untuk penyetoran adalah 411125 dengan jenis setor 101.

Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu ( WP-OPSPT ) adalah Wajib Pajak Berstatus Pekerja bebas atau Karyawan yang tidak memiliki usaha sendiri. Adapun ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi WP-OPSPT adalah dengan Perhitungan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 UU HPP : 12 bulan.

( = Total PPh 21 tahun sebelumnya : 12 )

  • Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak Badan Usaha Adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha tetap dan memiliki kewajiban sebagai pembayar, pemotong atau pemungut pajak. Ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan adalah PKP x 22 % tarif PPh Badan : 12 .

( = Total PPh 21 Terutang tahun sebelumnya : 12 )

PPh Pasal Bagi Wajib Pajak Baru

Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan yang terdaftar baru pada suatu Tahun Pajak, termasuk Wajib Pajak dalam rangka penggabungan, pelaburan, pemekaran, pengembilalilan usaha dan atau perubahan bentuk badan usaha menurut Solikhah (2023, p. 156).

Peraturan Menteri keuangan No. 215/PMK.03/2018 memberikan kelonggaran angsuran Wajib Pajak baru terdaftar. Kelonggaran dimaksud adalah dibebaskan dari pembayaran PPh pasal 25. Hal ini diatur di Pasal 10. Misalkan PT Bangun Terdaftar tahun 2019, maka selama tahun 2019 angsuran PPh 25 ditetapkan NIHIL.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru dalam rangka penggabungan, pelaburan, dan atau pengambilan angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan,peleburan, dan pengambilalihan usaha.

Misal, A dan B bergabung menjadi AB pada tahun 2019. A bayar PPh Pasal 25 sebesar Rp 25.000.000 Sedangkan B bayar PPh Pasal 25 sebesar Rp 50.000.000 Maka angsuran PPh 25 AB ( setelah peggabungan) ditetapkan sebesar Rp 75.000.000.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak dalam rangka pemekaran usaha, jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk seluruh Wajib Pajak hasil pemekaran usaha sebesar angsuran PPh Pasal 25 sebelum pemekaran Usaha.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru yang merupakan hasil Perubahan bentuk badan usaha, maka besaran angsuran PPh Pasal 25 sama dengan angsuran PPh 25 bulan terakhir sebelum terjadinya bentuk badan usaha.

PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Hal-hal yang tertentu yang dimaksud adalah Solikhah (2023, p. 157) sebagai berikut :

Wajib Pajak berhak atas kompensansi.Jika wajib pajak berhak atas kmpensansi kerugian, besarnya angsuran PPh pasal 25 yang dihitung atas dasar perhitungan PPh yang dipotong/pungut atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan pasal 21,pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 UU PPh, kemudian di bagi 12 atau banyak nya bulan dalam kegiatan tahun pajak.

Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.Jika wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur maka besar angsuran PPh pasal adalah sama dengan PPh yang dipotong/dipungut atau dibayar diutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan pasal 21, pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 UU PPh, Kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

SPT tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan

Apabila SPT Tahunan PPh Tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, yaitu selambat-lambatnya tiga bulan setelah akir tahun pajak untuk wajib pajak orang pribadi dan empat bulan wajib pajak badan, besarnya PPh pasal 25 dihitung sebagai berikut nya :

Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum disampaikan SPT tersebut, besarnya angsuran PPh pasal 25 sama dengan besarnya angsuranya PPh pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.

Untuk bulan-bulan setelah wajib pajak menyampaikan SPT tahunan PPh, besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung Kembali bedasarkan ketentuan yang telah dibahas sebelumnya dan berlaku surut.

Wajib Pajak diberikan perpanjangan janka waktu penyampaian SPT Tahunan SPT PPh.

Besarnya PPh pasal 25 dihitung sebagai berikut :

Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut, besarnya nagsuran sama dengan besarnya yang dihitung bedasarkan SPT Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.

Untuk bulan-bulan setelah wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya angsuran dihitung Kembali berdasrkan Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.

Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari pada angsuran sebelum pembetulan.

Beasarnya PPh 25 dihitung Kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut.

  • Terjadi perubahan usaha atau kegiatan wajib pajak.

Perubahan usaha atau kegiatan wajib pajak dapat terjadi karena penurunan usaha maupun peningkatan usaha. Penurunan atau peningkatan usaha tersebut berpengaruh pada besarnya penghasilan dan selanjutnya mempengaruhi PPh.

PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak orang Pribadi pengusaha tertentu

Wajib orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domilisi. Besar di tetapkan sebesar 0,75 % dari jumlah predaran bruto setiap bulan dan masing-masing tempat usaha tersebut Menurut Solikhah (2023, p. 160).

Menurut PP No. 23 Tahun 2018 bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 dikena PPh final 0,5% kecuali WPOP memilih untuk dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh.

Dalam ketentuan PPh, yang disebut pekerjaan bebas adalah profesi :

  • Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara,arsitek,dokter,konsultan,notaris,pejabat,pembuatan Akta Tana, peneliti (PPAT), penilai, dan Aktuaris .
  • Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang flm,bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru flm, foto model, peragawan/pergawati, pemain drama dan penari.
  • Olahragawan
  • Penasihat,pengajar,pelatih,penceramah,penyuluh,dan moderator
  • Pengarang peneliti dan penerjemah
  • Agen iklan
  • Pengawas atau pengelola proyek
  • Perantara
  • Petugas penjaja barang dagang
  • Agen asuransi

Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainya.

Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25

Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25 sebagai berikut menurut Solikhah (2023, p. 161), sebagai berikut :

  • PPh Pasal 25 harus dibayar/disetorkan selambat-lambat nya pada tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  • Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT masa selambat-lambat nya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Bagi wajib pajak pengusaha tertentu, berlaku juga ketentuan sebagai berikut :

  • Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja kantor pelayanan pajak, harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya dikantor pelayanan pajak yang bersangkutan.
  • Wajib pajak yang memiliki beberapa tempat usaha nya dikantor pelayan pajak masing tempat usaha Wajib Pajak kependudukan.
  • SPT tahunan PPh harus di sampaikan di kantor Pelayanan Pajak tempat domisili wajib pajak terdaftar dengan batas waktu ketentuan 2 butir.

J. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013

Pada pertengahan tahun 2013 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan dari usaha yang terima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (2013). Peraturan ini sejatinya ditujukan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tersebut dipaparkan poin-poin sebagai berikut :

  • Besar penghasilan Wajib Pajak yang diperoleh dari usaha memiliki peredaran bruto dibawah 4,8 miliyar dalam 1 tahun pajak.
  • Omset atau peredaran bruto yang dimaksud merupakan jumlah peredaran bruto semua gerai,outlet,maupun counter atau semacamnya baik itu pusat ataupun cabang.
  • Ketentuan pembayaran pajak terutang harus dibayar sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto.
  • Subjek pajak dan non subjek pajak dalam Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 :
  • Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013, yang dimaksud subjek pajak adalah orang pribadi dan badan yang menerima penghasilan dan usaha dengan peredaran bruto dibawah 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Yang dimaksud non subjek pajak dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah orang pribadi yang menjalankan aktivitas perdagangan atau jasa menggunakan sarana bongkar pasang serta memanfaatkan tempat umum. Aktivitas perdagangan atau jasa yang dimaksud termasuk pedagang asongan,pedagang keliling,warung tenda kaki lima dan sebagaimananya.

k. Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018

Pada tahun (2018) Peraturan pemerintah No. 23 tahun 2018 adalah peraturan pemerintah tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang tidak terima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak dan tarif pajak penghasilan yang dikenakan sebesar 0,5 %.

Sedangkan yang tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenakan pajak penghasilan dalam peraturan No. 23 tahun 2018 dijelaskan pada Pasal 2 Ayat 1 sebagai berikut :

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajak terutang atau dibayar di luar negeri.
  • Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri
  • Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
  • Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
  • Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, dan aktuaris.
  • Pemain musik, pembawa acara, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara
  • Olahragawan.
  • Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
  • Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
  • Agen iklan
  • Pengawas atau pengelola proyek.
  • Perantara.
  • Petugas penjaja barang dagangan.
  • Agen asuransi.
  • Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainya.

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto teertentu yang dikenai Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan :

  • Wajib Pajak Orang Pribadi.
  • Wajib Pajak badan berbentuk koprasi, Persekutuan komanditer, firma, atau pereroan terbatas.
  • Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun Pajak.
  • Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal :
  • Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasrkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  • Wajib Pajak Badan berbentuk persekutuan komaditer atau firma yang berbentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  • Wajib pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.

Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama :

  • 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi .
  • 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau firma.
  • 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
  • Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak :
  • Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
  • Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Menurut pasal 7

  • Wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp 4.800.000.000,00 ( empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan Akhir Tahun Pajak bersangkutan.
  • Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak-Tahun pajak berikutnya oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Cara Perhitungan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Tarif dan dasar pengenaan pajak. Menurut Resmi (2019, p. 141) sebagai berikut :

Tarif Pajak

Besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah 0,5 % (nol koma lima persen).

  • Dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final 0,5% adalah bruto usaha setiap bulan. Penghasilan bruto yang dimaksud merupakan imbalan atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha sebelum dikurangi potongan penjualan,potongan tunai dan/atau potongan sejenis.

Contoh : Wajib Pajak A pada tahun 2018 memiliki perederan bruto usaha sebesar Rp 1.000.000.000. pada bulan Januari 2019 memperoleh perederan bruto usaha sebesar Rp. 109.000.0000, potongan penjualan Rp 4.000.000

Dasar pengenaan PPh bersifat final 0,5% adalah Rp 109.000.000

Menghitung PPh bersifat final 0,5 %

PPh bersifat final 0,5% dihitung secara bulanan dengan rumus berikut ini :

PPh terutang sebulan = Tarif x dasar pengenaan pajak sebulan

= 0,5% x peredaran bruto usaha sebulan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Beberapa definisi tentang usaha mikro, kecil dan menengah yang dikemukakan oleh beberapa lembaga atau instansi bahkan UU. Undang-undang terbaru yang dikeluarkan pemerintah tentang usaha mikro, kecil dan menengah adalah UU No. Tahun 2008.

Menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 1 disebutkan bahwa :

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang memiliki,diskusi, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang memiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 6 disebutkan bahwa :

Kriteria Usaha Mikro Kecil adalah sebagai berikut :

  • Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta).Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut :
  • Memiliki kekayaan bersih minimal Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau.
  • Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (Dua Milyar lima ratus juta rupiah ).

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

  • Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah ) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh miliyar rupiah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun