"Hempt...Mya, aku pikir-pikir dulu boleh nggak? Soalnya aku sibuk banget mau ikut seminar besok!"
"Aghht... Dhin, bantu aku dong. Aku tidk berani berdua-duaan nantinya pasti ada makhluk yang ketiga. Dan pastinya akan timbul fitnah kan Dhin?"rengekku.
"Tapi...aku...!"
Aku cepat memotong kata-kata Dhiny.
"Dhin, bantu aku! Rasa ini nggak sanggup aku pikul lagi Dhin. Aku ingin cepat-cepat merasakan bebas dari masalah ini. Ayolah...Dhin...!" aku mulai mengisak.
Aku begitu berharap pada Dhiny untuk menemaniku bertemu Ryan. Meskipun Dhiny belum pernah mendengar curhatku tentang perasaanlku ke Ryan yang begitu lama ku simpan dan ku tutupi rapat-rapat.
"Iya..iya.. jangan menangis lagi My. Aku ytetap temani dirimu sayang. Jam empat lewat aku kesana dan kuita ke mesjid bareng. Oke?" ujarnya menghiburku.
"Oke..Makasih ya Dhin. Aku tunggu kamu dirumah ya? Assalamu'alaikum!"
"Iya..Wa'alaikum salam!" jawab Dhini.
Aku tersenyum puas. Namun ditempat yang berbeda dhiny mulai merasakan kegeahan. Dia begitu bingung terhadap sikap Mya terhadap Ryan. Namun dia tak mau bersuudzon pada sobatnya itu. Dia percaya biarlah semua indah pada waktunya.
"Ya Allah... maafkan sikapku pada Mya. Aku hanya tidak sempat mengabarinya. Maafkan aku ya Allah.. dan dirimu My, jangan bencihi aku setelah semua kamu ketahui nanti.