"Yuna tadi ke kantor Ayah. Mengembalikan semua ATMÂ Ayah. Yuna tidak mau merepotkan Ayah, Bunda. Yuna ingin jadi seperti Ayah. Ingin menjadi pengusaha yang sukses." Ucap Yuna disela-sela tangisnya.
"Sudah ya nak, istirahat sekarang. Bunda di sini, di samping Yuna."
Yuna hanya mengangguk dan membaringkan badannya di atas kasur. Terlelap tidur dengan Bunda yang memeluk badannya.
***
Keesokan harinya, bunda mengajak ayah Yuna untuk bertemu di kafe Borahae. Ayah Yuna sudah mengetahui semua yang ia lewatkan. Tentang usaha yang dilakukan Yuna untuk mendapatkan peringkat pertama serta usaha Yuri untuk membuka bisnis ini.
Keduanya duduk di ujung ruangan. Dengan jus mangga yang menemani mereka.
"Mas, kasihan Yuna. Ia tertekan dengan semua peraturan yang mas berikan." Bunda membuka suara dengan tangannya yang bertautan satu sama lain.
"Maafkan aku. Aku hanya ingin sepertimu. Yuna terus berbicara bahwa Bundanya selalu menyalurkan kesabaran dan kasih sayang. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Yuna. Agar Yuna bisa melanjutkan perusahaan yang aku bangun saat ini."
"Tidak seperti itu mas, Yuna sering bicara padaku bahwa ia ingin sepertimu. Menjadi wanita sukses di masa depan. Mempunyai perusahaan yang besar. Tolong ya mas, jangan terlalu keras kepada Yuna. Jika mas akan menikah lagi, menikahlah dengan orang yang sayang kepada Yuna." Ucap bunda dengan senyum yang mengembang di wajah cantiknya.
"Yena, aku tidak akan menikah lagi."
"Lalu? Yang kemarin itu apa mas? Kau meninggalkanku karena sekrtarismu."