Yuri lalu mendekat dan duduk di sofa kosong dekat Yuna. Matanya masih berbinar kagum mengitari apartemen sang adik. Melepaskan tas sekolah yang ia bawa dan disimpan di dekat kakinya.
"Bunda, kau tinggal sendiri di rumah sakit?"
"Tidak, ada tante Suzi tadi jadi aku mengajakmu bertemu."
"Ah iya." Yuna mengambil bantal lalu ia simpan di atas pahanya. "Aku rindu Bunda, semester lalu aku tidak bisa mengunjungi Bunda."
"Hm, Bunda juga pasti merindukanmu. Mau foto bersamaku? Nanti ku tunjukkan pada Bunda."
Yuna pun mengangguk, mereka berdua langsung mengambil gambar dengan pose imut. Menutup satu matanya dengan jari telunjuk menusuk pipi.
Yuri menatap Yuna yang gelisah, ekspresi wajahnya sangat kentara dengan kekhawatiran. Walaupun begitu, kegelisahannya tak menutupi paras cantiknya. Keluarga ini memiliki gen yang bagus dengan kulit putih, hidung mancung dan matanya yang cantik.
Yuri mengenggam tangan sang adik, lalu mengelus pelan punggung tangannya menyalurkan kehangatan agar yang muda lebih tenang. Ia tahu adiknya ini menghawatirkan sang Bunda. Tapi keadaan membuatnya sulit untuk sekedar menjenguk Bundanya yang terbaring di rumah sakit.
"Tenang ya? Bunda sudah ditangani dokter tadi. Aku harus pergi sekarang, sepertinya tante Suzi sudah pulang. Tidak usah mengantarku, kamu mandi dan tidur saja ya."
Mendengar penuturan sang kakak, Yuna hanya bisa mengiyakan. Lalu bangkit dari duduknya dan langsung membersihkan diri.
Yuna duduk di tepi kasur, melirik lampu tidur yang ia tempeli stiker bertulisan 'Love Yourself' di sana. Stiker pemberian sang Bunda saat pergi ke toko buku satu tahun yang lalu. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur lalu menutup matanya perlahan.