Mohon tunggu...
Kharissa Widya Kresna
Kharissa Widya Kresna Mohon Tunggu... -

Suka bermain kata. Cuma itu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenapa tak Kau Katakan?

5 Juni 2012   06:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:23 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan kembali disini, dan menghirup bau tanah tempat ini sendirian.

Sudah cukup lama sepertinya aku meninggalkan tempat ini, dengan alasan paling pengecut yang pernah kuberikan.

Seandainya saat itu kamu mau mengatakan apa yang membuat kita mengambil jalan yang sangat jauh dari bayanganku..

Hei, Yulian. Dimana kamu sekarang?

***

Esok ini aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Lengang sekali. tidak seperti biasanya yang selalu ramai dikunjungi anak-anak. Ohya, aku ini siswa baru di salah satu (baca: satu-satunya) SMA Negeri di Ibukota Kabupatenku.

Diujung jalan aku melihatmu terduduk sendirian diatas pagar tembok dan menatap lurus kearah parkiran sepeda motor siswa. Aku tidak tau siapa kamu. Aku penasaran dan ingin sekali tau. Siapa anak kurang waras yang memilih duduk di pagar tembok sepanas itu? Syaraf kulitnya pasti rusak. Atau dia mahluk planet berkacamata yang terdampar di bumi.

Aku termangu sepersekian detik sebelum kembali memutuskan untuk melewatimu.

Aku menghitung langkah demi langkah sebelum tiba tepat disebelah pagar tembok tempatmu duduk, sampai akhirnya ketika sampai pada langkah yang kedua puluh empat aku sudah melewatimu sejauh 2 meter.

Kamu dibelakangku. tepat dibelakangku. aku inging sekali menoleh dan melihat senyummu. Tapi.. ah. sudahlah.

Kusadari, aku memang mengagumimu. kacamata yang bertengger manis dihidungmu, gaya cuekmu, dan garis wajah tegas itu.

Kulirik penanda kelas di lengan kirimu. Oh, kelas tiga. dia lulusan.

Aku ini siapa?

Mungkin aku hanya berani menatapmu dari kejauhan dan membiarkanmu berlari secara bebas disudut-sudut mataku.

Aku suka. Aku menikmatinya. Kamu terlalu sempurna dan aku nggak mungkin menjangkaumu.

Hingga pada...

'Cha.. temenin aku buat friendster yuk'

Githa menyenggol tanganku yang sedang menopang dagu.

'Sial. Males ah. nggak minat banget.' sambarku cuek.

'Chaaaaaa... ayolah..'

'Oke. tapi beliin es krim.'

Githa meringis

'Oke apa aja deh..' Akhirnya dia menyerah. Seketika senyumku mengembang.

Jadi ya.. ya.. begitulah. Akhirnya aku punya juga jejaring sosial, sama seperti anak-anak lain.

One Friend Request : Yulian Bowo Ardi.

Grobogan, Jawa Tengah.

Accept Friend Request

klik.

Siapa ini? cowok berkacamata hitam gaya 80-an?

Norak sekali, pikirku.

Dan entah siapa yang memulai, aku terlarut dalam percakapan yang tak ada habisnya.

'bip bip'

One message received

open klik.

'Hai. Icha bukan?'

'ini siapa?'

'Mas Yulian. temen friendster.'

Dheg.

Tuhaaan,, mas Yulian? mas Yulian teman friendster itu?

Yang mana orangnya?

'Haha... iya mas yul.. :P'

'Dhek, dulu kamu liat aku kok nggak nyapa? Padahal aku dipagar tembok yang kamu lewatin lho..'

Dheg!

Jadi itu mas Yulian? Cowok planet itu mas Yulian?

Refleks tanganku membuka kembali jejaring sosial dan mengobrakabrik seluruh info di profilenya.

Kemudian terdiam dalam satu foto. seorang cowok dengan wet look hair duduk diatas pagar pembatas yang menghadap parkiran siswa. lambang SMA tempatku terdaftar sebagai siswa tampak jelas di lengan kiri seragamnya.

Aku menghela nafas panjang kemudian menutup laptop dengan perasaan tidak karuan.

Tuhan, kenapa kesan yang timbul seperti ini?

***

Aku tersenyum mengingat saat-saat pertama melihat dan mengenal Yulian. Aku suka sekali melihatnya. Badannya yang agak membungkuk, matanya yang tampak acuh terhadap lingkungan sekitarnya yang ternyata selalu tajam dan waspada, langkahnya yang ringan, dan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, kacamata yang menambah kesan smart dan charming, kulit hitam tapi sangat cocok dengan kepribadiannya.. dan bulan-bulan pertama menjadi temannya terasa menyenangkan. hari-hariku menjadi semarak dengan sapaannya melalu pesan singkat.

Aku terbuai kembali..

***

'Cha.. ayo cepat. kamu mau terlambat ngambil rapor apa? Percuma dong bapak izin mengajar kalau kamunya lelet.' Teriak bapak dari teras rumah.

'Bentar pak.. lagi pake sepatu nih... bapak sih nggak mau makein' Sahutku.

Thug!

Sendok makan yang dibawa ibu mendarat tepat di kepalaku

'Bocah kok kurang ajar.' Kata wanita yang kucintai itu. Aku meringis jahil kemudian berlari menghampiri bapak yang sudah siap diatas motor.

'Apaapaan? Ke sekolah pakai kaos kaki cuma semata kaki gitu? tinggikan!'

'Mangke mawon pak. Telat lho.' kataku sambil melompat ke jok belakang. dari kaca spion kulihat bapakku cemberut.

Ya.. begitulah bapak. disiplin sekali. Kadang aku jadi seperti pesakitan kalau bapak sedang menginspeksi penampilanku.

Sampai disekolah kulihat teman-teman sudah berjajar rapi didepan kelas dengan wajah tegang. Yaiyalah. ini Kenaikan kelas! Waktu dimana hampir 90% siswa disini berharap dapat menempati kursi di kelas IPA.

Aku termasuk yang beruntung karena berhasil menyabet salah satunya. Bisa ketebak lah.. Bapak terlihat sumringah ketika keluar dari kelasku.

'Bip Bip.'

One message received

Oh Tuhan.

Sender : Mas Yulian

Selamat ya dhek Cha.. bisa ke gerbang sekarang? mas diluar.'

yes! sorakku dalam hati.

Dan ya.. sambil berlari kegerbang aku merasa waktu menjadi semakin indah dan semarak seiring kembalinya mas Yulian, setelah terakhir kali aku melihatnya dipagar sekolah ketika malam perpisahan. dan kemudian kudapati friendsternya tak lagi aktif. Kudapati hatiku hampa, tapi aku tak berfikir lebih jauh walaupun ribuan pertanyaan atas hilangnya Yulian mendesak masuk keotakku. tapi sekarang mas Yulian disini. Mas Yulian disini!

'Dhek Cha mas anterin pulang ya?' kata Yulian

'Eh?' Aku tersentak

'Dhek Cha mas anter pulang ya? nggak papa kan?'

'Eh?' ulangku, aku merasa seperti orang idiot yang bodoh

Yulian memandang dalam kearah mataku.

'Dhek Cha, mas anter dhek Cha pulang ya? mas pengen ketemu orangtua dhek Cha. Nggak papa kan?'

Butuh sepuluh detik untukku mencerna perkataan Yulian barusan. gelompang perasaan bimbang seketika menyapu hatiku. Kurasakan ekspresi wajahku membeku.

'Mas mau bilang sama bapak ibu dhek Cha kalau mas mau serius sama dhek Cha.' Katanya lagi sambil menyodorkan helm kearahku. Aku menerimanya dengan linglung.

'Tapi mas.. kenapa mas ngilang gitu aja beberapa bulan kemaren?' tanyaku

kulihat semburat senyumnya mengembang

'Ada hal yang nggak bisa dhek Cha tau sekarang. sekarang ayuk pulang.'

Dan sudah. meski ganjil, pernyataanya dihadapan orangtuaku menjadi satu rona bahagia yang membuatku lupa akan keganjilannya.

***

Aku mengusap pagar pembatas yang menghadap ke parkiran siswa ini untuk kesekian kalinya, dimana dulu aku dan Yulain pernah saling memandang dan merasakan senja memagut hati kami. kami mereguk indahnya dan berharap waktu berhenti hingga kami bisa lebih lama menikmati semuanya berdua disini..

***

Panas sekali hari ini. Tuhaaaan.. Panas sekali. Dan aku berjalan di jalan sepanas ini bareng panda jantan item yang menyebalkan.

'Cha buruan ngapa. Panas. Laper.'

'Berisik! Nggak ngeliat jalanku udah kayak nenek-nenek kehilangan tongkat? Lo cerewet gue gembesin juga. Sekarang jalan aja. Nggak usah komen.' Sahutku ketus. dan panda jantan item sahabat saya itu hanya memperlihatkan ekspresi penuh dendam.

'bip bip'

'Cha hape lo bunyi.'

'Diem. Gue udah tau.'

open. KLIK

Dhek Cha, mas sayang banget sama dhek Cha. Apa yang mas rasain, ya itu yang mas katakan.


Beratus ratus kali kuulangi membaca sms itu.

Haaaaaa?

Kurasakan euforia kegilaan mengambil alih fungsi otakku mengkoordinasikan senyum dan gerakanku. aku melonjaklonjak kegirangan

plak! Gilang memukul jidatku

'Cha, Lo SEHAT? ngapain lo senyum senyum?' tanya panda jantan item sahabat kesayangan saya itu.

Aku menatap mata Gilang dengan tatapan penuh arti.

'Pandaaaaa... gue bahagia!' teriakku.

***

Aku tersentak dan tertawa. Tuhan, berapa lama aku melamun?

SMA itu memang indah sekali ya,, indah sekali. Aku bahkan tidak menyangka tahun-tahun terbaik di SMA sudah ku lampaui hampir 2 semester ini.

Aku menghela nafas panjang.

Aku membiarkan tiap sel udara di tempat ini memasuki kembali paru-paruku. Mungkin saja udara ini membawa Yulian kembali mengisiku.

Yulian. Ah.. cowok planet itu.

Cowok planet yang bahkan aku nggak menyangka, berpisah dengannya akan membawa rasa yang luar biasa dan jauh dari kontrolku.

Sakit juga ya.. pikirku.

Tuhan, tolong. Tidak seharusnya aku begini kan? Aku sudah sejauh ini bertahan dan berusaha mengertinya.

Kenapa dia tak pernah mengatakan sesuatu padaku?

Aku hanya lelah mencari. Aku... hanya ingin ditemukan.

Aku tau Yulian bukan tipe orang yang terbuka. baik soal perasaan atau masalah. tapi dia hanya perlu bicara padaku. hanya perlu bicara. Kenapa tak kau katakan? Kita seharusnya bisa memperbaiki ini..

Aku bicara sendiri seolah sedang berhadapan dengan Yulian.

***

'Dhek cha, mas sayang banget sama dhek Cha.'

Kata Yulian sambil mencoba mencabuti bulu halus ditanganku. Aku mengelak dan memukul lembut tangannya. sedemikian rupa hingga kudapati tangannya mengenggam jemariku. Baru aku berusaha serius menatapnya.

'Kok ngomongnya gitu mas? tumben sekali. biasanya susah banget disuruh bilang sayang. padahal sama pacarnya juga.'

Aku merajuk manja. Tapi ada seuatu yang aneh pada ekspresinya. kaku dan tidak tersentuh. Aku mengerti bahwa saat ini dia tidak sedang main-main.

'Mumpung masih sempat dan masih bisa dhek..' Katanya sambil menatap dalam mataku.

Aku terdiam. Apa maksudnya? mumpung masih bisa? jadi?

'Mas.. ada apa?

Dan kau hanya tersenyum. dan diam sejenak.

'Ada yang dhek Cha nggak bisa tau sekarang..' ujarnya lemah. Lalu membuka bibir seolah ingin bicara, tapi kemudian mengurungkannya.

Menit-menit kediaman antara kami terasa begitu menyiksa. aku ingin angkat bicara, tapi dia mendahuluiku.

'Dhek, mas nggak bisa. Mas tau adhek butuh cahaya yang bisa menerangimu. yang bisa meluangkan waktu buatmu. Dan mungkin sekarang bakal ada cahaya lain yang bisa bikin kamu nyaman. Raih cahaya itu dhek..'

tapi kenapa?

Aku terdiam. Jangan yang kutakutkan, please.

'Maafin mas ya dhek. mas sayang adhek tapi mas tau mas nggak akan bisa. Biar mas yang jaga rasa ini dhek..'

Tiba-tiba emosiku meluap.

'Seharusnya mas bilang kalau dari awal mas nggak pernah sayang sama aku! Mas bilang mau serius, mana buktinya? Ada masalah apa?  diluar sana juga banyak yang ngalamin masalah tapi bisa bertahan. kenapa mas nggak?'

marah, bingung, takut, dan sakit hati semuanya bercampur jadi satu. Aku gemetaran menahan emosi.

'Maaf dhek.. kamu nggak perlu mojokin mas dengan pertanyaan seperti itu. Ternyata setelah 14 bulan-pun kamu belum kenal siapa aku dhek..'

Oh, GOD. tolong beri alasan yang sedikit rasional.

'Apa? Aku harus gimana mas?'

'Maafin mas dhek..'

Sedetik kemudian kulihat Yulian bangkit dan berjalan menjauh.

Aku tidak tau apa yang terjadi barusan dan tiba-tiba semuanya berakhir.

***

Aku menyeka air mataku. Sulit sekali untuk menahan ingatan-ingatan itu untuk tidak datang kembali.

Bagaimana bisa?

Terlalu rumit ya Yul? sampai kamu memutuskan untuk berhenti saling menyapa.

Tapi ini sakit sekali. Aku belum bisa pergi dari bayangmu.

Sesakit ini kah Yul?

Aku menghela nafas..

Mencintai terlalu dalam kepada seseorang bisa membuat kita tidak bisa mencintai lagi.

Kupikir itu benar, bagaimana rasa itu, yang muncul untukmu, telah membunuh kemampuanku untuk mencintai pria lain selainmu. Bahkan aku memilih hidup menahan sakit dan kerinduan yang membara terhadapmu selama lebih dari 7 tahun daripada membuka hati untuk orang lain.

Aku mencintaimu sejak awal aku melihatmu di pagar pembatas sekolah, 9,5 tahun yang lalu.

dan bahkan ketika semuanya berakhir tanpa kutau apa penyebabnya aku measih menginginkan untuk terus mencintaimu dan hanya hidup denganmu.

merindukan segala yang kulalui bersamamu. dan setelah selama ini, semuanya masih mengingatkanku padamu. hari-hari yang kulalui begitu membunuh.. tapi aku masih hidup dengan nyawa yang terpincang karenamu..

Ah, Yulian.. dimana kamu sekarang?

Tetes airmata tak lagi bisa kubendung. aku segera meraih tasku dan mengaduk-aduk isinya untu mencari tissue. hampir saja kutemukan ketika aku melihat dua sosok menusia berjalan kearahku.

Aku menghentikan aktifitasku sementara dan mencoba menerka.

Siapa mereka? kelihatannya sama orang dewasa-nya sepertiku. Tapi apa yang mereka lakukan disini? apakah mereka guru baru disini?' pikirku.

Aku meloncat turun dari pagar pembatas yang menghadap kearah parkiran siswa.

dan berdiri memaku ketika menyadari siapa yang berada dihadapanku...

'Sedang apa kamu disini, Cha? duduk diatas sana kayak masih ABG aja.'

sapa Yulian kaku

Aku terdiam, masih tidak percaya dengan apa yang terjadi dan kuhadapi. aku begitu ingin berlari memeluk Yulian. tapi kuurungkan ketika kulihat tangan Yulian terkait mesra dengan tangan yang lain.

Aku mendongak untuk melihat siapa yang digandheng Yulian.

Seorang wanita. cantik. dari wajahnya kukira usianya lebih tua dariku tapi masih begitu segar dipandang.

Sedetik kemudian aku tersadar...

Mas Yul.. jangan katakan dia.... aku menjerit merana dalam hati.

'Cha, aku mau minta maaf sama kamu atas apa ayang aku lakukan ketika masih sama kamu. Sekarang aku ingin jujur segalanya sama kamu.. tapi tolong, jangan marah sebelum aku selesai bicara..'

kata Yulian kemudian duduk berlutut dihadapanku. Aku ingin mencegah tapi terasa kaku untuk mengulurkan tangan padanya. Aku sudah menebak apa yang akan terjadi tapi tetap menunggu kalimat selanjutnya keluar dari mulut satu-satunya yang kucintai.

'Cha.. maaf. sejak melihamu berjalan melewatiku di pagar ini aku sudah merasa terpagut sama kamu. aku menyadari betul kalau aku jatuh cinta sama kamu. tapi saat itu aku sedang berada dalam jalinan cinta dengan Iva,..'

katanya sambil memandang wanita yang datang bersamanya. Iva menunduk. mungkin takut padaku.

Aku menegangkan leher dan menelan ludah dengan pahit.

Kenyataan pertama bahwa kau mencintai dan dicintai orang yang telah menjadi milik orang lain sudah cukup membuat duniamu hancur.

Apa lagi?

'Itulah kenapa aku menghilang ketika baru beberapa bulan mengenalmu. Aku merasa sudah membuaimu terlalu tinggi dan membuatmu berpikir aku mencintaimu. itu salahku.'

lanjutnya kemudian terdiam. aku merasa jatuh kesumur tanpa dasar.

'Lanjutkan!' ucapku serak

'Tapi kemudian aku menyadari aku nggak bisa hidup tanpa kamu. lalu kuputuskan untuk mencarimu kembali. tapi saat itu aku sudah mnyelesaikan ceritaku dengan Iva. Hanya saja...' dia tercekat suaranya sendiri.

'Teruskan!' Suaraku tegas menuntut penjelasan.

'Hanya saja itu tidak berlangsung lama. 8 bulan sebelum aku memutuskan hubungan denganmu aku bertemu kembali dengan Iva dan meluapkan segalanya. perlu kamu tau, aku... ingin sekali melakukannya denganmu. tapi aku tidak bisa. maksudku aku ingin sekali melampiaskan hasratku padamu dan melakukannya sambil bicara betapa aku mencintaimu. tapi aku tidak mungkin melihatmu rusak hanya karena mencintai lelaki sepertiku. jadi kuputuskan melakukannya dengan Iva. Iva setuju karena dia masih mencintaiku dan ingin membuatku bahagia denganmu. Tapi ternyata aku salah..'

Aku mengigit bibir hingga berdarah. aku mengusapnya. tapi sakit hati yang kurasakan telah membuatku mati rasa dengan sakit terhadap fisikku.

Aku menahan airmataku agar tidak keluar sekeras mungkin. Yulian mulai bicara lagi.

'Maafkan aku, Cha. tapi ternyata perbuatanku membuat Iva mengandung anakku. karena itulah aku meninggalkanmu. tapi aku tidak berani berterus terang karena takut kau terluka..'

'Tapi kau melukaiku dengan membuatku bertanya-tanya selama bertahun-tahun..' akhirnya aku terisak

aku memandang nanar pada Yulian. bagaimana bisa ini terjadi atas nama cinta?

'Aku tau. dan aku minta maaf. aku telah menikahi Iva... dan aku....'

'Cukup Yul!' potongku. aku menangis histeris.

'cukup sekali kuhabiskan waktu 10 tahun untuk mencintaimu. aku kuliah. meninggalkan tempat ini, mengejar pekerjaan. dan kembali kesini untuk menemuimu. Hanya untuk berkata padamu bahwa karena kamu-lah aku seperti ini. Bahwa untukmulah aku menunggu dan tidak berubah sama sekali. Dan sekarang?...'

Aku tak sanggup meneruskan kata-kataku. sedetik kemudian aku sadari telah berlari meninggalkan mereka.

***

Keesokan harinya aku melangkah perlahan kepintu rumah Yulian dan Iva, yang kudapat alamatnya dari temanku.

Aku membuka lipatan dan membaca surat yang kubawa untuk Yulian.

Biarkan Bunga Rumput itu Tetap Menari

Bunga rumput itu tertunduk lesu

Menari dialunan permainan sang waktu

Serapuh batang rerumputan layu

Sekering udara gurun yang beradu

Saat kau dan aku bertemu

Dan kau selalu bilang,

' Takkan kubiarkan bunga rumput itu tetap menari

Jika sang angin membuainya terlalu tinggi

Jika Mentari janjikan sinarnya sendiri

Tapi sbenarnya semua itu tak ada arti.. `

Kamu juga selalu bilang,

`Takkan kubiarkan bunga rumput itu tetap menari

Jika Leluasanya mbuatnya berpaling dari sini

Jika lambaiannya isyaratkan salam utk pergi

Dan mredupkan keindahan ilalang yg jua hampir mati.. `

Tapi , Kusadari itu hanya mimpi

Ketika kau katakan padaku kau tak rela mLepasku dari diri,

tapi nyatanya kau tak datang kembali

Aku bilang,

` Biarkan bunga rumput itu tetap menari

Karena harapnya tlah terkhianati

Karena kelopaknya tlah terhempas dari pelangi

Leluasanya tak mampu menahanmu disini

Lambaiannya isyaratkan kau pergi

Sang angin tlah mbawamu berlari

Mentari pun tak sanggup dpandangnya lagi

Pada bunga rumput itu tertinggal janji

Tapi sang pejanji tlah mengingkari

Shg batangnya tak mampu tegak Lagi

dan meski hati tak kuasa melihatnya berjuang hindari mati,

kumohon...

Biarkan Bunga Rumput itu tetap Menari... `

Semoga kau bahagia. Sampaikan juga permintaan maafku pada Iva


Aku membacanya sekali lagi kemudian memasukkannya ke amplop, dan menyelipkannya dibawah pintu rumah Yulian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun