Menit-menit kediaman antara kami terasa begitu menyiksa. aku ingin angkat bicara, tapi dia mendahuluiku.
'Dhek, mas nggak bisa. Mas tau adhek butuh cahaya yang bisa menerangimu. yang bisa meluangkan waktu buatmu. Dan mungkin sekarang bakal ada cahaya lain yang bisa bikin kamu nyaman. Raih cahaya itu dhek..'
tapi kenapa?
Aku terdiam. Jangan yang kutakutkan, please.
'Maafin mas ya dhek. mas sayang adhek tapi mas tau mas nggak akan bisa. Biar mas yang jaga rasa ini dhek..'
Tiba-tiba emosiku meluap.
'Seharusnya mas bilang kalau dari awal mas nggak pernah sayang sama aku! Mas bilang mau serius, mana buktinya? Ada masalah apa? Â diluar sana juga banyak yang ngalamin masalah tapi bisa bertahan. kenapa mas nggak?'
marah, bingung, takut, dan sakit hati semuanya bercampur jadi satu. Aku gemetaran menahan emosi.
'Maaf dhek.. kamu nggak perlu mojokin mas dengan pertanyaan seperti itu. Ternyata setelah 14 bulan-pun kamu belum kenal siapa aku dhek..'
Oh, GOD. tolong beri alasan yang sedikit rasional.
'Apa? Aku harus gimana mas?'