Mohon tunggu...
Lucky Nuzurul Arif Mahensa
Lucky Nuzurul Arif Mahensa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa ppkn unnes

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Peran Generasi Muda dalam Pelestarian Kearifan Budaya Lokal di Zaman Digital

8 Desember 2024   16:00 Diperbarui: 8 Desember 2024   16:05 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

JUDUL : PENTINGNYA PERAN GENERASI MUDA

DALAM PELESTARIAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL DI ZAMAN DIGITAL

SUB BAB 1 : Kearifan Lokal Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo

Rizal Ananda1

, Ainur Rofiq Gufron², Lucky Nuzurul Arif Mahensa³

1Universitas Negeri Semarang, 2Universitas Negeri Semarang, ³Universitas Negeri

Semarang

Email: 1. rizalananda10@studentd.unnes.ac.id,2. 

rofiqgufron1288@students.unnes.ac.id, 3. luckymahensa123@student.unnes.ac.id

Abstract

The purpose of this research is to understand how traditional practices are carried out, the types of

traditional practices that exist, and the role of traditional practices in the local communities of

Kapung, Tanggung Harjo, and Grobogan. The research in this article uses the research methods of

literature review, observation and archival analysis. Literature study means the activity of searching

and collecting data/sources of information, knowledge, and facts based on written media, such as

books, scientific articles, news, magazines, or journals that have relevance or connection to the

research being conducted. According to the customs of the people of Kapung Village, Nyadran is an

annual tradition that includes slametan, prayer requests, a means of strengthening friendship, and

respect for ancestors. Furthermore, although Nyadran was first known to the general public as a local

tradition, in the following years Nyadran experienced an acculturation process with Islamic law and

education. In the Nyadran tradition, reconciliation between religion and culture is achieved through

dialogue and confirmation. Third, in terms of finance, the values included in traditional wisdom

include: praying to Allah, giving alms, gathering, and transformation of inherent social values. This is

in line with the vision of the fiqh of civilisation. This research aims to harmonise traditional and social

norms with the concept of limited resources, thus leading to the development of tolerance and

moderation in the life of a pluralistic society.

Keyword: Local Wisdom, Nyandran Tradition, Kapung Village, Cultural Heritage

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana praktik tadisi dijalankan, jenis praktik

tradisi yang ada. Serta praktik tradisional masyaakat Kapung, Tanggung Harjo, dan Grobogan

setempat. Penelitian artikel ini menggunakan metode observasi, analisis arsip, dan evaluasi literatur

(studi literatur). Studi literatur fokus pada kegiatan yang melibatkan pengumpulan dan analisis

data/sumber informasi, pengetahuan, dan fakta berdasarkan media tertulis, seperti buku, artikel dari

jurnal akademis, artikel surat kabar, atau buku yang berbagi atau terkait dengan proyek penelitian yang

sedang berlangsung. Menurut adat masyarakat Desa Kapung, nyadran merupakan tradisi tahunan yang

meliputi slametan, doa permohonan, sarana penguat silaturahmi, dan penghormatan terhadap leluhur

atau nenek nenek moyang. Lebih lanjut, meskipun Nyadran pertama kali dikenal masyarakat umum

sebagai tradisi lokal, namun pada tahun-tahun berikutnya Nyadran mengalami proses akulturasi

dengan syariat dan pendidikan Islam. Dalam tradisi Nyadran, rekonsiliasi antara agama dan budaya

dicapai melalui dialog dan konfirmasi. Ketiga, dari segi finansial, nilai-nilai yang termasuk dalam

kearifan tradisional antara lain: berdoa kepada Allah, bersedekah, ajang silaturahmi, dan transformasi

nilai-nilai sosial yang melekat. Hal ini sejalan dengan visi fikih peradaban. Penelitian ini bertujuan

untuk menyelaraskan norma-norma tradisional dan sosial dengan konsep sumber daya yang terbatas,

sehingga mengarah pada pengembangan toleransi dan moderasi dalam kehidupan masyarakat yang

majemuk.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Tradisi Nyandran, Desa Kapung, Warisan BudayaPENDAHULUAN

Tradisi Nyadran merupakan simbol hubungan apapun dengan orang yang lebih tua,

sesama warga, dan Yang Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Nyadran merupakan praktik

upacara yang menjunjung syariat Islam dan adat istiadat setempat, sehingga menghasilkan

berkembangnya masyarakat yang mengenal Islam. Nyadran juga menjadi contoh adat istiadat

setempat dan praktik keagamaan. Budaya ketaatan beragama terlihat jelas dalam tradisi

nyadran yang dilakukan masyarakat Jawa.

Tradisi adalah adat istiadat yang dilakukan secara bertahap dalam suatu masyarakat tertentu

sejak nenek moyang kita sampai saat ini. Metode yang digunakan dalam melaksanakannya

adalah metode yang akurat dan konsisten. Dapat dikatakan bahwa tradisi setara dengan

hukum ilmu pengetahuan, filsafat, dan alam, serta diintegrasikan secara cermat dan tegas ke

dalam sistem keagamaan yang membentuk perilaku manusia dalam konteks sosial dan

keagamaan. Tradisi biasanya mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan

pada pendidikan atau perolehan pengetahuan. Selain itu, tradisi dapat menyampaikan

penilaian yang baik, yang biasanya diturunkan dari generasi ke generasi. Rekomendasi

biasanya didasarkan pada kriteria yang relevan dengan populasi saat ini.

Nyadran, juga dikenal sebagai sadrī, bukan hanya bagian dari pendidikan Islam; juga

mencakup adat atau ritual yang menggunakan alat keimanan, seperti doa-doa dengan

menggunakan bahasa Arab dan Jawa. Oleh karena itu, sadranan hanyalah tradisi atau adat

Jawa yang digunakan sebagai kegiatan seremonial atau hari raya. Sebelum tahun Ramadhan,

adat istiadat seperti “mengirim doa dan mendoakan leluhur” bisa saja telah mengembangkan

agama yang sangat mirip dengan kegiatan keagamaan. Namun berdasarkan bukti, kegiatan

tersebut hanya merupakan tradisi keagamaan yang sudah berlangsung lama. Nyadran telah

menjadi masalah bagi umat Islam. Oleh karena itu, ritual tersebut dianggap suci dan mewakili

Islam. Saat ini, para pemimpin agama secara bertahap beralih dari praktik tradisional ke

praktik yang lebih progresif.

Nyadran memiliki arti penting bagi masyarakat Jawa karena berfungsi sebagai sarana untuk

melestarikan warisan budaya dan menjaga hubungan dengan tradisi leluhur. Ini adalah cara

untuk mewariskan nilai, adat istiadat, dan kepercayaan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Dengan berpartisipasi dalam Nyadran, masyarakat berperan aktif dalam

melestarikan identitas budayanya dan memperkuat rasa memiliki.

Tradisi Nyadran telah berkembang seiring berjalannya waktu, beradaptasi dengan perubahan

masyarakat dan memasukkan unsur-unsur Islam dengan tetap mempertahankan esensi

budayanya. Adaptasi ini mencerminkan perpaduan unik antara budaya Jawa dan ajaran Islam

di wilayah tersebut. Tradisi tersebut terus dilakukan di berbagai wilayah di Pulau Jawa

sehingga berkontribusi terhadap keanekaragaman dan kekayaan budaya nusantara.

Kegiatan ini tidak hanya menyoroti kebajikan para sesepuh, namun juga menumbuhkan ikatan

yang kuat antara masyarakat dengan keyakinan dan identitas budaya para sesepuh. Dalam

makalah ini, kita akan membahas secara rinci makna, penerapan, dan signifikansi praktik

tradisional masyarakat Nyadran di masa lalu serta penerapannya pada masyarakat masa kiniPEMBAHASAN

Sejarah

Sejak zaman Hindu Budha, masyarakat Jawa telah mengetahui dan mempraktikkan

Nyadran sebagai tradisi untuk menyemangati orang tua yang telah meninggal dunia. Menurut

Partokusomo (1999: 3), Nyadran Sendiri yang berasal dari bahasa Sansekerta dikenal dengan

nama Sraddha atau Sadrayang dan mempunyai sifat protektif terhadap orang tua (Riyadi,

2017: 145). Selanjutnya, ketika masyarakat Jawa mulai menggunakan istilah "Sadradiubah",

maka dikenal dengan istilah "Nyadran", yang dapat dipahami sebagai hari puasa atau hari doa

(memberi sesaji) yang dimaksudkan untuk melindungi mereka yang dirampok di bulan

tersebut. ruwah .Berdasarkan beberapa kitab suci, tradisi Nyadran berasal dari Majapah.

Nyadran mempunyai kesamaan dengan tradisi Sraddha atau Craddha kerajaan Majapahit yang

berlangsung kira-kira pada tahun 1284. Ratu Tribuana Tungga Dewi merupakan orang

pertama yang melakukan tradisi Craddhadi di kerajaan Majapahit pada masa itu. Tujuan dari

tradisi ini adalah untuk menghormati dua dewa utama, yaitu Ratu Gayatri (Sri Rajapatni) dan

moya yang terdapat di Candi Jobo. Pada malam Tungga Dewi, tradisi Craddha dilaksanakan

oleh Putran Raja Hayam Wuruk. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, tradisi

Sraddha dimaksudkan untuk menghormati seorang wanita yang dikenal sebagai Gayatri (Sri

Rajapatni), dan dilakukan pada bulan Agustus hingga September.Menyajikan sebagai macam

hidangan, yakin sayur, buah, daging, dan minuman lain. Menurut Anam (2017:81), tahun 13

menandai dimulainya pendidikan Islam di Indonesia. Wali Songo selanjutnya melaksanakan

doa harian sesuai dengan tradisi Nyadran, sehingga Saat mau tidur, nyadran tidak dan merta

sedang tolak. Dengan kata lain, tradisi pada masa Hindu-Budha dijadikan media wacana oleh

Wali Songo untuk menjelaskan dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Jawa pada

masa itu. Akibatnya, tradisi Nyadranya berubah secara signifikan. Dahulu Nyadranya

menggunakan sesaji sebagai alat ritual, melakukan persembahan ke makam orang yang

meninggal, serta pemujaan dan permintaan sumbangan ke makam tersebut. Kemudian Wali

Songo mereformasinya dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an, tahlil, doa, dan makan

bersama secara berkelompok serta meluruskan ritual pujaan untuk mengesakan Allah SWT.

Menurut keterangan Wijaya, dkk. (2021:61) menyatakan bahwa kebanggaan lokal merupakan

hasil dari karakteristik masyarakat saat ini yang dikembangkan melalui sejumlah pengetahuan

dan bias yang kemudian diwariskan kepada generasi mendatang. Sebagai contoh, Nyadran

mengambil pengetahuan dan prasangka masyarakat umum yang selama ini dianut kemudian

diterapkan pada turunan selanjutnya. Sampai saat ini tradisi tersebut masih eksis dan masih

dipraktikkan, meski mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.

Waktu dilaksanakan

Nyadran biasanya diperingati satu bulan sebelum dimulainya Ramadhan, yaitu pada

tanggal 15, 20, dan 23 penanggalan Islam. Sedangkan berasal dari Laman Surakarta, Nyadran

biasanya dilakukan setiap hari kesepuluh bulan Rajab atau saat dimulainya bulan Sya'ban.

Meski dilakukan pada waktu yang berbeda-beda di setiap daerah, Nyadran biasanya dilakukan

pada bulan Ramadhan untuk memperingati bulan suci Ramadhan.

Makna nyadran

Nyadran tidak hanya dimaksudkan sebagai sarana berekspresi, mengutarakan, dan

melaksanakan tugas-tugas dunia yang sudah selesai. Makna nilai-nilai kebaikan dari para

pendahulu atau para leluhur merupakan andalan tradisi Nyadran.Hal ini terkait dengan pepatah kuno Jawa “Mikul dhuwur mendem jero” yang pada

dasarnya berarti “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita

tanam-dalam.” Nyadran juga mempunyai kemampuan meyakinkan diri bahwa setiap orang

pada akhirnya akan mengalami kesulitan. Selain itu, tradisi ini juga sebagai sarana untuk

menggalakkan perayaan Hari Gotong Royong sebagai sarana tercapainya keharmonisan

masyarakat.

Kegiatan nyadran secara umum adalah sebagai berikut:

1. Ziarah Kubur Pada bulan Ramadhan biasanya masyarakat mendatangi makam leluhur

untuk mencuci tangan dan memastikan makamnya bersih. Ini berfungsi sebagai simbol

peringatan bagi mereka yang telah kehilangan seseorang.

2. Padusan, atau mandi di sungai Warga di sungai atau tempat pemandian dilakukan

mandi. Mandi dilambangkan sebagai refleksi diri menjelang dimulainya Ramadhan.

3. Menjaga lingkungan Selain perbaikan diri, masyarakat juga berupaya memperbaiki

lingkungan.

4. Kenduri Warga berkumpul dan makan sama di kenduri. Selain itu, pertunjukan ini

biasanya dibawakan dengan Doa Bersama sebagai simbiosis doa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Pelaksanaan nyadran di Desa Kapung biasanya selesai pada tanggal 20. Berjalan

sesuai kebiasaan adat yang ada, acara tersebut diadakan di area Makam. Setelah sampai,

penjaga memakai masker berbahan bakul dan tenong (rantang) yang tidak nyaman karena

rampe. Seluruh menu tersebut nasi, sayur, ayam ingkung, bakmi, sayur kentang, atau krecek

menjadi salah satu yang disiapkan sejak hari pertama bulan ini. Banyak para hadirin yang

ditujukan kepada laki-laki. Beberapa sesepuhnya sudah cukup tua, namun masih bisa diatur

dengan jari. Setiap anak, tua atau muda, memiliki seseorang yang ingin sekali mengajari

mereka adat istiadat budayanya. Seratus Orang memadati sepanjang jalan makam tidak

kurang. Usai disambut oleh masing-masing veteran perang, diadakan upacara interaktif

dengan nilai-nilai bersama yang dicontohkan oleh mereka yang tua / sesepuh kampung. Usai

doa, acara dilanjutkan ketimbul bujono dengan alas daun pisang utuh yang di tengah kalangan

disediakan. Nasi putih di tepian daun pisang segera dicecer. Setelah ingkung ayam diciwel,

siswa dibagi rata. Bakmi dan sayur krecek dan segera tertebar merusak putih nasional.

Selanjutnya, mereka bisa bekerja sama. Cara bertindak seperti ini disebut dengan “semangat

kebersamaan berputar”, yaitu gotong royong dan paguyuban warga. Inilah pengorbanan

terbesar yang dilakukan para sesepuh bangsa demi anak mereka. Atau mangan sing penting

kumpul, ora mangan. Lokasi yang digunakan dalam pengobatan tradisional biasanya adalah

patung-patung besar yang bernilai tinggi untuk syiar agama atau makam leluhur. Umumnya

kegiatan nyadran dilakukan dengan doa kepada orang tua atau orang besar (tokoh) yang

terkena dampak ketika mengamalkan agama Islam di kemudian hari. Setiap komunitas di

suatu wilayah mempunyai lokasi ziarahnya masing-masing. Waktu nyadran biasanya

ditentukan pada tangga 15, 20 dan 23 Ruwah disebut juga sya'ban. Selain berdasarkan

kesepakatan, para anggota kelompok ini juga menganut prinsip mudhunan dan munggahan,

yaitu keyakinan bahwa Ruwah adalah orang pertama yang memasuki dunia saat masih kecil.

Upacara nyadran biasanya diawali dengan pembuatan kera, ketan, dan kolak. Generasi

pertama pekerja muda. Generasi muda adalah generasi Bangsa penerus. Sejak awal generasi

sekarang, praktik tradisional telah diikuti oleh muda. Dari sini mereka akan belajar cara yang

benar dalam menjalankan tradisi tersebut dari awal hingga akhir acara. Kemahiran dalam

mengungkapkan perasaan dan menafsirkan keyakinan agama yang mapan dapat dipelajari

dengan mudah. Karena masyarakat dan memegang teguh keyakinan agama menjadi sarana

utama dalam merayakan hari besar keagamaan, maka pada akhirnya timbul keinginan untukmerayakannya. Sedikit refleksi dan kerja keras akan membantu kita mengevaluasi kualitas

agama yang kita miliki.

Yang pertama hanya muncul setelah seseorang bertambah dewasa melalui interaksi

interpersonal dan pendidikan tentang kepercayaan tradisional; jika tidak, tradisi tersebut

lambat laun akan memburuk dengan sendirinya. Selanjutnya adat dan organisasi pemerintah

berkolaborasi untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang tradisi nyadran

yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Strategi dalam memberikan edukasi salah

satunya dilakukan pada saat pertukaran Perayaan oleh para pegawai instansi pemerintah dan

perwakilannya. Sambutan secara tidak serius memberikan dorongan kepada masyarakat untuk

terus mengamalkan nilai-nilai tradisional.

Langkah terakhir adalah memanfaatkan teknologi masa kini untuk merekam

pertunjukan tari tradisional. Dokumen ini dapat digunakan untuk mendidik generasi penerus

anak-anak yang diselingkuhi, yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai sarana untuk

mengembangkan nyadran yang lebih tradisional dan lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Wujud pelestarian budaya adalah nyadran pelestarian adiluhung nenek moyang nenek

moyang. Banyaknya kearifan dalam proses nyadran erat kaitannya dengan konteks kekinian.

Sebab, proses nyadran tidak hanya meliputi penilaian berkala terhadap makam leluhur,

selamatan/kenduri, dan penetapan kue apem ketan kolak sebagai unit utama. Secara lebih

spesifik, nyadran menjelma dapat digambarkan sebagai konstruksi sosial, konstruksi sosial,

jati diri suatu bangsa, sentimen nasionalis, dan sentimen kebangsaan.

Nilai nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Tradisi Nyadran

Kearifan lokal adalah salah satu manifestasi dari kebudayaan yang berasal dari hasil

adaptasi kelompok atau etnis dengan lingkungannya yang diwujudkan dalam bentuk budaya.

Wujud budaya dalam hal ini meliputi: 1) pengetahuan/ide/gagasan, 2) nilai, 3) norma, 4)

etika, 5) adat-istiadat, serta 6) aturan-aturan khusus. Dari perwujudan tersebut kemudian

dijadikan sebagai pedoman/petunjuk bagi seseorang atau kelompok dalam menjalani hidup

dan akan terus diwarisi ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, kearifan lokal mengandung

ajaran kebaikan bagi siapapun yang mengimplementasikannya. Salah satu wujud dari kearifan

lokal adalah nilai. Nilai menurut Mulyana (2011) dalam (Frimayanti, 2017: 230)adalah

sebagai dasar keyakinan dalam menentukan suatu pilihan. Pendapat berbeda diutarakan oleh

Rahman dan Ismail (2017: 125), menurutnya nilai adalah dorongan atau motivasi bagi

manusia untuk bersikap dan berperilaku. Sedangkan Kartono Kartini dan Dali Guno (2003)

berpendapat bahwa, nilai adalah keyakinan seseorang ataupun kelompok dalam menganggap

sesuatu itu penting dan baik (dalam Zakiyah & Rusdiana, 2014: 14). Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa, nilai adalah keyakinan seseorang ataupun kelompok dalam menganggap

sesuatu itu penting dan baik yang kemudian dijadikan sebagai pedoman/petunjuk dalam

berperilaku atau bersikap. Dari definisi nilai tersebut bila dikaitkan dengan kearifan lokal

berarti, ajaran yang berasal dari warisan nenek moyang yang diyakini oleh masyarakat

memiliki dampak baik untuk kehidupan, sehingga dijadikan sebagai pegangan untuk

berperilaku dan bersikap. Dalam tradisi Nyadran terdapat nilai-nilai kebaikan yang bisa

diimplementasikan sebagai pedoman hidup. Nilai-nilai yang dimaksud diantaranya sebagai

berikut1.Nilai Religius

Nilai religius berkenaan dengan kepercayaan atau keyakinan manusia dalam menjalin

hubungan dengan Tuhan yang diimplementasikan untuk mengatur dan mengarahkan

kehidupan manusia. Tradisi Nyadran akan sarat dengan nilai-nilai religi, sebab tradisi ini

dilakukan sebagai bentuk atau wujud masyarakat Jawa dalam bersyukur kepada Tuhan YME

dan para leluhurnya. Dengan kata lain, nilai religius pada tradisi Nyadran berisi tentang nilai

kedermawanan, kesalehan, dan penghambaan (Wajdi, 2017: 128). Nilai religius sangat

berpengaruh terhadap masyarakat Jawa dalam berperilaku dan bertindak, tanpa adanya nilai

ini masyarakat Jawa akan cenderung berbuat semena-mena dan tidak memiliki aturan dalam

hidupnya. Nilai religius dalam tradisi Nyadran ada dalam pelaksanaan atau prosesi ritual yang

pada umumnya berkenaan dengan doa bersama. Seperti misalnya yang ada di Desa Kapung,

Tanggungharjo, Grobogan,

2. Nilai Sosial

Di kawasan Kapung, nilai-nilai sosial Tanggungharjo terlihat dari kesediaan masyarakat untuk

melakukan pekerjaan sosial yang bermakna terkait interaksi sehari-hari dengan masyarakat

umum. Hal inilah yang menghambat masyarakat Jawa dalam menjalin hubungan satu sama

lain. Dalam konteks tradisi Nyadranan, komponen sosial adalah ritual atau upacara yang

biasanya dilakukan tanpa menggunakan sumber daya masyarakat atau alternatifnya sumber

daya alternatif yang berasal dari masyarakat secara keseluruhan dan melibatkan setiap

anggota masyarakat. Membersihkan sareyan secara gotong royong atau bersama-sama.

Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok tidak hanya terbatas pada kelompok kecil saja;

juga mencakup kegiatan seperti pengajian, kenduri, Nyadran, dan bahkan upacara

pemakaman. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial terpenting dalam tradisi Nyadran adalah nilai-

nilai yang mengedepankan solidaritas sosial, seperti bergotong-royong, silaturahmi, tolong

menolong, kerukunan, toleransi, serta saling pengertian dan menghargai orang lain.

3. Nilai Pendidikan

Pendidikan harus inklusif terhadap seluruh aspek yang dapat memberdayakan masyarakat

menjadi warga negara yang taat hukum.. Dapat juga digambarkan sebagai formula yang dapat

meningkatkan kinerja dan kepercayaan diri seseorang dari awal hingga akhir. Pendidikan

yang ada dalam tradisi Nyadran telah diaplikasi pada pemaparan prioritas, yang dilambangkan

untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala kasih dan karunia yang telah mengirimkan nikmat

sehat, nikmat rezeki, dan keselamatan bagi masyarakat. Selain itu, Masyarakat Jawa juga

diajarkan untuk selalu bersikap sopan, baik hati, dan menghargai orang lain, baik yang lebih

senior atau yang kurang berpengalaman. Masyarakat Jawa merasa bahwa jika mereka disiplin

dan berperilaku baik, maka akan berdampak buruk pada kualitas hidup mereka. Selanjutnya,

masyarakat Jawa diimbau untuk menghormati dan menghormati hukum karena mereka

memahami bahwa hukum melanggar taraf hidup mereka. Akibatnya, mereka berisiko

mengalami malapetaka jika tidak melakukan tindakan tersebut. Seperti telah disebutkan

sebelumnya, solidaritas sosial sangat penting bagi masyarakat Jawa; Oleh karena itu,

masyarakat diajarkan untuk selalu menjalani kehidupan pribadi, memperlakukan orang lain

dengan baik, tidak menyakiti orang lain, dan tidak pernah memanfaatkan orang lain. Selain

itu, masyarakat Jawa diajarkan untuk menjalani pola hidup rukun yang selaras dengan tanah,

artinya tanah tidak boleh hilang.Tantangan pelestarian Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo

Tantangan pelestarian Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa

Tengah. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian tradisi tersebut antara

lain:

1. Perubahan Sosial dan Budaya: Desa Kapung dapat mengancam keberlangsungan

Tradisi Nyadran. Perkembangan teknologi, urbanisasi, dan modernisasi menyebabkan

pergeseran nilai-nilai tradisional serta menurunnya minat generasi muda untuk

mempelajari dan menjaga tradisi leluhur.

2. Kehilangan Minat Generasi Muda: Generasi muda cenderung lebih tertarik pada gaya

hidup modern dan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga warisan

budaya lokal. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang makna dan nilai-nilai

Tradisi Nyadran dapat menyebabkan kurangnya partisipasi mereka dalam menjalankan

tradisi tersebut.

3. Keterbatasan Sumber Daya: Desa Kapung. Kurangnya dana untuk menyelenggarakan

acara, kurangnya fasilitas pendukung seperti tempat ibadah, dan minimnya dukungan

dari pemerintah menjadi hambatan dalam mempertahankan tradisi tersebut.

4. Globalisasi dan Pengaruh Luar: Pengaruh budaya asing melalui media massa dan arus

globalisasi dapat menggeser nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi oleh

masyarakat Desa Kapung. Budaya populer yang masuk dari luar bisa menggantikan

minat dan perhatian terhadap tradisi lokal, termasuk Tradisi Nyadran.

5. Kurangnya Kesadaran Masyarakat: Kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya

lokal mungkin masih rendah di kalangan masyarakat Desa Kapung. Kurangnya

pemahaman tentang nilai-nilai budaya dan dampak positifnya bagi kehidupan

masyarakat bisa membuat mereka tidak peduli terhadap pelestarian Tradisi Nyadran.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat,

tokoh adat, dan lembaga non-pemerintah. Langkah-langkah konkret seperti penyuluhan,

pelatihan, pengembangan program pendidikan budaya, pembentukan komunitas pelestari

budaya, serta penguatan regulasi dan kebijakan perlindungan budaya lokal dapat dilakukan

untuk menjaga Tradisi Nyadran tetap hidup dan berkelanjutan.

Upaya Pelestarian Tradisi Nyadran Di Desa Kapung, Tanggungharjo

Upaya untuk melestarikan Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan,

Jawa Tengah, memerlukan kerjasama dan keterlibatan dari berbagai pihak, baik masyarakat

setempat, pemerintah, maupun lembaga terkait. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat

dilakukan untuk menjaga keberlangsungan tradisi tersebut:

a. Penyuluhan dan Pendidikan Budaya: Mengadakan kegiatan penyuluhan dan

pendidikan budaya kepada masyarakat, terutama generasi muda, tentang makna, nilai-

nilai, dan pentingnya Tradisi Nyadran. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar,

workshop, atau pelatihan yang melibatkan tokoh-tokoh adat dan budayawan.

b. Pengembangan Program Pendidikan: Membuat program pendidikan formal dan non-

formal di sekolah-sekolah yang memasukkan materi tentang Tradisi Nyadran dalam

kurikulum. Dengan demikian, generasi muda dapat belajar dan memahami tradisi

tersebut sejak dini.

c. Kegiatan Budaya Rutin: Menyelenggarakan kegiatan budaya rutin, seperti

pertunjukan seni tradisional, pameran budaya, dan festival tradisi, yang memasukkan

Tradisi Nyadran sebagai bagian dari acara tersebut. Hal ini dapat meningkatkan

apresiasi dan minat masyarakat terhadap tradisi lokal.d. Pengadaan Dana dan Sarana Prasarana: Menggalang dana dari berbagai sumber, baik

pemerintah, swasta, maupun donatur, untuk mendukung penyelenggaraan Tradisi

Nyadran. Dana tersebut dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki sarana

prasarana yang diperlukan, seperti tempat ibadah atau panggung pertunjukan.

e. Konservasi dan Penelitian: Melakukan konservasi terhadap benda-benda bersejarah

dan artefak budaya yang terkait dengan Tradisi Nyadran, serta melakukan penelitian

terkait asal-usul, perkembangan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi

tersebut.

f. Pemberdayaan Masyarakat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga

dan mengembangkan Tradisi Nyadran dengan memberikan ruang bagi inisiatif dan

kreativitas mereka. Melibatkan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan

dan pelaksanaan kegiatan dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab

terhadap tradisi tersebut.

g. Penggunaan Media Sosial: Memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk

mempromosikan, membagikan informasi, dan membangun jejaring terkait Tradisi

Nyadran. Dengan cara ini, pesan tentang pentingnya pelestarian tradisi dapat

disampaikan kepada khalayak yang lebih luas.

h. Penguatan Regulasi dan Kebijakan: Mendorong pemerintah setempat untuk

mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang mendukung pelestarian Tradisi Nyadran,

seperti memberikan perlindungan hukum terhadap warisan budaya dan

mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pelestarian budaya.

Dengan melakukan upaya-upaya tersebut secara terpadu dan berkelanjutan, diharapkan

Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, dapat tetap

menjadi bagian budaya masyarakat setempat.KESIMPULAN

Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, mengeksplorasi

kekayaan budaya dan nilai-nilai lokal diwariskan ke generasi muda. Dalam

menyelenggarakan Nyadran, warga Desa Kapung menggabungkan unsur-unsur agama,

budaya, dan sosial secara harmonis, menciptakan sebuah ritual yang menggambarkan

identitas kolektif dan kohesi sosial dalam masyarakat mereka.

Salah satu aspek penting dari tradisi Nyadran adalah penghormatan terhadap leluhur. Melalui

ritual ini, masyarakat Desa Kapung memperkuat ikatan emosional dan spiritual dengan nenek

moyang mereka, mengakui peran penting yang dimainkan oleh leluhur dalam membentuk

identitas dan keberlangsungan hidup komunitas. Penghormatan terhadap leluhur juga

tercermin dalam upacara adat, di mana pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai turun-

temurun.

Tradisi Nyadran juga mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan gotong royong dalam

masyarakat Desa Kapung. Kolaborasi antar warga, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan

ritual, menunjukkan kesatuan dan kekompakan dalam menjaga dan merayakan warisan

budaya mereka. Kebersamaan ini menciptakan suasana harmonis di antara masyarakat,

memperkuat rasa saling percaya dan kepedulian satu sama lain.

Selanjutnya, Nyadran juga menjadi wadah untuk memperkuat hubungan antargenerasi.

Melalui partisipasi aktif dalam ritual ini, generasi muda belajar menghargai dan mewarisi

nilai-nilai tradisional yang telah mengakar kuat dalam budaya mereka. Sementara itu, para

sesepuh berperan sebagai pembimbing, mengajarkan kebijaksanaan dan kearifan yang mereka

kumpulkan selama bertahun-tahun kepada generasi penerus.

Dalam konteks yang lebih luas, tradisi Nyadran di Desa Kapung merupakan bagian integral

dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan dipromosikan. Melalui

pemahaman dan apresiasi terhadap tradisi lokal seperti Nyadran, kita dapat memperkuat

identitas budaya bangsa, serta memperkuat rasa kebersamaan dan persatuan di tengah

perubahan zaman yang terus berlangsung.

Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, tidak hanya

merupakan warisan berharga dari masa lalu, tetapi juga sebuah sumber kearifan lokal yang

terus hidup dan berkembang dalam menjawab tantangan zaman modern. Dengan

mempertahankan dan merayakan tradisi ini, masyarakat Desa Kapung mengukuhkan identitas

mereka sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keanekaragaman budaya Indonesia.

SARAN

Meskipun tradisi Nyadran Makam telah berlangsung selama bertahun-tahun, ada beberapa

saran yang dapat diberikan untuk memperkaya dan melestarikan tradisi ini. Pertama, lebih

banyak mengundang partisipasi generasi muda dalam pelaksanaan tradisi ini. Hal ini dapat

dilakukan melalui penyelenggaraan kegiatan yang menarik dan relevan bagi mereka, seperti

lomba seni tradisional atau workshop tentang sejarah dan filosofi Nyadran Makam.Kedua, menggali lebih dalam tentang makna dan simbolisme di balik setiap elemen dalam

tradisi ini. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, tradisi Nyadran Makam dapat menjadi

sarana edukasi yang kuat dalam menjaga dan memperkaya warisan budaya kita.

Terakhir, menggabungkan aspek modern dalam pelaksanaan tradisi ini dapat menjadi cara

yang menarik untuk menarik minat generasi muda. Misalnya, mengadakan pameran fotografi

atau kontes media sosial yang menggambarkan keindahan dan nilai-nilai dari tradisi Nyadran

Makam.

Dengan mengikuti saran-saran ini, tradisi Nyadran Makam dapat terus berkembang dan tetap

relevan di tengah perubahan zaman, sementara tetap mempertahankan harkat dan martabatnya

sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya kita

DAFTAR PUSTAKA

Wijaya A. A, Syaiffudin, & Dhita, A. N. (2021) Nilai-nilai Kearifan Lokal rumah Adat Jurnal

Pendidikan Sejarah, 10(1). https://doi.org/10.36706/JC.V10I1.11488.

Santosa, A., & Sujaelanto. (2020). Upacara Nyadran di Desa Srebegan Kecamatan Ceper

Kabupaten Klaten Sebagai Wujud Pelaksanaan Pitra Yadnya Dalam Ajaran Hindu.

Jawa Dwipa: Jurnal Penelitian dan Penjaminan Mutu, 1(2). Diambil dari

https://ejournal.sthd-jateng.ac.id/JawaDwipa/index.php/jawadwipa/article/view/29

Wajdi, M. B. N. (2017). Nyadran, Bentuk Akulturasi Islam Dengan Budaya Jawa. Jurnal

Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan, dan Teknologi, 16(2).

https://doi.org/https://ejournal.staimnglawak.ac.id/index.php/lentera/article/view/280

Sudibyo, A. (2019). "Tantangan Pelestarian Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo,

Grobogan, Jawa Tengah." Jurnal Kebudayaan, 7(2), 89-102.

Prasetyo, B. (2020). "Dinamika Pelestarian Tradisi Nyadran di Era Globalisasi: Studi Kasus

Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah." Jurnal Antropologi Budaya,

8(1), 45-5.

Suprapto, D. (2020). "Upaya Pelestarian Tradisi Nyadran di Desa Kapung, Tanggungharjo,

Grobogan, Jawa Tengah: Studi Kasus Partisipasi Masyarakat Lokal." Jurnal

Kebudayaan Lokal, 8(2), 45-58.

Wibowo, E. (2021). "Strategi Pelestarian Tradisi Nyadran di Era Modernisasi: Tantangan dan

Peluang di Desa Kapung, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah." Jurnal

Antropologi Budaya, 9(1), 112-125.

Hendra, S. (2024). Ini Tujuan Nyadran Sebelum Datang Bulan Ramadhan, Jangan Sampai

Salah. Di akses pada tanggal 26 April 2024

https://www.suaramerdeka.com/religi/amp/0411908840/ini-tujuan-nyadran-sebelum-d

atang-bulan-ramadhan-jangan-sampai-salah#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=1714

1344900417&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com

Puspasari, S. (2023). Tradisi Nyadran: Sejarah, Makna, dan Ragam Kegiatan. Di akses pada

tanggal 26 April 2024

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/03/07/231517278/tradisi-nyadran-sejarah-m

akna-dan-ragam-kegiatan?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun