Melihat kakaknya yang tak pernah mengeluh, ia tak pernah tega menggunakan uang jajannya untuk makan. Jika temannya mengajak ia main, ia menolak. Ani tahu kondisi keluarganya, maka ia belajar pintar-pintar agar tidak membebani kakaknya. Namun kali ini Ani sedih, bahwa dia terpaksa harus meminta uang pada kakaknya.
"Mas, ini... Ani ada acara perpisahan."
"Ah iya, kamu habis UN yah Ni, butuh berapa perpisahan?"
Afrizal tersenyum bertanya sambil mengeluarkan dompetnya, padahal dalam hatinya dia bersiap diri mendengar digit angka uang yang akan diucapkan Ani.
"Tiga ratus..." Ani tiba-tiba saja memalingkan wajahnya, "Gak usah deh mas."
Ani tentu ingin sekali ke acara perpisahan untuk meninggalkan kenang-kenangan bersama sahabat-sahabatnya, tapi apakah acara perpisahan itu wajib sekali untuk diikuti? Lagipula tiga ratus itu uang yang besar sekali, pikir Ani, itu juga sudah dikurangi uang tabungan Ani. Memang perpisahan kali ini istimewa, karena sekolahnya berencana untuk pergi ke Jogja, tur ke universitas-universitas dan tempat wisata. Tapi kemewahan itu bukan untuk Ani, pikirnya.
"Nih."
Demikian Ani sudah berkata begitu, uang tiga ratus ribu tergeletak di tempat setrikaan. Afrizal sudah memasukan lagi dompetnya di kantung celananya.
"Mas, Ani..."
"Udah, gak papa. Mas masih banyak simpenan duit kok."
Ani memeluk kakaknya.