Tapi, siapa sebenarnya Calvin Wan? Ia seperti cenayang. Mungkinkah ia sebenarnya paranormal yang memiliki mata batin yang tajam? Buktinya, ia selalu tahu apa yang dilakukan dan dirasakan Sofia.
Walau membenarkan nasihatnya, tetap saja Sofia kesal dengan si penyanyi cafe. Sama seperti surat sebelumnya, surat yang diterimanya hari ini berakhir menjadi robekan-robekan kecil di tempat sampah.
** Â Â Â Â
Malam ini hujan deras mengguyur kota. Kesuraman melingkupi metropolitan, sesuram hati Sofia. Ia baru saja bertengkar dengan ayahnya. Sang ayah kecewa karena Sofia terlalu sibuk dengan pekerjaan. Sampai-sampai lupa menjenguknya di rumah sakit. Ayahnya mengingatkan kalau dirinya satu-satunya anggota keluarga Sofia yang masih hidup. Semula Sofia bisa bersabar menghadapi kemarahan ayahnya. Namun kesabaran pun berbatas. Emosinya naik, dan pecahlah pertengkaran di rumah sakit.
Hati Sofia terpagut penyesalan. Tak seharusnya ia membalas kemarahan ayahnya dengan amarah pula. Bagaimana caranya meminta maaf?
Di tengah kegalauannya, lagi-lagi Sofia menemukan surat Calvin.
Dear Nona Sofia,
Berat saat kita berkonflik dengan orang tua kita sendiri. Mempertahankan ego dan pendapat, atau menuruti orang tua yang tak sejalan dengan kita. Semua itu kembali ke diri kita masing-masing. Aku paham bagaimana perasaan Nona. Aku percaya, Nona sangat mencintai Pak Baskoro. Begitu pula Pak Baskoro. Sangat mencintai Nona Sofia.
Meminta maaf dengan lemah lembut dan tulus dapat dicoba. Permintaan maaf dapat mencairkan hati yang beku. Belajarlah memaafkan, Nona. Sebab memaafkan akan terasa indah. Memaafkan berbeda dengan melupakan, Nona. Memaafkan berarti mengikhlaskan apa yang telah terjadi. Kita tetap mengingatnya, namun dengan pemahaman yang berbeda. Sedangkan melupakan hanyalah berusaha untuk tidak mengingat kejadian itu lagi meski dengan hati yang belum ikhlas.
Semoga Nona Sofia dan Pak Baskoro bisa saling memaafkan.
Meski ini bukan hari yang menyenangkan untuk Nona, tapi aku ingin tetap mengatakan...