Mendengar itu, Suster Ghea terdiam. Menatap mata sepupu tampannya itu lekat-lekat. Refleks menggenggam tangan Calvin lebih erat.
"Calvin...kamu tidak berubah. Aku heran, orang baik sepertimu harus diuji penyakit sindroma Hughes." desahnya.
Mereka sampai di halaman. Terlihat beberapa pasien rumah sakit dan keluarganya duduk di bangku taman. Mengobrol, sesekali berfoto. Kebersamaan tercermin dari sikap mereka.
Tanpa sengaja, pandangan Calvin tertumbuk pada sesosok wanita cantik berambut panjang di sudut halaman. Di samping wanita itu, duduk seorang pria paruh baya berkepala botak. Nampaknya pria itu pasien rumah sakit.
Semenit. Tiga menit. Lima menit, Calvin tak bisa melepaskan tatapannya dari wanita itu. Wajah wanita itu sangat cantik. Ia memiliki mata indah dan alis yang bagus. Senyum tipis bermain di bibir mungilnya. Kulit putihnya, wajah mulus nan cantiknya, penampilan modisnya, dan pembawaan anggunnya mencerminkan jika wanita itu berasal dari keluarga berada.
Sekali lagi, wanita itu tersenyum. Sensasi kehangatan menyelusup ke hati Calvin. Meski tahu pasti senyuman itu bukan untuknya, tetap saja terasa hangat saat melihatnya. Wanita itu tersenyum untuk pria botak di sisinya. Mungkin itu ayahnya, mungkin saja bukan.
"Calvin, are you ok?"
Tepukan lembut di pundaknya dan suara mezosopran Suster Ghea menyadarkannya. Dengan enggan, Calvin berpaling memandang Suster Ghea.
"Kamu kenapa?" selidik Suster Ghea.
"Ghea, siapa dia?" Calvin balik bertanya.
Suster Ghea mengikuti arah pandangan Calvin. "Oh, perempuan cantik itu. Namanya Sofia, anak tunggalnya Pak Baskoro."