"Dokter!! Ini anak lihat bodoh sekali! Udah bodoh masih juga ngompol!" seru mama kesal.
Saya yang mendengar itu kaget bukan main karena ngompol dibawa-bawa. Dan, reaksi dokter saat itu masih jelas di pelupuk mata.
Kening dokter berkeryit tidak karuan. Dokter menatap saya tajam lalu mama.
"Biasanya anak seusia ini yang masih ngompol disebabkan masalah psikologis. Kamu salah bawa dia ke saya. Sebaiknya kamu cari psikolog untuk cek kejiwaan anak. Tetapi, waktu ke psikolog jangan anak ini sendiri yang diperiksa. Kalian orang tua juga harus ikut diperiksa," kata dokter.
Mama dan papa pun langsung diam membeku.
"Tetapi, sebelum ke psikolog saya mau dia tes bisa tahan kencing atau tidak selama 10, 15, 30 menit hingga 1 jam dalam 1 hingga 3 hari. Kalau bisa berarti tidak ada masalah," lanjut dokter.
Penyebab mengompol itu karena posisi ranjang di sudut yang membuat saya malas bangun. Saya sudah sering protes minta pindah tapi tidak dihiraukan.Â
Keesokan hari, permintaan dokter membuat saya menderita. Padahal di depan mata ada toilet bersih dan kosong, tetapi tidak bisa saya masuki. Mama dengan ketat mengawasi saya. Hari ke-3, dokter mengatakan saya sehat dan menyuruh mama cari sendiri psikolog. Mama jelas tidak mengikuti saran itu.
Masalah pernafasan membuat saya kesulitan berteman karena tidak bisa bermain secepat dan lincah yang lain.
Dokter selalu mengingatkan saya untuk jaga diri. "Kamu boleh bermain kalau saat tahu rasa tahu harus gimana. Tetapi kalau saat tahu rasa tidak tahu harus gimana, tidak usah main."
Entah sejak usia berapa diajari dokter cara mengendalikan nafas saat sesak. Saya harus segera berhenti jalan atau lari begitu merasa ada yang salah di dalam tubuh dan lain sebagainya.