"Tapi nggak mungkin gara-gara gigi jadi gini parah!!" balas saya.
"Ini nyahut lagi!! Awas kamu kalau bersuara lagi! Udah diam dan percaya saja sama saya!" balas dokter dengan kesal bukan main.
Mama dan papa hanya diam tersenyum. Sepertinya mereka senang saya dimarahi keras oleh dokter.
"Kamu turun! Ambil sendiri ini resep kamu, terus cepat pergi beli ke apotik di depan!" perintah dokter ke saya yang masih duduk di ranjang.
"Nanti sampai rumah segera minum. Harganya tidak seberapa tapi begitu sekali minum malam ini, kamu pasti langsung baikan. Percaya sama omongan saya," lanjutnya begitu saya mengambil kertas resep.
Sesampai di rumah segera saya minum sesuai anjuran dokter dan tidak lama kemudian saya merasa luar biasa membaik. Pipi yang bengkak langsung kempes.
Saat itu mendadak saya teringat masa kanak sampai kelas 3 SD. Saya yang waktu itu selalu percaya dan menurut perintah dokter dengan diam maupun menangis.
Waktu kuliah entah kenapa mulai sering terkena flu, batuk, dan pilek. Di kampus ada klinik gratis untuk mahasiswa. Saya memutuskan pergi ke sana tetapi, obat klinik meski bisa bikin sembuh ada yang salah menurut saya.
JAMAN BERUBAH
Saya daripada kembali ke klinik, memutuskan pergi ke rumah dokter saat sakit lagi. Menurut saya lebih baik mengadu ke dokter yang merupakan guru besar daripada dokter klinik. Hanya dengan mengatakan ada yang salah, dokter langsung tahu harus bagaimana.
Waktu buka pintu gerbang, suster langsung mengenali saya. Bagi mereka, saya ini masih anak kemarin sore yang datang sendirian dengan memeluk erat dompet mama.