Setelah suster dan dokter pergi, saya segera bangun dan membereskan tempat tidur. Tetapi, sesuai ucapan dokter hasilnya berantakan.Â
Mama waktu menuju rumah sakit ada cerita kalau kakak tidak pernah mengeluh sakit perut. Semalam dia dibawa ke dokter untuk periksa batuk pilek. Tetapi, waktu dokter pegang perut langsung menyuruh besok operasi. Tadi waktu sampai rumah sakit mama kaget karena semua sudah diatur dokter dengan mengatakan ke pihak rumah sakit kalau kita keluarga.Â
Saat terkena covid-19, saya sadar tidak punya hak untuk mengatur dokter karena bukan dokter apalagi keluarga.
"Aduh nooooon! Kamu setiap ke sini kenapa ganti dokter terus!?" tanya dokter yang merupakan guru besar saat memeriksa rekam medis saya.
Waktu kecil, kata mama waktu dokter menyadari ada masalah di mata, saya segera dirujuk ke teman dokter. Dokter itu begitu tahu saya pasien siapa langsung berulang kali cek dengan merinci supaya tidak ada kesalahan saat melapor ke dokter. Akhirnya didapati kesimpulan yang sulit dijelaskan ulang oleh mama tetapi bisa saya mengerti setelah gonta-ganti dokter.
Puncaknya saat bertemu guru besar ini. Guru besar kembali cek ulang dan mendapat kesimpulan seperti teman dokter waktu itu.
Saya pun memutuskan tidak ganti dokter hingga suatu saat karena pekerjaan membuat saya telat 2 bulan dari jadwal kontrol.
"Non, nanti kamu jangan ke sini lagi. Saya rujuk kamu ke guru saya. Cuma beliau yang saya percaya untuk merawat kamu," kata guru besar lalu menulis catatan untuk guru kemudian memanggil suster untuk buatkan janji temu saya dengan guru.
Meski bingung tiba-tiba dipindah dokter tetapi, saya diam seribu bahasa.
"Meski dokter itu tidak mempunyai gelar seperti saya tetapi, beliau guru yang menjadikan saya seperti ini. Kamu kalau mau ganti dokter nanti minta saran beliau. Beliau sudah sepuh dan mungkin tidak lama lagi pensiun. Kamu harus ingati beliau untuk dicarii penganti," pesan guru besar.