"Salah sendiri ga ikut perintah! Besok pergi sendiri ke dokter minta tolong timbangi!"
Keesokan hari, saya pergi sendiri dengan menenteng plastik berisi obat yang menjadi bubuk semua.
Sejak itu saya belajar untuk patuh pada perintah.Â
Saya entah sejak usia berapa memiliki masalah di pernafasan. Hanya saya anak yang mewarisi penyakit asma dari mama. Tetapi, sepertinya masalah saya tidak hanya disebabkan asma. Penyakit itu membuat sering bolak-balik periksa sehingga tempat praktek dokter menjadi rumah kedua.
Suatu hari, saya ingat sekali merasa ada yang tidak beres di tubuh. Saya lupa mama sedang apa sehingga saya memutuskan pergi sendiri dengan memeluk erat dompet mama.
Karena, saya belum bisa baca dan tulis maka begitu sampai di sana saya langsung sodorkan dompet ke suster untuk ambil sendiri dan minta tulis di kertas kalau kurang supaya nanti waktu pulang kasih mama baca dan saya balik lagi anter.
Saat antri menunggu tiba-tiba ada ibu yang protes ke suster karena memperbolehkan saya datang sendiri. Melihat itu saya ketakutan bukan main dan tidak mengerti kenapa ibu itu marah tidak ada orang tua yang mengantar. Sedangkan di otak saya datang periksa ke dokter sendirian tidak ada beda dengan bersekolah. Tidak ada orang tua yang menemani belajar di kelas.
Saya hanya diam dan mulai mau menangis. Tapi, mendadak muncul dokter dan berkata,"anak itu biarkan saja. Dia anak kerabat saya." Saya segera disuruh masuk ke dalam ruang praktek.
Sampai di rumah, mama marah besar mendengar cerita saya. Saya pun dilarang untuk pergi sendiri lagi. Tetapi, larangan itu tidak saya patuhi.
TAHU RASA
Mama kembali marah besar setelah melihat nilai rapot kelas 2 SD. Saya dan rapot kembali dibawa ke dokter. Tetapi, kali ini papa juga diajak ikut pergi.