Siska menghalalkan segala cara untuk mendapatkan perhatian dari sang pujaan hati. Namun hasilnya nihil bukannya mendapat perhatian yang Raga berikan adalah sebuah kebencian.
Rumor yang telah dibuat sebelumnya menyebar begitu cepat bahkan sudah mencapai telinga guru-guru, hingga akhirnya Arthur dan Raga di panggil ke ruangan bimbingan konseling. Disana mereka menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan juga apa yang Arthur alami. Namun, karena Arthur merasa tertekan dan tidak tahan dengan semua ucapan orang-orang yang dilemparkan kepadanya membuat ia memutuskan untuk pindah sekolah. Selang beberapa minggu Raga menyusul Arthur untuk pindah sekolah setelah menyelesaikan urusannya dengan Siska dan temannya.
"Emang salah ya kalo cowo temenan sama cewe?" Tanya Arthur pada orang di sebelahnya sembari memejamkan mata.
Sekarang ini Arthur dan orang itu tengah di taman sekolah yang sedikit ramai, karena sedang jam istirahat juga.
"Ya kalo emang mau temenannya sama cewe, lebih seneng temenan sama cewe kenapa enggak?" Ujar orang di sebelah Arthur sembari membuka matanya.
"Orang suka menilai diri kita itu seperti apa dan gimana, itu yang membuat kita gak bisa nerima diri kita sendiri. Padahal apa yang mereka nilai gak sepenuhnya benar." Lanjut orang itu dan mulai beranjak dari duduknya.
"Gak ke kantin dulu Sar?" tanya Arthur.
"Gak, males." Jawab Sarah singkat yang di balas anggukan oleh Arthur.
Sarah berjalan menuju kelas mereka meninggalkan Arthur yang masih terdiam disana, tiba-tiba kepalanya mendadak pusing dan pandangannya seketika menjadi kabur dan kemudian menjadi gelap tak lama berselang seseorang membangun Arthur dengan menggerakkan bahu Arthur dan sesekali menampar pipinya tidak keras. Akhirnya Arthur membuka matanya menampakkan seseorang yang begitu ia kenal sedang bernafas lega.
"Dimana ini?"
"Di taman belakang sekolah. Kamu lupa sekolah sendiri?"