Sebagai contoh, warga terkena gigitan ular berbisa; atau warga digigit anjing atau kucing liar. Seharusnya faskes yang ada dapat memberikan pertolongan pertama, khususnya memberikan vaksinasi anti rabies atau pengobatan darurat untuk membasmi "bisa" ular.
Jangan sampai menunggu merebaknya kasus gigitan anjing atau kucing liar dan pagutan ular berbisa baru pemerintah menyediakan penanganan.
3. Minimnya faskes korban hewan liar
"Cuma di puskesmas siaga ini tersedia vaksin anti rabies. Kalau untuk vaksinasi anti rabies lanjutan, ibu konfirmasi ke kami dulu, supaya kami cek dulu ketersediaan vaksin, karena dari Tenggarong, Bontang, Sangatta, dan kabupaten kota lainnya juga ambil vaksin di sini."
Perkataan sang mantri atau perawat (entah yang mana yang benar) menimbulkan tanda tanya besar di hati, apalagi ditambah dengan pernyataannya berikut, "Selain itu juga tidak banyak terjadi kasus gigitan kucing, anjing, ular, atau hewan-hewan liar lainnya, sehingga pasokan vaksin anti rabies dan obat- obatan penanganan pertama untuk korban hewan liar sangat terbatas, disesuaikan dengan kebutuhan...."
Pernyataan dari sang mantri patut diperdebatkan, "Tidak banyak terjadi kasus..." atau "menurun", kalau bisa dikatakan begitu, harus disertai dengan fakta dan data.
Fakta yang tak terbantahkan, terpampang di hadapan mata. Kucing liar ada di mana-mana. Menurut asumsi saya, mustahil kasus gigitan kucing liar tidak banyak,
Yang ada dalam benak saya, mengapa tidak banyak terjadi kasus, dilatari oleh 2 (dua) alasan.
Pertama, Kebanyakan warga berpikir rabies ditularkan oleh anjing, bukan kucing. Saya sendiri baru tahu beberapa tahun yang lalu bahwa kucing juga bisa membawa "rabies". Masifnya teknologi informasi membuka wawasan lebih lagi.
Kedua, Malasnya berobat ke faskes terdekat karena lamanya antrean. Sudah jamak terjadi di Indonesia kalau antrean mengular panjang di berbagai instansi pemerintahan.
"Sudah panjang, pelayanannya tidak ramah lagi," kata A, salah salah seorang teman yang menjalani layanan kesehatan di faskes terdekat dengan rumahnya.
Hanya satu faskes yang melayani penanganan kesehatan korban hewan liar tentu saja sangat tidak memadai, apalagi dengan jumlah penduduk di kota Samarinda yang terbilang banyak.