"Aduuuh, kurang ajar nih kucing," omel D dengan volume memekakkan telinga, "Sudah kuusir, masih aja balik. Pusing aku! Bikin bau aja di sini!"
"Kamu pakai DEF kan? Emang gak mempan?" tanya emak T (DEF adalah salah satu merek karbol yang terkenal di Indonesia).
"Mana mempan! Udah kupel sama DEF tetep aja si meong balik," D geleng-geleng kepala.
"Kok bisa nyasar ke tempatmu, Say?" tanya T.
"Yah, salahku juga. Emak kucing beranak di atapku. Tiga ekor berojol. Bayangin! Awalnya sih gak masalah. Lama kelamaan mereka malah ngelunjak! Beol dan pipis sembarangan."
Akan menghabiskan berlembar-lembar kertas kalau menyangkut perbincangan para emak-emak. Singkat cerita, tidak ada solusi atas kenakalan para meong.
Saya juga pernah mengalami kucing beranak tiga di kos saya dulu. Sejak itu, kebersihan seakan susah terealisasi. Tiga anak kucing buang air besar dan air kecil sembarangan.
Untungnya ada teman kos yang "memindahkan" kucing-kucing tersebut. Akhirnya, Setelah berhari-hari tersiksa dengan kelakuan nakal para meong, keamanan dan kenyamanan kembali hadir di kos saat itu.
2. Tidak siapnya faskes dalam memberikan pertolongan pertama pada korban serangan hewan liar
IGD atau Instalasi gawat darurat.
Itulah tempat yang dituju bagi kebanyakan warga yang mengalami musibah, entah itu kecelakaan lalu lintas (lakalantas), mengidap penyakit kronis, atau hal-hal di luar kendali manusia.
Dimana posisi korban serangan hewan liar? Menurut saya, tentu saja dikategorikan pada hal-hal di luar kendali manusia. Apa pun fasilitas kesehatan (faskes) yang ada, sudah seharusnya siap dengan berbagai risiko yang menimpa setiap warga yang perlu segera mendapat penanganan medis terkait musibah yang mereka peroleh.Â