NAMA Â : Elza Febriana
NIM Â Â Â : 222121053
KELAS : HKI 4B
MATKUL. : Hukum Perdata Islam di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Sayyid Sabiq perkawinan atau yang disebut dengan pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Tuhan, baik untuk manusia, hewan maupun tumbuhan. Pernikahan merupakan cara yang dibenarkan dan yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan untuk beranak-pinak, berkembang biak dan untuk melestarikan kehidupannya.Sebelum terjadinya akad pernikahan, dalam Islam terdapat langkah
awal yang dapat dilakukan sebagai jalan menuju pernikahan, yang disebut dengan khitbah atau peminangan. Khitbah sendiri merupakan pernyataan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya melalui perantara orang yang dapat dipercaya atau dirinya sendiri.Karena merasa diberi kemudahan dalam mendapatkan izin dari kedua orang tua untuk pergi bersama dengan calon suami atau calon istrinya, maka tidak menutup kemungkinan calon suami atau calon istri atau keduanya mendapat berbagai informasi mengenai trend foto prewedding yang sedang menjadi perbincangan masyarakat luas.
Trend foto prewedding ini menjadi perbincangan yang serius di kalangan pasangan calon pengantin di Desa Petung Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Di era modern seperti saat ini, kemajuan teknologi membawa dampak terhadap perkembangan informasi, hal tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dan mempengaruhi gaya hidup mereka. Banyaknya penawaran terhadap jasa pemotretan foto prewedding dengan konsep yang menarik menjadi salah satu alasan beberapa pasangan calon pengantin tertarik untuk mencobanya.Terdapat beberapa konsep gaya dan busana dalam pemotretan foto prewedding, seperti konsep pemotretan dengan menggunakan busana tertutup dan gaya yang sopan dengan tidak menyentuh satu sama lain. Ada pula beberapa konsep pemotretan dengan busana terbuka dan gaya saling bersentuhan antara calon suami dengan calon istri.Konsep pemotretan foto prewedding ini disesuaikan dengan pilihan dari pasangan calon pengantin yang akan melakukan pemotretan foto prewedding.
Jika dilihat dari tujuan foto prewedding itu sendiri, sebenarnya tidak ada yang salah. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika unsur unsur yang menjadi larangan di dalam masa meminang antara calon suami dan calon istri malah menjadi unsur unsur yang sering dilakukan pada beberapa konsep pemotretan foto prewedding, seperti bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Batasan-batasan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan mahram dalam Islam juga jadi terabaikan, karena saat melakukan pemotretan foto prewedding sering kali ditemukan penggunaan konsep yang terdapat unsur bersentuhan dan tidak menutup aurat.Setiap pasangan suami istri yang ada di Desa Petung yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah pasti memiliki pemahaman, pemaknaan dan juga pengaplikasian yang berbeda terhadap praktik foto prewedding yang pernah mereka lakukan. Mereka pasti memiliki alasan yang berbeda terhadap praktik foto prewedding yang pernah mereka lakukan di dalam masa meminang.Setiap tokoh agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu masalah atau pertanyaan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap tokoh agama memiliki karakter yang berbeda-beda dan memiliki latar belakang pondok yang berbeda pula. Jadi tidak heran jika dalam memutuskan beberapa hal dalam urusan tertentu terdapat perbedaan sudut pandang.10 Hal ini juga berlaku dalam praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan studi tentang pengalaman hidup pasangan suami istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah, untuk mengetahui praktik foto prewedding yang pernah mereka lakukan di dalam khitbah. Kemudian, dengan melihat bahwa peran dari tokoh agama di desa ini cukup besar, maka perlu digali pula pandangan dari tokoh agama yang ada di Desa Petung mengenai praktik foto prewedding di dalam khitbah ini.
Â
ALASAN MEREVIEW SKRIPSI JUDUL PRAKTIK FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Saya mengambil judul skripsi tersebut, dikarenakan di daerah saya sendiri masih banyak yang melakukan foto prewedding sebelum melangsungkan pernikahan dengan alasan bermacam macam. Menurut saya sendiri dalam melakukan foto prewedding sebelum pernikahan tersebut tidaklah harus dilakukan karena hukum foto prewedding sendiri tidak wajib.Tapi kembali kepada keyakainan masing masing orang boleh atau tidak diadakannya sesi foto prewedding.
BAB II
KHITBAH DAN ETIKA PERGAULAN NON MAHRAM
A. Khitbah
1. Pengertian dan Hukum Khitbah
Dalam Islam, pernikahan bukan hanya urusan keluarga dan budaya saja, akan tetapi merupakan urusan dan kejadian yang berkaitan dengan agama. Oleh karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk memilih pasangan yang tepat untuk dinikahi. Jika sudah menemukan pasangan yang dianggap tepat, maka selanjutnya melakukan peminangan atau khitbah sebagai langkah awal sebelum terjadinya akad pernikahan.khitbah bukanlah syarat sah pernikahan.
Dengan atau tanpa khitbah, suatu pernikahan tetaplah sah. Hukum dari khitbah pada dasarnya sama seperti hukum menikah bagi seseorang.Apabila menikah bagi seseorang hukumnya sunah maka khitbah pun juga menjadi sunah. Apabila menikah bagi seseorang itu hukumnya makruh maka khitbah juga menjadi makruh, dan begitu seterusnya.
Keadaan ini dikarenakan khitbah merupakan perantara atau jalan menuju pada sebuah pernikahan. Akan tetapi secara khusus, prosedur dari khitbah ini tetap sunah. Hal ini berarti prosesi khitbah tidak terikat kepada hukum menikah yang wajib, sunah, makruh dan yang lainnya.
Â
2. Macam-macam dan Syarat KhitbahSebagai langkah awal menuju ke dalam sebuah kehidupan rumah tangga, khitbah sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Khitbah Tashrih
Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya diucapkan secara jelas dan penuh kesungguhan untuk menikahi seseorang yang dipinang, seperti ungkapan aku ingin menikahimu,aku ingin kamu menjadi istriku dan yang sejenisnya.
b. Khitbah Ta'rid
Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya hanya sebagian dari yang diinginkan. Khitbah ta'rid merupakan khitbah yang diungkapkan dengan bahasa yang ambigu antara keinginan untuk menikah atau tidak. Seperti ungkapan kamu luar biasa, kamu yang terbaik, pasti beruntung laki-laki yang mendapatkanmu dan yang sejenisnya yang menunjukkan ketertarikan.
Dalam melakukan khitbah atau peminangan, terdapat beberapa syarat di dalamnya, yaitu:
a. Syarat Mustahsinah
Syarat ini merupakan syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang perempuan agar laki-laki yang akan meminang tersebut meneliti terlebih dahulu perempuan yang akan dipinangnya itu. Syarat ini bukanlah syarat wajib, hanya sekedar anjuran saja.
b. Syarat Lazimah
Syarat ini merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi sebelum proses meminang dilakukan. Sahnya peminangan tergantung pada adanya syarat-syarat lazimah.
Â
3. Aturan dalam Melihat Pinangan
a. Berniat untuk Menikahi
Calon suami yang benar-benar ingin menikahi calon istrinya saja yang boleh untuk melihat. Jika di dalam hati belum ada niat untuk menikahi calon istrinya atau hanya sekedar ingin memiliki
status hubungan, maka tidak dibenarkan untuk melihat calon istrinya.
b. Tidak Harus Izin
Jumhur ulama sepakat bahwa perempuan yang sedang dilihat oleh calon suaminya harus memberi izin. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa saat melihat calon istrinya, sebaiknya memang tidak diberi tahu, agar terlihat natural.
c. Batasan yang Boleh Dilihat
Jumhur ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan termasuk ke dalam bagian tubuh perempuan
yang diperbolehkan untuk dilihat oleh calon suminya. Sedangkan dalam riwayat dari ulama Hanabilah menyatakan bahwa kedua kaki
hingga mata kaki juga bukan merupakan aurat.
d. Tidak Boleh Menyentuh Pinangan
e. Tidak Boleh Berduaan
Walaupun dianjurkan untuk melihat calon istrinya akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk berduaan tanpa ditemani oleh mahramnya, karena berduaan dengan perempuan yang bukan
mahramnya tetap tidak dibenarkan.
f. Mengirim Utusan untuk Melihat Pinangan
Walaupun tidak diperbolehkan untuk melihat dan
menyentuh bagian-bagian yang dilarang, akan tetapi calon suami dapat mengutus seorang perempuan dari mahramnya untuk melihat
bagian-bagian tubuh dari calon istrinya. Karena sama-sama perempuan, maka perempuan utusan dari calon suami itu dapat melihat bagian-bagian tubuh yang dilarang untuk dilihat oleh calon
suami.
Â
4. Memilih Perempuan untuk Dikhitbah
a. Kriteria Perempuan yang akan Dikhitbah.
Menganjurkan untuk memilih perempuan yang sebagai berikut:
1) Memilih perempuan yang memiliki ketaatan agama atau memilih perempuan yang mempunyai agama.
2) Memilih perempuan yang subur atau berpotensi dapat melahirkan banyak anak.
3) Memilih perempuan yang masih perawan.
4) Memilih perempuan yang berasal dari rumah yang dikenal mempunyai agama dan memiliki sifat qana'ah.
5) Memilih perempuan yang berasal dari keluarga yang baik-baik, agar anak-anaknya nanti menjadi orang yang baik pula.
6) Memilih perempuan yang cantik karena perempuan yang cantik itu dapat membuat jiwa tenang, dapat lebih menjaga pandangan
dan dapat meyempurnakan rasa cinta dari seorang laki-laki.
7) Memilih perempuan yang bukan dari kerabat dekat.
8) Memilih tidak lebih dari satu perempuan jika dengan hal tersebut sudah dapat menjaga kesucian diri.
b. Perempuan yang Boleh Dikhitbah
Pada dasarnya, semua perempuan dapat dipinang, apabila telah memenuhi syarat. Menurut Sayyid Sabiq ada dua syarat perempuan yang dapat dipinang, yaitu:
1) Perempuan yang akan dipinang tidak sedang berhalangan atau tidak ada larangan untuk menikah.
2) Perempuan yang akan dipinang belum dipinang oleh laki-laki lain.
Â
5. Ketentuan dalam Khitbah
Terdapat beberapa ketentuan dalam khitbah yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu:
a. Peminangan dapat langsung dilakukan oleh yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
b. Peminangan dapat dilakukan terhadap perempuan yang masih perawan atau janda yang telah selesai masa iddahnya.
c. Perempuan yan ditalak oleh suaminya dan masih berada dalam masa iddah talak raj'i, dilarang dan haram untuk dipinang.
d. Dilarang meminang perempuan yang masih berada dalam pinangan laki laki lain selama pinangan tersebut belum putus atau sudah ada penolakan dari pihak perempuan.
e. Putusnya pinangan dari seorang laki laki dikarenakan adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam diam laki laki yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan perempuan yang dipinang.
f. Peminangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
g. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.
Â
6. Tujuan dan Hikmah Khitbah
Seperti yang telah dijelaskan di atas. Khitbah merupakan pernyataan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya melalui perantara orang yang dapat dipercaya atau dirinya sendiri. Akan tetapi, khitbah ini bukan merupakan bagian dari syarat sahnya suatu pernikahan. Karena calon suami atau calon istri merupakan orang asing bagi keduanya, maka khitbah ini diatur untuk mempermudah calon suami dan calon istri mengenal satu sama lain.Hikmah dari disyariatkannya khitbah adalah untuk mengenal lebih jauh calon suami atau calon istrinya sesuai dengan yang diatur dalam Islam.Dengan adanya
khitbah, baik calon suami maupun calon istri dapat lebih mengenal satu sama lain.
Â
B. Etika Pergaulan Non Mahram
Â
Sebagai orang yang beriman, Allah SWT telah banyak menjelaskan aturan-aturan mengenai batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Agar terhindar dari fitnah, seseorang harus bisa menjaga dirinya untuk tidak melakukan suatu hal yang dilarang di dalam syariat agama Islam, di bawah ini dijelaskan mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam bergaul, yaitu:
1. Menjaga Pandangan dengan Lawan Jenis
menjaga mata untuk tidak melihat sesuatu yang dilarang untuk dilihat,kecuali dalam keadaan tidak disengaja. Keadaan tidak disengaja ini
berarti keadaan dimana tidak ada niat untuk melihatnya. Apabila pandangan yang terjadi itu merupakan pandangan yang tidak disengaja
maka tidak berdosa akan tetapi pandangan kedua atau kelanjutan dari pandangan yang pertama yang dilakukan dengan sengaja akan berdosa.
Rasulullah SAW memerintahkan untuk memalingkan pandangan yang pertama, karena kelanjutan dari pandangan yang pertama sama saja dengan pandangan kedua atau pengulangan.
2. Khalwat
Pengertian dari khalwat adalah keadaan dimana antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bedua-duaan di tempat yang sunyi
tanpa ditemani oleh mahramnya. Pertemuan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi tanpa ada mahram yang menemaninya, maka ketiganya adalah setan.
3. Ikhtilat
Keadaan dimana antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bercampur baur menjadi satu tanpa ada penghalang dan terjadi interaksi di antara keduanya disebut dengan ikhtilat. Bercampur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tanpa adanya penghalang
di antara keduanya dapat menimbulkan fitnah.42 Berikhtilat ini diperbolehkan apabila dalam keadaan sedang melakukan kegiatan yang
diperbolehkan dalam syariat agama Islam, seperti saat melaksanakan ibadah haji.
4. Menutup Aurat
Aurat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi kehormatan bagi perempuan dan laki-laki yang tidak sepatutnya untuk dibuka. Ulama fiqih mendefinisikan aurat sebagai suatu tanda kehormatan bagi setiap manusia berakal yang wajib untuk ditutupi sebagai pembeda dari makhluk lainnya.
Â
Â
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA PETUNG, PRAKTIK FOTO PREWEDDING DAN PANDANGAN TOKOH AGAMA
A. Sekilas Desa Petung
1. Sejarah Desa Petung
Sampai saat ini, belum dapat ditemukan dokumen resmi yang menjelaskan secara pasti mengenai kapan berdirinya atau dibentuknya wilayah administrasi Desa Petung. Sejarah Desa Petung juga tidak ditemukan pada situs dan/atau prasasti yang menjelaskan mengenai pembentukan Desa Petung ini. Sejarah terbentuknya Desa Petung selama ini hanya diketahui dari beberapa keterangan narasumber dan sesepuh desa yang dianggap layak untuk dipercaya. Berdasarkan keterangan dari narasumber dan sesepuh desa, dikisahkan bahwa Desa Petung merupakan penggabungan dari dua desa yang pada saat itu merupakan keluruhan, yaitu Kelurahan Petung dan Kelurahan Gondangsari. Kedua kelurahan tersebut dahulunya merupakan bagian wilayah dari kerajaan Mangkunegaran (Surokarto Hadiningrat).
B. Praktik Foto Prewedding di Desa Petung
1. Praktik Foto Prewedding
Terdapat beberapa pasangan suami istri di Desa Petung yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah.
Dalam penelitian ini penulis mengambil informasi dari satu suami dan tiga istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di
dalam khitbah, yaitu sebagai berikut:
a. Arifah Rachmawati Kusumaningrum9
Saudari Arifah merupakan salah satu istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah. Dirinya menyatakan bahwa jarak antara khitbah dan akad
pernikahan cukup lama, yaitu satu tahun. Karena dirinya dan suami menjalani hubungan jarak jauh selama masa khitbah, maka peristiwa foto prewedding ini menjadi salah satu peristiwa yang sangat berharga bagi dirinya dan suami.
Foto prewedding sendiri menurut saudari Arifah merupakan suatu kegiatan yang dapat mengingatkan dirinya kepada peristiwa peristiwa indah bersama suami dalam bentuk dokumentasi foto ataupun video prewedding. Saudari Arifah menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi dirinya melakukan pemotretan foto prewedding ini karena sedang menjadi trend di kalangan masyarakat luas.
b. Agus Pitono
Pemotretan foto prewedding di dalam khitbah juga dilakukan oleh saudara Agus. Saudara Agus beranggapan bahwa foto prewedding ini dapat dijadikan sebagai kegiatan yang cukup berkesan untuk mengisi waktu luang di dalam masa meminang. Karena jarak khitbah dan akad pernikahan cukup lama, saudara agus
dan istri sepakat untuk melakukan pemotretan foto prewedding sebelum akad pernikahan dilangsungkan. Faktor yang mempengaruhi saudara Agus dan istri melakukan pemotretan foto preweddingg di dalam khitbah yaitu
karena sedang menjadi trend. Selain itu, masih jarang ada pasangan calon pengantin di lingkungan tempat tinggal saudara Agus yang menggunakan jasa pemotretan foto prewedding.
c. Dwi Rukmini
Foto prewedding di dalam khitbah yang dilakukan oleh saudari Dwi ini cukup unik. Saudari Dwi menyatakan bahwa foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang ini untuk
menghilangkan ketegangan menuju akad pernikahan dan untuk mengabadikan peristiwa berharga yang dilakukan di dalam masa meminang. Dirinya juga menyatakan bahwa trend tidak terlalu menjadi faktor penyebab dirinya melakukan pemotretan foto prewedding, walaupun pada saat itu masih jarang ada calon
pengantin yang menggunakan jasa pemotretan foto prewedding.
d. Anik Suratni
Foto prewedding menurut saudari Anik merupakan foto yang digunakan untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa berharga
dalam hidup saudari Anik. Saudari Anik menyatakan bahwa faktor penyebab foto prewedding yang dilakukannya di dalam masa
meminang ini karena tertarik dengan konsep yang ditawarkan oleh fotografer dan karena mengikuti trend.
2. Alasan Melakukan Foto Prewedding
Pasangan suami istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding pasti memiliki alasan mengapa mereka menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang. Beberapa alasan pasangan suami istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan
foto prewedding di dalam khitbah yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengabadikan peristiwa berharga di dalam masa khitbah Foto prewedding yang dilakukan oleh beberapa pasangan suami istri ini digunakan untuk mengabadikan peristiwaberhargayang tidak akan terulang kembali.
b. Untuk mengisi waktu luang di dalam masa khitbah Foto prewedding biasanya dilakukan jauh sebelum acara pernikahan itu dilangsungkan, bisa dua bulan sampai satu tahun sebelum akad pernikahan. Berdasarkan pengakuan dari saudari Dwi, foto prewedding yang dilakukan selain untuk mengabadikan peristiwa berharga, juga dapat digunakan untuk mengisi waktu luang di dalam masa meminang. Saudari Dwi menyatakan bahwa
foto prewedding ini juga bisa digunakan untuk menghilangkan keteganggan sebelum proses pernikahan dilangsungkan.
c. Untuk keperluan seputar acara pernikahan
Pesta penikahan atau acara pernikahan biasanya diadakan setelah melangsungkan akad pernikahan. Sebelum pesta pernikahan
itu dilangsungkan, biasanya calon pengantin memberitahu kabar bahagia itu kepada sanak saudara, teman dan juga orang-orang yang
dianggap perlu untuk diberitahu. Berdasarkan pengakuan dari saudara Agus, foto prewedding ini digunakan untuk memudahkan seseorang yang diundang dengan cara melihat foto calon pengantin yang ada di surat undangan yang diedarkan oleh calon pengantin.
BAB IV
ANALISIS PRAKTIK FOTO PREWEDDING DI DESA PETUNG
A. Analisis Praktik Foto Prewedding
Berdasarkan dari wawancara yang dilakukan oleh penulis, tiga dari empat pasangan suami istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto
prewedding di dalam khitbah melanggar aturan etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Selain itu, mereka juga melanggar batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh calon suami kepada calon
istrinya atau sebaliknya di dalam masa meminang. Walaupun keempat pasangan suami istri menyatakan bahwa saat melakukan pemotretan foto prewedding mereka menggunakan busana yang menutup aurat dan
dilakukan dengan ditemani oleh beberapa orang, akan tetapi tiga dari empat pasangan menyatakan bahwa terdapat unsur bersentuhan pada saat
melakukan pemotretan fotoprewedding.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa terdapat dua macam praktik pemotretan foto prewedding di dalam
khitbah yang terjadi di Desa Petung Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar ini, yaitu praktik foto prewedding yang dilakukan secara bersama-sama dengan busana menutup aurat dan gaya yang melanggar syariat agama Islam (bersentuhan antara calon suami dengan calon istri) dan praktik foto prewedding yang dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada, yaitu dengan cara editing dan busana menutup aurat. Dengan menggunakan cara editing, foto prewedding ini dapat dilakukan
dengan terpisah sehingga calon suami dan calon istri tidak perlu bertemu dan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya fitnah untuk keduanya di
dalam masa meminang.
B. Analisis Pandangan Tokoh Agama terhadap Praktik Foto Prewedding
Setiap tokoh agama yang ada di Desa Petung Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar memiliki pendapatnya masing-masing mengenai
praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang. Dari wawancara yang penulis lakukan, terdapat dua pendapat mengenai boleh
atau tidaknya praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam khitbah ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Pendapat yang Melarang
Dari empat tokoh agama, terdapat tiga tokoh agama yang melarang melakukan pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang, yaitu
pendapat dari Bapak Ahmad Nurrochim, Bapak Abdullah Munir dan Bapak Ahmad Sururi. Ketiganya memiliki alasan tersendiri mengapa
foto prewedding di dalam khitbah ini sebaiknya tidak dilakukan, alasannya yaitu sebagai berikut:
a. Dikhawatirkan menimbulkan fitnah
Ketiga tokoh agama sepakat jika foto prewedding yang dilakukan di dalam khitbah dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah bagi yang melakukannya. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pemotretan foto prewedding, mereka masih berada dalam masa meminang. Jadi untuk kehati-hatian agar tidak timbul fitnah, lebih baiknya tidak melakukan pemotretan foto prewedding ini di dalam masa meminang. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 51 yang mejelaskan agar memohon perlindungan kepada Allah SWT supaya dijauhkan dari bahan fitnah orang kafir.
Ketiga tokoh agama sepakat jika foto prewedding yang dilakukan di dalam khitbah dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah bagi yang melakukannya. Hal ini dikarenakan pada saat
melakukan pemotretan foto prewedding, mereka masih berada dalam masa meminang. Jadi untuk kehati-hatian agar tidak timbul fitnah, lebih baiknya tidak melakukan pemotretan foto prewedding ini di dalam masa meminang. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 51 yang mejelaskan agar
memohon perlindungan kepada Allah SWT supaya dijauhkan dari bahan fitnah orang kafir.
b. Pada Praktiknya terdapat Unsur Ikhtilat
Seluruh tokoh agama juga khawatir mengenai praktik yang dilakukan pada saat melakukan pemotretan foto prewedding. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa pada saat melakukan pemotretan foto prewedding, pasangan calon pengantin dapat menjaga diri mereka masing-masing. Padahal jika melakukan pemotretan foto
prewedding di dalam khitbah, sudah pasti mereka belum berada pada ikatan pernikahan dan di dalam masa meminang sendiri masih
ada batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh calon suami dan calon istri, seperti menyentuh satu sama lain.
c. Dikhawatirkan Menimbulkan Nafsu Syahwat
Foto prewedding yang dilakukan oleh beberapa pasangan calon pengantin di dalam masa meminang ini juga dikhawatirkan dapat menimbulkan nafsu syahwat bagi yang melakukan dan bagi orang lain. Tokoh agama menyatakan bahwa tidak boleh melakukan
sesuatu hal jika itu dapat menimbulkan nafsu syahwat. Hal ini juga berlaku di dalam praktik pemotretan foto prewedding. Pernyataan
tokoh agama ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS.
2. Pendapat yang Membolehkan
Selain pendapat yang melarang melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah, ada pula pendapat yang membolehkan praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang, yaitu pendapat dari Bapak Muchibin. Menurut beliau, foto prewedding dapat dilakukan jika pada praktiknya menggunakan atau memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dan tidak bertentangan dengan syariat agama Islam. Karena foto prewedding ini merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi yang terjadi di zaman modern, maka dalam pelaksanaannya juga harus memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada, yaitu dengan menggunakan jasa pemotretan foto prewedding dengan cara editing. Beliau menyatakan bahwa tugas dari seorang tokoh agama di lingkungan masyarakat adalah memberikan saran dan solusi dari masalah yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk masalah foto
prewedding ini. Alasan beliau membolehkan melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah ini yaitu agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di dalam masa meminang.
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa keputusan Bapak Muchibin membolehkan melakukan pemotretan foto prewedding di
dalam masa meminang ini adalah agar masyarakat yang ingin melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah tetap dapat melakukan pemotretan dengan cara memanfaatkan teknologi yang ada yaitu dengan menggunakan cara editing dan tetap memperhatikan syariat agama Islam.
C. Analisis Pandangan Hukum Islam terhadap Praktik Foto Prewedding
Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat dua macam konsep pemotretan foto prewedding yang dilakukan oleh empat informan yang ada di Desa Petung. Hal ini juga berpengaruh kepada hukum dari melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah berdasarkan hukum Islam. Hukum melakukan pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang menurut hukum Islam yaitu sebagai berikut:
1. Tidak Boleh (Haram)
Praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang yang terjadi di Desa Petung Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar ini dihukumi haram jika pada praktiknya terdapat unsur yang bertentangan dengan syariat agama Islam, seperti bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Sebagaimana dijelaskan oleh informan bahwa pada saat melakukan pemotretan, terdapat unsur bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Hal tersebut jelas bertentangan dengan syariat agama Islam.
Selain itu, keempat imam mazhab juga menjelaskan bahwa di dalam masa meminang, seseorang tidak diperbolehkan menyentuh
pinangannya, yaitu sebagai berikut:
a. Mazhab Hanafiyah
Penulis Kitab Al-Hidayah menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan perempuan walaupun dirinya merasa aman dari syahwat.
b. Mazhab Malikiyah
Imam Al-Baaji dalam Kitab Al-Muntaqa menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan
dengan perempuan." Maksudnya adalah tidak berjabat tangan secara langsung dengan tangan perempuan.
c. Mazhab Syafi'iyah
Imam Nawawi pernah berkata dalam karyanya yaitu Kitab Al-Majmu' bahwa:
"...Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang perempuan yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh perempuan walaupun dalam keadaan demikian.
d. Mazhab Hambali
Ibnu Muflih dalam Al-Furu', beliau menyatakan bahwa "Diperbolehkan berjabat tangan antara perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan perempuan terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya." Hal ini disebutkan dalam Kitab Al-Fusul dan Ar-Ri'ayah.
2. Boleh
Praktik foto prewedding di dalam khitbah yang terjadi di Desa Petung Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar ini boleh untuk dilakukan dengan catatan tidak melanggar syariat agama Islam. Dalam hal ini, praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam khitbah tidak bertentangan dengan batasan-batasan yang boleh untuk dilakukan di dalam masa meminang dan tidak bertentangan dengan aturan etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Busana, gaya dan lokasi pada saat melakukan pemotretan foto prewedding ini harus diperhatikan. Pada saat melakukan pemotretan
foto prewedding, pasangan calon pengantin menggunakan busana yang menutup aurat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Praktik pemotretan foto prewedding di dalam khitbah yang terjadi di Desa Petung ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Praktik foto prewedding dilakukan dengan ditemani oleh beberapa orang dengan menggunakan busana yang menutup aurat dan gaya saling bersentuhan antara calon suami dengan calon istri di dalam masa meminang. Padahal di dalam masa meminang, seseorang
hanya diberi kelonggaran untuk memandang, tidak sampai menyentuh pinangannya. Hal ini melanggar batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan di dalam masa meminang oleh calon suami dan calon istri.
b. Praktik foto prewedding yang dilakukan dengan cara editing.
Pemotretan foto prewedding dengan menggunakan cara editing ini tidak perlu melakukan pemotretan secara bersama-sama. Dalam melakukan pemotretan, pasangan calon pengantin menutup auratnya dan dilakukan di lokasi yang ada beberapa orang yang menemani.
Hal ini tidak melanggar batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan di dalam masa meminang oleh calon suami dan calon istri.
2. Terdapat dua pandangan dari tokoh agama yang ada di Desa Petung mengenai boleh atau tidaknya melakukan pemotretan foto prewedding
di dalam khitbah, yaitu sebagai berikut:
a. Pendapat yang Melarang
Alasan tidak diperbolehkannya melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah yaitu karena dikhawatirkan timbul fitnah, pada praktiknya terdapat unsur ikhtilat dan dikhawatirkan timbul syahwat. Dasar dari tidak diperbolehkannya pemotretan foto prewedding di dalam khitbah ini karena terdapat unsur-unsur yang melanggar aturan etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan melanggar batasan pergaulan antara calon suami dengan calon istri di dalam masa meminang.
b. Pendapat yang Membolehkan
Tokoh agama membolehkan melakukan pemotretan foto prewedding di dalam khitbah dengan ketentuan menutup aurat, bergaya dengan sewajarnya dan dilakukan dengan cara editing. Cara ini dianggap sebagai solusi untuk melakukan pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang untuk para muslim dan muslimah. Karena dengan cara yang demikian, pasangan calon pengantin akan terhindar dari tindakan yang melanggar aturan etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, akan meminimalisir kemungkinan terjadinya fitnah dan menghindarkan diri dari nafsu syahwat.
3. Pandangan hukum Islam terhadap praktik foto prewedding yangdilakukan di dalam khitbah yang terjadi di Desa Petung, yaitu sebagai berikut:
a. Tidak Boleh (Haram)
Praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam khitbah yang terjadi di Desa Petung ini dihukumi haram jika pada praktiknya terdapat unsur yang bertentangan dengan syariat agama Islam, seperti bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Sebagaimana dijelaskan dalam HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir 20: 212 bahwa ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, lebih baik dari pada menyentuh perempuan yang bukan mahramnya. Selain itu, keempat imam mazhab juga menjelaskan bahwa tidak boleh menyentuh pinangan di dalam masa meminang.
b. Boleh
Praktik foto prewedding di dalam khitbah yang terjadi di Desa Petung ini boleh untuk dilakukan dengan catatan tidak melanggar aturan syariat agama Islam. Dalam hal ini, praktik foto
prewedding yang dilakukan di dalam khitbah tidak bertentangan dengan batasan-batasan yang boleh untuk dilakukan di dalam masa meminang. Seperti melakukan pemotretan foto prewedding dengan busana yang menutup aurat, gaya sewajarnya dan dilakukan dengan ditemani oleh beberapa orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H