"Tapi...."
"Kapten Shang, saya mohon!" Fa Mulan menjatuhkan dirinya. Sepasang lututnya berdebum di tanah. Untuk kedua kalinya ia berlutut memohon. Keadaan segenting ini memang harus diantisipasi secepat mungkin. Harga diri, prisnsip, dan martabat seperti menjadi pranata. Membentuk idealisme getas. Sehingga menjadi beban rasionalitas.
Pemuda yang masih dibebati kain kasa itu terperangah. Tidak menyangka Fa Mulan akan sengotot begitu. Ia merunduk. Mengangkat tubuh mungil di hadapannya, dan menuntunnya berdiri. Tetapi ia belum mau mengalah untuk mengungsi.
Harga diri lebih dari segalanya!
"Berdirilah, Mulan!" bentaknya. "Sampai seratus tahun pun kamu berlutut meminta saya mengungsi, saya tidak akan pernah melakukan hal sepengecut begitu!"
"Kapten Shang!"
"Saya tetap akan menjunjung nilai-nilai luhur para leluhur marga Shang. Seorang kesatria tidak boleh menyembunyikan kepalanya seperti kura-kura! Saya akan melawan mereka, meskipun kedua tangan dan kaki saya dipotong!"
Mata Fa Mulan memerah.
Diusapnya wajah. Entah harus berbuat apa untuk melunakkan kekerasan hati Shang Weng. Gengsi dan harga dirinya lebih tinggi dari Hwasan. Andai saja pemuda tidak terluka, maka ia pasti akan berusaha menaklukkan kekerasan hati pemimpinnya itu dalam sebuah pertarungan.
"Pergilah, Kapten Shang!" usir Fa Mulan dengan suara paruh tangisnya. "Sebelum segalanya terlambat!"
"Saya tidak bisa berpangku tangan melihat kamu terbantai di sini!"