"Kalau Dewata mendengar apa yang telah Kapten Shang ucapkan tadi, bisa kualat kita! Besok dalam pertempuran kita akan mendapat musibah! Sebuah bencana akan ditimpakan Dewata kepada kita karena murka!"
Shang Weng menahan tawanya. Ia terkikik. Fa Mulan melototinya sambil menempelkan jari telunjuk tangan kanannya di bibir.
"Mohon Dewata mengampuni," Fa Mulan kembali berkomat-kamit dengan mata memejam serupa maharesi. "Besok kami akan bertempur. Tolong Dewata lindungi dan berkati kami semua."
"Maaf," sahut Shang Weng setelah melihat kelopak mata Fa Mulan membuka dan selesai dengan upacara ritualnya.
"Untuk apa?!"
"Lupa kalau besok kita bertempur dengan pasukan pemberontak Han."
"Makanya...."
"Makanya saya tidak ingin mengolok-olokmu lagi. Nanti Dewata tidak memberkati kita."
Shang Weng pura-pura serius. Padahal tawanya sudah hampir menyeruak. Tetapi masih tertahan di tenggorokannya. Sama sekali tidak menyangka Fa Mulan yang demikian tangguh dapat sereligius itu. Sangat menyanjung fenomena tentang Sang Pencipta! Ia kelihatan jadi lain. Bukannya Fa Mulan yang gagah dengan pedang Mushu-nya. Bukannya Fa Mulan yang berjiwa pemimpin. Ia seperti kanak-kanak kini.
Fa Mulan terkesiap.
Nyaris kembali jatuh dari duduknya di bangku. Kali ini ia tidak tengah berada di hamparan nirwana, tetapi tengah menyaksikan bayangan hamparan salju yang dilumuri dengan darah. Ia memekik tanpa sadar. Besok adalah hari maharana!