“Jangan salah paham! Aku hanya sekadar ingin menjalin tali silaturahmi saja.”
Aku memberi tahu nomorku padanya. Setengah jam lamanya, aku dan Dika mengobrol dengan sangat asyik. Aku tak henti tertawa lepas saat mendengarkan cerita-ceritanya terutama cerita-cerita masa-masa SMA. Sepintas di hatiku; ada perasaan nyaman dengannya.
Di-ka. Sepanjang perjalanan pulang, nama itu masih terngiang-ngiang dalam pikiranku. Aku belum ingat benar siapa dia, tapi aku merasa seakan laki-laki itu pernah mengisi lembaran hidupku yang lalu. Seketika teringat kembali kata-kata yang Dika ucapkan: “... seseorang yang pernah teramat spesial dalam hidupmu?”
Dalam hidupku? Aku bertanya-tanya dalam hati. Tanpa sadar, tersungging seulas senyuman kecil di wajahku.
***
Jarum jam terus berputar. Hari berganti hari. Kehidupanku di rumah bersama Rio masih tetap sama; flat. Walaupun Rio berusaha sekuat harapannya memulihkan ingatanku, tapi aku masih belum bisa mengingat. Sementara, di sisi lain, Dika sering mengirim pesan ke nomor hape-ku, baik itu hanya sekadar menanyakan sedang apa, sudah makan belum dan tak jarang juga dia mengajakku ketemuan. Aku tak pernah menolak. Biasanya kami hanya mengobrol di taman, tempat kami waktu itu bertemu. Sama seperti Rio, Dika juga mencoba membantuku memulihkan ingatanku. Dia membantu mengingatkanku tentang kisah kita. Bukan! Bukan kisah aku dengan Rio! Tapi, kisah aku dengan dirinya. Kisah kita di masa SMA. Dan suatu hari, saat aku sedang bersama Dika, menikmati ice cream di taman, seketika muncul kilasan momentum seperti ini yang pernah hadir di masa laluku dan kembali teringat di dalam otakku. Kemudian kilasan-kilasan kejadian lain di masa laluku berkelebatan, kejadian-kejadian pendek yang indah dan manis bersama Dika – bak rekaman-rekaman video pendek yang diputar dalam otakku. Dan, aku sekarang ingat, ternyata, Dika adalah .....
Mantan pacarku sewaktu aku duduk di bangku SMA!
Pantas, mengapa selama ini, setiap bersama dengannya aku merasa bahagia dan nyaman. Tunggu! Yang aku tidak mengerti, lalu mengapa kita bisa putus, dan mengapa aku malah menikahnya dengan Rio, bukan dengan Dika? Tidakkah seharusnya aku menikah dengan Dika?
“Kau sudah ingat, ya?”
“Ya, ternyata, kamu itu mantan pacarku?”
“Ya! Benar sekali.”