Hari itu langit mendung. Awan menghitam. Membuat kekhawatiran Defan bertambah besar dari hari sebelumnya. Sebetulnya sejak ia diajak melihat tempat untuk kagiatan ia sudah merasa khawatir. Khawatir jika nanti turun hujan. Khawatir jika semua peserta dan kawan-kawannya masuk angin lalu sakit akibat kedinginan, serta kekhawatiran-kekhawatiran yang lain muncul setelah ia bercakap-cakap dengan seseorang yang ia temui saat ia istirahat dan melaksanakan solat dzuhur di tengah-tengan kegiatan survey tempat kala itu.
Seorang kakek tua yang baru saja memimpin solat dengan makmum yang tak begitu banyak. Menghampiri Defan setelah jamaah yang lain meninggalkan masjid.
"Anak muda, Benarkah kamu akan melakukan kemping di lapang atas?"
"Iya benar Abah." Jawab Defan. Ahmad duduk diam di sebelahnya.
"Sudah mendapat izin dari pak Kuwu?"
"Sudah Bah. Kemarin lusa saya ke rumah pak Kuwu. Namun hanya ada istrinya kemudian setelah menelpon Pak Kuwu, Bu Kuwu mengiyakan. Katanya kami boleh berkemah di sana." Giliran Ahmad yang menyampaikan jawaban.
Mendengar jawaban tersebut hati Defan terhenyak. Jadi izin itu bukan dari pak Kuwu langsung. melainkan hanya melalui percakapan via telepon dengan istrinya.
Laki-laki tua itu menggeleng-gelengkan kepala. Bibirnya bergumam. Entah gumaman apa yang ia ucapkan. Dua pasang telinga Defan dan Ahmad pun tak bisa menebak rangkaian kaliamat apa yang Kakek tua itu ucapkan.
"Daud, Kuwu baru itu tahu apa dengan keadaan tanah lapang itu. Dia hanya warga pendatang yang kebetulan dipercaya warga untuk memimpin desa karena dia berpendidikan dan memiliki pengalaman dalam kepemerintahan."
"Jadi bagaimana Bah? Ada apa dengan tanah lapang itu?" Defan penasaran.
"Bukan hanya tanah lapang! Kakek tua beranjak dari duduknya. Lalu ia berlalu meninggalkan Ahmad dan Defan yang bengong tidak mengerti perkataan kakek tua itu.