Mohon tunggu...
Devita Wijayanti
Devita Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010180

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

TB 2 - Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

28 November 2024   10:20 Diperbarui: 28 November 2024   10:20 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 2 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 2 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 3 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 3 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 4 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 4 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 5 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 5 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 6 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 6 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 7 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 7 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 8 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 8 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 9 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 9 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 10 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 10 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 11 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 11 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 12 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 12 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

      Ki Ageng Suryomentaram, lahir pada 20 Mei 1892 di Yogyakarta, adalah seorang tokoh spiritual dan pemikir kebudayaan yang berpengaruh di Indonesia. Ia merupakan putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, yang berasal dari kalangan bangsawan. Nama kecilnya adalah Bendoro Raden Mas Kudiarmadji, dan setelah berusia 18 tahun, ia mendapat gelar Bendoro Pangeran Haryo Suryomentaram. Meskipun lahir dalam lingkungan istana, Ki Ageng Suryomentaram merasa tidak puas dengan kehidupan yang serba teratur dan penuh protokol tersebut. Kegelisahan ini mendorongnya untuk menjelajahi dunia luar, mencari makna hidup yang lebih dalam. Ia sering mengunjungi tempat-tempat suci dan keramat seperti Gua Langse dan Pantai Parangtritis untuk bersemedi dan merenung.

      Keputusan Ki Ageng Suryomentaram untuk meninggalkan keraton bukanlah hal yang mudah. Ia merasakan beban moral untuk membantu rakyat jelata yang hidup dalam kesulitan. Dalam pengembaraannya, ia bekerja serabutan sebagai pedagang batik, petani, dan buruh. Pengalaman ini membuka matanya terhadap realitas kehidupan masyarakat bawah yang sering terabaikan oleh para bangsawan. Melalui pengalaman ini, ia mengembangkan ajaran kebatinan yang dikenal sebagai Kawruh Begja atau Ilmu Bahagia, yang menekankan pentingnya memahami diri sendiri dan mencari kebahagiaan sejati dalam hidup.

      Ajaran Ki Ageng Suryomentaram berfokus pada konsep keseimbangan dalam hidup. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kekayaan atau status sosial, melainkan pada cara seseorang menjalani hidup dengan sederhana dan tidak berlebihan. Salah satu prinsip penting dalam ajarannya adalah "Aja Dumeh," yang berarti jangan sombong atau merasa lebih baik dari orang lain. Ajaran ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Jawa, meskipun tidak ada organisasi formal untuk menyebarkannya.

      Selama masa penjajahan Belanda dan Jepang, Ki Ageng Suryomentaram aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengorganisir pasukan Jelata untuk melawan penjajah dan memberikan dukungan moral kepada para pejuang kemerdekaan. 

Keterlibatannya dalam perjuangan ini menunjukkan komitmennya terhadap bangsa dan negara, meskipun ia memilih untuk hidup sederhana sebagai petani dan guru spiritual.

      Ki Ageng Suryomentaram juga dikenal sebagai seorang penulis produktif. Banyak karyanya membahas tentang kejiwaan dan filsafat kehidupan, di mana ia menggunakan pengalaman pribadinya sebagai dasar untuk menyelidiki alam kejiwaan manusia. 

Ia sering memberikan ceramah kepada pengikutnya dengan cara khas duduk lesehan, menciptakan suasana akrab dan intim dalam pengajarannya. Karya-karyanya ditulis dalam bahasa Jawa dan mencakup berbagai tema, termasuk ilmu jiwa, ilmu pendidikan, serta hubungan antara manusia dan lingkungannya.

      Salah satu konsep penting dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah "Ilmu Penghidupan" (Kawruh Pangupo Jiwo), yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia untuk hidup. Ia percaya bahwa banyak orang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka karena keinginan yang berlebihan atau tidak realistis. Menurutnya, pekerjaan seharusnya dilihat sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan dasar daripada sebagai simbol status sosial.

      Ki Ageng Suryomentaram meninggal pada 18 Maret 1962 di usia 69 tahun. Ia dimakamkan di desa Bringin, Salatiga, tempat di mana ia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai petani dan guru spiritual. Warisan spiritualnya tetap hidup melalui ajaran-ajarannya yang terus dipelajari oleh banyak orang hingga saat ini. Ia dikenang sebagai sosok yang rela melepaskan segala kemewahan demi mencari kebahagiaan sejati dan berbakti kepada bangsa.

      Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, memahami diri sendiri adalah langkah pertama menuju kebahagiaan. Ia percaya bahwa dengan mengenali diri sendiri secara jujur, seseorang dapat memahami orang lain dan lingkungannya dengan lebih baik. Konsep ini menjadi dasar bagi banyak ajaran spiritual di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa.

      Ki Ageng Suryomentaram juga menekankan pentingnya keselarasan antara manusia dengan dunia sekitarnya. Ia percaya bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya; oleh karena itu, hubungan harmonis antara individu dan komunitas sangat penting untuk mencapai kehidupan yang bahagia. Ajaran-ajarannya memberikan panduan bagi banyak orang dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari.

      Sebagai seorang mistikus Jawa yang unik, Ki Ageng Suryomentaram berhasil menyatukan ajaran nenek moyangnya dengan nilai-nilai Islam tanpa kehilangan identitas budayanya. Ia menolak Arabisasi agama dan lebih memilih untuk menemukan kesamaan antara ajaran Islam dengan nilai-nilai lokal yang telah ada sebelumnya. Pendekatannya ini membuat ajarannya diterima luas oleh masyarakat Jawa.

      Warisan Ki Ageng Suryomentaram bukan hanya terletak pada ajarannya tentang kebahagiaan tetapi juga pada semangat nasionalisme yang ia tanamkan dalam perjuangannya melawan penjajahan. Ia menjadi teladan bagi generasi berikutnya tentang bagaimana seorang pemimpin dapat tetap dekat dengan rakyatnya meskipun berasal dari latar belakang bangsawan.

      Dengan segala kontribusinya terhadap masyarakat dan bangsa Indonesia, Ki Ageng Suryomentaram terus dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah spiritual dan budaya Indonesia. Ajaran-ajarannya tentang kebahagiaan, pemahaman diri, serta hubungan harmonis dengan lingkungan tetap relevan hingga kini, menjadikannya sosok inspiratif bagi banyak orang dalam pencarian makna hidup mereka sendiri.

      Dalam konteks modern saat ini, banyak orang masih merujuk pada ajaran Ki Ageng Suryomentaram sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep seperti keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual serta pentingnya kesadaran diri menjadi semakin relevan di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi yang sering kali membuat individu merasa terasing dari diri mereka sendiri.

Mengolah Diri dan Batin Pada Prinsip 6 "SA" Versi Ki Ageng Suryomentaram

1.  Sa-butuhne (sebutuhnya)

Prinsip Sabutuhne mengajarkan individu untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang bijaksana dan proporsional. Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa setiap orang harus mampu membedakan antara kebutuhan dasar dan keinginan yang bersifat konsumtif. Kebutuhan adalah hal-hal mendasar yang diperlukan untuk kelangsungan hidup, seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan. 

Sementara itu, keinginan sering kali bersifat sementara dan tidak esensial. Dengan memahami perbedaan ini, individu dapat lebih fokus pada apa yang benar-benar penting dalam hidup mereka.

2.  Sa-perlune (seperlunya)

Prinsip saperlune menekankan pentingnya bertindak sesuai kebutuhan, tidak berlebihan, dan menghindari sikap serakah. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa Saperlune berarti melakukan sesuatu hanya sebatas yang diperlukan. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari konsumsi barang hingga cara kita berinteraksi dengan orang lain. 

Prinsip ini mendorong individu untuk tidak mencari lebih dari yang dibutuhkan dan untuk hidup dengan sederhana. Saperlune mengajak kita untuk memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada akumulasi kekayaan atau pencapaian yang berlebihan. 

Sebaliknya, kebahagiaan dapat ditemukan dalam kesederhanaan dan kepuasan atas apa yang kita miliki. Dengan menerapkan prinsip ini, kita dapat menghindari stres dan tekanan yang sering muncul akibat keinginan yang tidak terpuaskan.

3.  Sa-cukupe (secukupnya)

Prinsip sacukupe menekankan pentingnya hidup dengan cukup, tidak berlebihan, dan sesuai dengan kebutuhan. Ki Ageng Suryomentaram mengembangkan ajaran ini berdasarkan pengamatan terhadap diri sendiri dan lingkungan. Ia berpendapat bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tanpa terjebak dalam keinginan yang berlebihan.

 Sacukupe berarti menempatkan diri dalam keadaan yang seimbang, di mana seseorang tidak terjebak dalam siklus keinginan yang tiada henti, seperti semat (kekayaan), drajat (status sosial), dan kramat (kekuasaan). 

Sacukupe mengajak kita untuk memahami bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada pencapaian materi atau status sosial, melainkan pada kesadaran akan apa yang kita miliki dan bagaimana kita mengelolanya. Dengan hidup secukupnya, kita dapat menghindari stres dan kegelisahan yang sering muncul dari keinginan yang tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan konsep mulur-mungkret, di mana kebahagiaan dan kesedihan bersifat sementara dan bergantung pada kondisi keinginan yang terus berubah.

4.  Sa-benere (sebenarnya)

Prinsip sabenere mengedepankan pentingnya bertindak dan berpikir berdasarkan realitas yang ada, bukan berdasarkan keinginan atau harapan semata. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa Sabenere berarti melakukan segala sesuatu dengan cara yang benar dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Prinsip ini mengajak individu untuk tidak terjebak dalam ilusi atau harapan yang tidak realistis. 

Dengan memahami dan menerapkan prinsip Sabenere, seseorang akan lebih mampu menghadapi kenyataan hidup dengan bijaksana. Dalam konteks ajaran Ki Ageng, Sabenere menjadi panduan untuk menjalani hidup dengan jujur, adil, dan sesuai dengan kenyataan.

5.  Sa-mesthine (semestinya)

Prinsip samesthine menekankan pentingnya bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa Samesthine berarti melakukan segala sesuatu berdasarkan pada apa yang seharusnya dan tidak melanggar prinsip moral dan etika.

 Prinsip ini mengajak individu untuk bertindak dengan bijaksana, mempertimbangkan dampak dari setiap tindakan, dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam setiap situasi. Samesthine mengandung makna mendalam tentang tanggung jawab dan keadilan.

6.  Sak-penake (seenaknya)

Prinsip sakpenake mengajak individu untuk menjalani hidup dengan cara yang wajar dan tidak berlebihan. Ki Ageng Suryomentaram, seorang filsuf Jawa yang lahir pada akhir abad ke-19, mengembangkan prinsip Sakpenake sebagai bagian dari filosofi Kawruh Begja atau ilmu kebahagiaan. Ia menekankan bahwa hidup seharusnya dijalani dengan cara yang nyaman, tidak terjebak dalam ambisi berlebihan atau keinginan yang tidak realistis.

Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan mempertimbangkan kenyamanan dan keseimbangan. Sakpenake mengandung makna penting tentang bagaimana kita seharusnya menghadapi kehidupan.

Konsep Pangawikan Pribadi

      Pangawikan pribadi adalah proses introspeksi yang mendalam untuk memahami diri sendiri. Ki Ageng Suryomentaram percaya bahwa untuk mencapai kebahagiaan, seseorang harus mengenali dan mengendalikan keinginan yang sering kali menjadi sumber ketidakbahagiaan. 

Dalam ajarannya, ia menyatakan bahwa keinginan yang tidak terkontrol dapat mengarah pada penderitaan dan konflik batin. Dengan memahami diri sendiri, individu dapat menemukan keseimbangan antara keinginan dan kenyataan hidup.

Pangawikan pribadi bertujuan untuk mengendalikan keinginan pada:

1.  Semat

Keinginan adalah sumber utama ketidakbahagiaan menurut Ki Ageng Suryomentaram. Dalam konteks ini, semat merujuk pada keinginan yang sering kali tidak terukur dan berlebihan. Ketika seseorang terjebak dalam keinginan semata, baik itu keinginan materi maupun status mereka cenderung kehilangan arah dan tujuan hidup.

Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya menyadari bahwa tidak semua keinginan harus dipenuhi. Dengan memahami diri sendiri melalui pangawikan pribadi, individu dapat memisahkan antara keinginan yang benar-benar penting dan yang hanya bersifat sementara atau dangkal. Hal ini membantu mereka untuk tidak terjebak dalam siklus mengejar hal-hal yang tidak membawa kebahagiaan sejati.

2.  Derajat

Dalam ajarannya, Ki Ageng Suryomentaram juga membahas konsep derajat. Derajat merujuk pada status sosial atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Ia menegaskan bahwa derajat tidak menentukan nilai seseorang; semua orang memiliki potensi yang sama untuk mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk tidak terjebak dalam egoisme atau kesombongan akibat status sosial mereka.

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa setiap orang harus menghargai diri sendiri tanpa memandang status sosial atau kekayaan material. Dalam pandangannya, kesetaraan manusia adalah prinsip dasar yang harus dijunjung tinggi. Dengan demikian, seseorang dapat hidup lebih damai dan harmonis tanpa merasa tertekan oleh tuntutan sosial.

3.  Kramat

Kramat berkaitan dengan kekuatan spiritual yang dimiliki setiap individu. Menurut Ki Ageng Suryomentaram, setiap orang memiliki kramat dalam dirinya, tetapi sering kali tertutup oleh egoisme dan keinginan duniawi. Melalui pangawikan pribadi, seseorang dapat mengakses kramat ini dan memanfaatkannya untuk tujuan positif.

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa kramat bukanlah sesuatu yang harus dicari di luar diri; melainkan merupakan bagian dari diri sendiri yang perlu dikenali dan dikembangkan. Dengan memahami kramat dalam diri kita, kita dapat menggunakan kekuatan spiritual tersebut untuk membantu orang lain dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram

      Pemikiran-pemikiran Ki Ageng Suryomentaram meliputi Ilmu Bahagia, Ukuran Keempat, Filsafat Rasa Hidup, Jimat Perang, Ijazah Hidup, Ilmu Pengetahuan, Ilmu Jiwa, Ilmu Pendidikan, Ilmu Perkawinan, Ilmu Kesempurnaan, Ilmu Kasunyatan, dan Ilmu Penghidupan.

Kumpulan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram:

1.  Ilmu Bahagia (Kawruh Begja)

Ilmu bahagia adalah wejangan pokok dan mendasar Ki Ageng Suryomentaram dalam membangun keseluruhan pandanganya. Ilmu bahagia menjadi akar dari seluruh pemikiran-pemikiran Ki Ageng Suryomentaram.

Ilmu bahagia dimulai dengan pandangan Ki Ageng Suryomentaram bahwa di seluruh dunia, tidak ada sesuatu yang pantas dicari, atau ditolak mati-matian. Ilmu bahagia membahas mengenai hakikat kebahagiaan, yaitu kebahagiaan yang terlepas dari keinginan. Kebahagiaan diperoleh dengan menjadi pengawas dari keinginannya sendiri. Ilmu bahagia menjadi dasar pembahasan dalam menyusun konsep manusia Ki Ageng Suryomentaram.

2.  Ukuran Keempat (Ukuran Kaping Sekawan)

Ukuran keempat merupakan istilah Ki Ageng Suryomentaram untuk menyebut dimensi dimana manusia bisa merasakan rasa dirinya sendiri dan juga rasa orang lain. Di dalam dimensi ini, seseorang sudah terbebas dari pergulatan senang dan susah yang silih berganti. Ukuran keempat adalah sebuah dimensi dimana manusia mencapai tahap pemahaman si pengawas dirinya sendiri.

Salah satu piranti dalam rasa seseorang yang dapat digunakan untuk memahami rasa orang lain terdapat dalam ukuran keempat (ukuran kaping sekawan). Dalam kawruh jiwa ditekankan"memehami beberapa hal penting yang menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam bermasyarakat atau memahami orang lain."Piranti tersebut adalah:

a)  Bunga Susah

Bunga susah merujuk pada siklus emosi yang dialami manusia, di mana perasaan senang (bungah) dan perasaan susah (susah) saling bergantian. Ki Ageng menekankan bahwa tidak ada perasaan yang bersifat permanen; kehidupan selalu dipenuhi dengan perubahan. Setiap individu mengalami momen kebahagiaan dan kesedihan, yang merupakan bagian dari perjalanan hidup. Dalam konteks ini, bunga mencerminkan kebahagiaan yang bersifat sementara, sedangkan susah menunjukkan tantangan yang harus dihadapi.

Menurut Ki Ageng, penting bagi manusia untuk menyadari bahwa kesedihan tidaklah abadi. Ketidakpastian dalam mencapai keinginan sering kali menimbulkan rasa susah, namun hal ini tidak seharusnya menghalangi individu untuk terus berusaha meraih kebahagiaan. Siklus ini diibaratkan sebagai proses alami yang harus dilalui oleh setiap orang, di mana setiap pengalaman membawa pelajaran berharga.

b)  Raos Sami

Konsep raos sami menggarisbawahi kesamaan pengalaman emosional antar manusia. Ki Ageng Suryomentaram percaya bahwa setiap individu memiliki perasaan yang sama---baik itu rasa senang maupun rasa sedih. Hal ini menciptakan ikatan empati di antara sesama manusia. Dalam ajarannya, ia menekankan bahwa memahami perasaan orang lain adalah kunci untuk mencapai kedamaian batin.

Raos sami menunjukkan bahwa meskipun latar belakang dan pengalaman hidup seseorang berbeda-beda, inti dari perasaan manusia tetap serupa. Dengan menyadari hal ini, individu dapat lebih mudah berinteraksi dengan orang lain dan membangun hubungan yang harmonis. Kesadaran akan raos sami juga membantu mengurangi egoisme dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

c)  Raos Langgeng

Raos langgeng adalah konsep yang menggambarkan keberadaan rasa abadi dalam jiwa manusia. Ki Ageng menjelaskan bahwa meskipun emosi seperti senang dan sedih datang dan pergi, ada suatu rasa yang lebih dalam dan langgeng yang tetap ada dalam diri setiap individu. Rasa ini mencakup kedamaian dan ketenangan batin yang tidak tergoyahkan oleh keadaan eksternal.

Pemahaman tentang raos langgeng membantu individu untuk tidak terjebak dalam perasaan negatif atau kekecewaan akibat situasi sementara. Dengan menyadari adanya rasa abadi ini, seseorang dapat lebih tabah menghadapi tantangan hidup. Raos langgeng juga mendorong individu untuk tetap optimis dan berfokus pada hal-hal positif dalam hidup mereka.

d)  Nyawang Karep

Konsep terakhir adalah nyawang karep, yang berarti melihat keinginan atau hasrat dalam diri sendiri. Ki Ageng menekankan pentingnya memahami keinginan pribadi sebagai langkah awal untuk mencapai kebahagiaan sejati. Dengan mengenali apa yang sebenarnya diinginkan, individu dapat mengendalikan hasratnya dan menghindari tindakan impulsif yang dapat menyebabkan penyesalan.

Nyawang karep juga melibatkan refleksi diri dan introspeksi. Dalam proses ini, seseorang diajak untuk merenungkan tujuan hidupnya dan bagaimana cara mencapainya dengan cara yang seimbang. Dengan memahami keinginan secara mendalam, individu dapat menyesuaikan harapan dengan kenyataan serta menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan batin tanpa terjebak dalam keinginan duniawi yang bersifat sementara

3.  Filsafat Rasa Hidup (Filsafat Raos Gesang)

Filsafat rasa hidup merupakan pandangan Ki Ageng Suryomentaram mengenai filosofi kehidupan yang memuat perasaan hidup.

Rasa hidup yang dimiliki oleh seseorang menjadikannya takut mati dan takut tidak memiliki keturunan. Rasa hidup membuat manusia bergerak untuk mengusahakan hal-hal yang membuat kehidupannya tetap lestari.

4.  Jimat Perang (Jimat Prang)

Jimat perang merupakan wejangan yang diberikan oleh Ki Ageng Suryomentaram mengenai rasa berani mati, sebagai semangat untuk melawan penjajah Belanda. Rasa berani mati diusahakan dengan mendidik diri sendiri bahwa rasa tersebut adalah tujuan hidup. Rasa berani mati dalah dasar membangun kehidupan bangsa yang kokoh.

Jimat perang terbukti ampuh dalam membakar semangat para pemuda untuk berjuang melawan penjajah Belanda, dan melahirkan semboyan, "merdeka atau mati.

5.  Ijazah Hidup (Ijazah Gesang)

Ijazah hidup adalah pandangan Ki Ageng Suryomentaram mengenai bekal-bekal kehidupan yang diperlukan manusia, berupa pengalaman-pengalaman hidup.

Pengalaman hidup berupa kegetiran dan penderitaan (raos prihatin) menjadikan seseorang melatih dirinya untuk sabar, dan mampu menghargai kebahagiaan.

6.  Ilmu Pengetahuan (Kawruh bab Kawruh)

Ilmu pengetahuan dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, bukanlah pelajaran agama, atau aliran kebatinan. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan oleh Ki Ageng Suryomentaram adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana makan, minum, dan bertempat tinggal.

7.  Ilmu Jiwa (Kawruh Raos)

Ilmu jiwa merupakan pemikiran yang unik dari Ki Ageng Suryomentaram. Di dalam ilmu jiwa, istilah kramadangsa adalah sebagai tahap pra-manusia tanpa ciri dibahas. Kramadangsa merupakan konsep Ki Ageng Suryomentaram untuk menyebut identitas keakuan seseorang. Ilmu jiwa kramadangsa adalah bagian penting dalam menyusun konsep manusia Ki Ageng Suryomentaram.

8.  Ilmu Pendidikan (Kawruh Pamomong)

Ilmu pendidikan yang dimaksud dalam pemikiran Ki Ageng Suryomentaram adalah mengenai cara-cara mendidik anak. Ilmu pendidikan membahas cara-cara menanamkan pengetahuan ilmu bahagia sejak dini. Ilmu pendidikan juga membahas hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan dan cinta. Materi-materi pendidikan, ditujukan agar anak mampu berpikir dan mengerti hal yang benar, dan mampu mencintai orang lain.

9.  Ilmu Perkawinan (Kawruh Rabi)

Ilmu perkawinan mencakup ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang bagaimana membina kehidupan berumah tangga. Perkawinan merupakan sarana dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu hasrat untuk melestarikan raga dan keturunannya. Ki Ageng memberikan pandangan bagaimana melakukan kerjasama yang baik antara suami dan istri. Pemahaman mengenai ilmu bahagia menjadikan rumah tangga harmonis dan tidak ada saling menuntut antara suami dan istri.

10.  Ilmu Kesempurnaan (Kawruh Kasampurnan)

Ki Ageng Suryomentaram memandang kesempurnaan sebagai fenomena yang sering dicari oleh manusia. Kesempurnaan justru didapatkan dengan mencari ke dalam diri sendiri, bukan kesana-kemari mencari sesuatu di luar diri.

Kesempurnaan berarti tidak adanya kesulitan, sedangkan mencari sempurna adalah harapan atau keinginan agar tidak mengalami kesulitan. Kedunya merupakan sesuatu yang berbeda. Keinginan untu mencari sempurna seringkali mendorong seseorang untuk bertindak di luar kewajaran, dan justru menghasilkan banyak ketidaksempurnaan.

11.  Ilmu Kasunyatan (Kawruh Kasunyatan)

Ilmu kasunyatan merupakan pandangan Ki Ageng Suryomentaram terhadap realitas benda-benda dan segala sesuatu yang ada di muka bumi, termasuk peristiwa. Kasunyatan merupakan kebenaran dari keseluruhan benda yang ada di dunia. Ilmu kasunyatan berguna untuk memahami makna keberadaan benda-benda, sehingga manusia bisa memposisikan secara proporsional kebutuhan-kebutuhan yang hakiki, tidak terjebak pada keinginan-keinginan yang tidak masuk akal.

12.  Ilmu Penghidupan (Kawruh Pangupo Jiwo)

Ilmu penghidupan adalah pemikiran Ki Ageng Suryomentaram mengenai kebutuhan-kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk hidup. Ilmu penghidupan merupakan pengetahuan dalam rangka memenuhi kelestarian raga dan keturunan. Sesuatu yang menjadi kebutuhan, pada dasarnya mudah didapatkan. Seseorang sulit memenuhi kebutuhan, disebabkan keinginannya yang bermacam-macam yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan.

Ilmu penghidupan membahas mengenai rasa pekerjaan, bahwa seseorang seringkali salah memahami hakikat pekerjaan. Seseorang seringkali mengedepankan gengsi dan harga diri, sehingga kesulitan dalam menemukan pekerjaan yang cocok baginya. Padahal, semestinya pekerjaan adalah mengenai mencari kecukupan untuk kebutuhan mendasar, sehingga pekerjaan seperti itu tentu mudah didapatkan.

Apa Hubungan Antara Kesederhanaan dan Pencegahan Korupsi Menurut Ajaran Ki Ageng Suryomentaram?

      Kesederhanaan memiliki hubungan yang erat dengan pencegahan korupsi menurut ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan hubungan tersebut:

1.  Menghindari Gaya Hidup Berlebihan

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya hidup sederhana dan tidak berlebihan. Ketika individu menjalani kehidupan yang sederhana, mereka cenderung tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang memicu keinginan untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan dengan cara yang tidak etis. Kesederhanaan membantu individu untuk merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, sehingga mengurangi godaan untuk melakukan korupsi.

2.  Membangun Kesadaran Diri

Kesederhanaan juga mendorong individu untuk melakukan refleksi diri dan memahami batasan serta kebutuhan mereka. Dengan kesadaran diri yang tinggi, seseorang dapat menghindari perilaku korupsi yang sering kali muncul dari ambisi dan keinginan yang tidak terkendali. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa dengan memahami diri sendiri, individu dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan bertindak.

3.  Menumbuhkan Rasa Syukur

Prinsip kesederhanaan dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram juga terkait dengan rasa syukur. Ketika seseorang hidup sederhana, mereka lebih mampu menghargai apa yang mereka miliki dan bersyukur atasnya. Rasa syukur ini dapat mencegah individu dari perasaan tidak puas yang sering kali menjadi pemicu tindakan korupsi. Dengan bersyukur, individu akan lebih fokus pada hal-hal positif dalam hidup mereka dan tidak tergoda untuk mencari kekayaan secara ilegal.

4.  Menciptakan Lingkungan yang Sehat

Kesederhanaan dalam gaya hidup juga dapat menciptakan lingkungan sosial yang sehat. Ketika masyarakat secara kolektif menjalani hidup sederhana, nilai-nilai moral dan etika akan lebih mudah ditanamkan. Lingkungan yang sehat ini akan mengurangi peluang bagi praktik korupsi untuk berkembang, karena masyarakat akan saling mendukung dalam menegakkan integritas dan kejujuran.

5.  Mendorong Tanggung Jawab Sosial

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya tanggung jawab sosial sebagai bagian dari kesederhanaan. Ketika individu merasa cukup dan hidup sederhana, mereka akan lebih cenderung untuk berkontribusi pada masyarakat dan lingkungan sekitar daripada mencari keuntungan pribadi melalui cara-cara curang. Tanggung jawab sosial ini menjadi penghalang bagi perilaku korupsi.

6.  Menjadi Teladan bagi Orang Lain

Individu yang menjalani hidup sederhana dapat menjadi teladan bagi orang lain di sekitarnya. Dengan menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kepuasan dapat dicapai tanpa harus terlibat dalam praktik korupsi, mereka dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak tersebut. Hal ini menciptakan budaya anti-korupsi di dalam masyarakat.

Mengapa Pemahaman Diri Menjadi Langkah Awal yang Krusial Dalam Transformasi Kepemimpinan Menurut Ajaran Ki Ageng Suryomentaram?

      Pemahaman diri merupakan konsep yang sangat penting dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, seorang tokoh kebatinan dan filsuf Jawa yang dikenal dengan pemikirannya yang mendalam tentang kehidupan dan kepemimpinan. 

Menurut Ki Ageng Suryomentaram, pemahaman diri bukan hanya sekadar pengenalan terhadap diri sendiri, tetapi juga merupakan langkah awal yang krusial dalam transformasi kepemimpinan. Dalam konteks ini, kita akan membahas mengapa pemahaman diri sangat penting bagi seorang pemimpin dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.

1.  Kesadaran Diri sebagai Fondasi Kepemimpinan

Pemahaman diri dimulai dengan kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan motivasi pribadi. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus memiliki kesadaran akan dirinya sendiri sebelum dapat memimpin orang lain dengan efektif. Kesadaran diri membantu pemimpin untuk:

a)  Mengidentifikasi Kekuatan dan Kelemahan

Dengan memahami kekuatan dan kelemahan pribadi, pemimpin dapat memanfaatkan kelebihan mereka dan bekerja untuk memperbaiki kelemahan. Ini memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang lebih baik dan meningkatkan kinerja tim.

b)  Membuat Keputusan yang Bijaksana

Pemimpin yang sadar akan nilai-nilai dan tujuan mereka cenderung membuat keputusan yang lebih konsisten dan etis. Mereka tidak terpengaruh oleh tekanan eksternal atau emosi sesaat.

2.  Membangun Integritas dan Kepercayaan

Integritas adalah salah satu nilai inti dalam kepemimpinan menurut Ki Ageng Suryomentaram. Pemimpin yang memiliki pemahaman diri yang baik cenderung lebih jujur dan transparan dalam tindakan mereka. Ketika seorang pemimpin bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut, mereka membangun kepercayaan di antara anggota tim atau masyarakat yang mereka pimpin. Kepercayaan ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.

Pemimpin yang memahami diri mereka sendiri dapat menjadi teladan bagi orang lain. Mereka menunjukkan bahwa tindakan harus sejalan dengan kata-kata, sehingga mendorong anggota tim untuk melakukan hal yang sama. Ketika pemimpin bertindak dengan integritas, mereka menciptakan budaya di mana kejujuran dihargai. Hal ini dapat mengurangi risiko korupsi dan perilaku tidak etis dalam organisasi.

3.  Kemampuan Mengatasi Konflik

Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya ngudari reribed, yaitu kemampuan untuk mengatasi konflik internal maupun interpersonal. Pemahaman diri memungkinkan pemimpin untuk mengenali sumber konflik dan mencari solusi yang konstruktif. Dengan memahami emosi dan motivasi diri sendiri, seorang pemimpin dapat lebih empatik terhadap orang lain. 

Ini membantu mereka untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Pemimpin yang memiliki kesadaran diri dapat mengelola stres dengan lebih baik. Mereka tahu kapan harus mengambil waktu untuk merenung atau mencari dukungan dari orang lain, sehingga dapat menghadapi konflik tanpa kehilangan kendali.

4.  Pengembangan Karakter dan Moralitas

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki moralitas yang tinggi untuk memimpin dengan baik. Pemahaman diri berkontribusi pada pengembangan karakter yang kuat. Pemimpin yang memahami nilai-nilai pribadi mereka cenderung menetapkan standar moral yang tinggi bagi diri mereka sendiri dan tim mereka. 

Ini menciptakan lingkungan di mana etika diprioritaskan. Proses refleksi diri membantu individu untuk belajar dari pengalaman mereka, baik positif maupun negatif. Dengan merenungkan tindakan mereka, pemimpin dapat memperbaiki kesalahan dan tumbuh sebagai individu.

5.  Fleksibilitas dan Adaptabilitas

Dalam dunia yang terus berubah, pemimpin perlu mampu beradaptasi dengan situasi baru. Pemahaman diri membantu individu mengenali kapan mereka perlu beradaptasi dan bagaimana cara terbaik untuk melakukannya. Pemimpin yang sadar akan kekuatan dan kelemahan mereka lebih mampu menghadapi perubahan dengan sikap positif. 

Mereka tidak takut untuk mencari bantuan atau belajar dari orang lain ketika diperlukan. Dengan memahami berbagai perspektif baik milik mereka sendiri maupun orang lain, pemimpin dapat menciptakan solusi kreatif untuk tantangan yang dihadapi oleh tim atau organisasi.

6.  Peningkatan Kualitas Keputusan

Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh pemahaman diri mereka. Ketika seorang pemimpin memiliki kesadaran akan nilai-nilai, tujuan, dan batasan pribadi mereka, mereka lebih mampu membuat keputusan yang sejalan dengan visi dan misi organisasi.

 Dengan memahami motivasi di balik keputusan mereka, pemimpin dapat mengurangi risiko pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi sesaat atau tekanan eksternal. Pemahaman diri memungkinkan pemimpin untuk bertindak secara konsisten sesuai dengan nilai-nilai pribadi dan organisasi, sehingga menciptakan stabilitas dalam kepemimpinan.

7.  Mendorong Pertumbuhan Pribadi dan Profesional

Pemahaman diri adalah kunci untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Dengan mengenali area di mana mereka perlu berkembang, pemimpin dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka. 

Pemimpin yang memiliki kesadaran diri cenderung terbuka terhadap umpan balik dan belajar dari pengalaman masa lalu. Ini membantu mereka menjadi lebih efektif dalam peran kepemimpinan mereka. Dengan memahami apa yang ingin dicapai secara pribadi maupun profesional, pemimpin dapat menetapkan tujuan yang realistis dan berfokus pada pencapaian tersebut.

Bagaimana Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Tentang Tanggung Jawab Sosial Dapat Diterapkan Dalam Konteks Kepemimpinan Modern?

      Ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang tanggung jawab sosial memiliki relevansi yang sangat tinggi dalam konteks kepemimpinan modern. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, pemimpin diharapkan tidak hanya fokus pada pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. 

Berikut adalah penjelasan mendalam tentang bagaimana ajaran tersebut dapat diterapkan dalam praktik kepemimpinan saat ini.

1.  Kesadaran Sosial dan Etika

Ki Ageng menekankan pentingnya kesadaran sosial sebagai landasan untuk bertindak. Pemimpin modern perlu memahami isu-isu sosial yang dihadapi oleh komunitas mereka dan berusaha untuk memberikan solusi. Kesadaran ini mencakup pemahaman tentang kebutuhan masyarakat, tantangan yang mereka hadapi, serta dampak dari keputusan yang diambil oleh pemimpin.

Ajaran Ki Ageng menekankan integritas dan kejujuran. Pemimpin harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya menguntungkan organisasi tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Dengan menerapkan prinsip etika dalam pengambilan keputusan, pemimpin dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata masyarakat.

2.  Keterlibatan Masyarakat

Pemimpin harus mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Ini bisa dilakukan melalui forum diskusi, konsultasi publik, atau kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil. Dengan melibatkan masyarakat, pemimpin dapat memahami harapan dan kebutuhan mereka, sehingga kebijakan yang diambil lebih relevan dan bermanfaat.

Menerapkan program-program yang langsung memberikan manfaat bagi masyarakat merupakan cara lain untuk menunjukkan tanggung jawab sosial. Misalnya, pemimpin dapat memulai/mengenalkan program pelatihan keterampilan, pendidikan, atau kegiatan lingkungan yang melibatkan masyarakat secara langsung.

3.  Membangun Budaya Organisasi yang Beretika

Pemimpin harus mengintegrasikan nilai-nilai kebatinan ke dalam budaya organisasi. Ini termasuk nilai-nilai seperti kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung penerapan nilai-nilai ini, pemimpin dapat memotivasi anggota tim untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut.

Pendidikan tentang etika dan tanggung jawab sosial harus menjadi bagian dari pelatihan bagi seluruh anggota organisasi. Melalui pelatihan ini, anggota akan lebih memahami pentingnya nilai-nilai tersebut dan bagaimana menerapkannya dalam pekerjaan sehari-hari.

4.  Transparansi dan Akuntabilitas

Pemimpin harus menerapkan prinsip transparansi dalam semua aspek operasional organisasi. Ini termasuk laporan keuangan yang jelas dan terbuka mengenai penggunaan dana serta dampak dari program-program yang dijalankan. Transparansi akan meningkatkan akuntabilitas pemimpin kepada masyarakat.

Menerapkan mekanisme akuntabilitas untuk memastikan bahwa tindakan organisasi sesuai dengan komitmen sosialnya sangat penting. Pemimpin harus siap mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan mereka kepada masyarakat serta menerima umpan balik untuk perbaikan.

5.  Kolaborasi dengan Berbagai Pihak

Membangun kemitraan dengan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah untuk menciptakan inisiatif yang lebih luas dalam pencegahan korupsi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat penting. Kolaborasi ini memungkinkan pemimpin untuk memanfaatkan sumber daya yang ada secara efisien.

Dengan bekerja sama dengan pihak lain, pemimpin dapat memperluas jangkauan program-program sosial dan meningkatkan dampaknya. Misalnya, kolaborasi dengan NGO dapat membantu dalam merancang program-program yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

6.  Inovasi dan Kreativitas dalam Solusi Sosial

Pemimpin harus menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dalam mencari solusi untuk masalah sosial. Dengan mendorong anggota tim untuk berpikir kreatif dan mengemukakan ide-ide baru, pemimpin dapat menemukan cara baru untuk mengatasi tantangan yang ada di masyarakat.

Menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi program-program sosial juga merupakan langkah penting. Teknologi dapat digunakan untuk mengumpulkan data, memantau dampak program, serta berkomunikasi dengan masyarakat secara lebih efektif.

7.  Pendidikan Karakter dan Etika

Mengembangkan program pendidikan yang menekankan pada nilai-nilai kebatinan dan tanggung jawab sosial di sekolah-sekolah akan membentuk karakter generasi muda agar lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat.

Mendirikan program mentoring di mana para pemimpin dapat membimbing generasi muda tentang pentingnya tanggung jawab sosial akan membantu menciptakan pemimpin masa depan yang berintegritas.

8.  Menjadi Teladan

Pemimpin harus menjadi teladan dalam menjalankan tanggung jawab sosial mereka. Dengan menunjukkan integritas, dedikasi, dan komitmen terhadap nilai-nilai kebatinan, pemimpin dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Keteladanan dari seorang pemimpin akan membangun kepercayaan di antara anggota tim dan masyarakat luas. Ketika pemimpin bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebatinan, hal ini akan mendorong orang lain untuk mengikuti jejak tersebut.

Kesimpulan 

      Ki Ageng Suryomentaram, lahir pada 20 Mei 1892 di Yogyakarta, adalah tokoh berpengaruh dalam sejarah spiritual dan kebudayaan Indonesia. Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, ia merasa tidak puas dengan kehidupan istana yang teratur. 

Kegelisahan ini membawanya untuk mencari makna hidup yang lebih dalam melalui perjalanan spiritual di tempat-tempat suci. Ia mengembangkan ajaran Kawruh Begja, yang menekankan pentingnya memahami diri sendiri dan mencari kebahagiaan sejati melalui kesederhanaan. Prinsip "Aja Dumeh" menjadi salah satu ajarannya yang populer di kalangan masyarakat Jawa.

      Selama masa penjajahan, Ki Ageng aktif dalam perjuangan kemerdekaan, menunjukkan komitmennya terhadap bangsa. Selain itu, ia dikenal sebagai penulis produktif yang membahas kejiwaan dan filsafat kehidupan. Konsep "Ilmu Penghidupan" dan enam prinsip "Enam SA" yaitu Sa-butuhne (sebutuhnya), Sa-perlune (seperlunya), Sa-cukupe (secekupnya), Sa-benere (sebenarnya), Sa-mesthine (semestinya), dan Sak-penake (seenaknya) yang ia kembangkan membantu individu mencapai kebahagiaan sejati dengan memahami keinginan mereka.

      Warisan spiritual Ki Ageng tetap hidup hingga kini, menjadikannya sosok inspiratif dalam pencarian makna hidup. Ia mengajarkan bahwa hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan sangat penting untuk mencapai kehidupan bahagia, serta menekankan nilai-nilai nasionalisme dalam perjuangannya melawan penjajahan. Dengan segala kontribusinya, Ki Ageng Suryomentaram dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Daftar Pustaka

Wahyuningrum, F. K. (2017 ). Aktualisasi Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Sebagai Basis Pendidikan Karakter. Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017.

Mantyasih. Ki Ageng, Kawruh Begja Sawetah; Jabaran Ilmu Keberuntungan Ki Ageng Suryomentaram (Semarang: Dahara Prize, 2013).

A. Y. Soegito, "Menuju Kebahagiaan: Suatu Telaah tentang Paham Kebahagiaan dan Jalan Kebahagiaan Menurut Ki Ageng Suryomentaram," Tesis, Jakarta: Program Studi Ilmu Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarya, 2000.

Ahmad, Tomy Muhlisin. "Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram tentang Pendidikan Akhlak dalam Buku Puncak Makrifat Jawa (Pengembaraan Batin Ki Ageng Suryomentaram)", Skripsi: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2018.

Marhamah, Uswatun dkk, "Indigenous Konseling (Studi Pemikiran Kearifan Lokal Ki Ageng Suryomentaram dalam Kawruh Jiwa)", Jurnal Bimbingan Konseling 4. Vol. 2. 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun