Mohon tunggu...
Devita Wijayanti
Devita Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010180

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

TB 2 - Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

28 November 2024   10:20 Diperbarui: 28 November 2024   10:20 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

Gambar 12 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB
Gambar 12 Dokpri TB 2 Pendidikan Antikorupsi dan Etik UMB

      Ki Ageng Suryomentaram, lahir pada 20 Mei 1892 di Yogyakarta, adalah seorang tokoh spiritual dan pemikir kebudayaan yang berpengaruh di Indonesia. Ia merupakan putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, yang berasal dari kalangan bangsawan. Nama kecilnya adalah Bendoro Raden Mas Kudiarmadji, dan setelah berusia 18 tahun, ia mendapat gelar Bendoro Pangeran Haryo Suryomentaram. Meskipun lahir dalam lingkungan istana, Ki Ageng Suryomentaram merasa tidak puas dengan kehidupan yang serba teratur dan penuh protokol tersebut. Kegelisahan ini mendorongnya untuk menjelajahi dunia luar, mencari makna hidup yang lebih dalam. Ia sering mengunjungi tempat-tempat suci dan keramat seperti Gua Langse dan Pantai Parangtritis untuk bersemedi dan merenung.

      Keputusan Ki Ageng Suryomentaram untuk meninggalkan keraton bukanlah hal yang mudah. Ia merasakan beban moral untuk membantu rakyat jelata yang hidup dalam kesulitan. Dalam pengembaraannya, ia bekerja serabutan sebagai pedagang batik, petani, dan buruh. Pengalaman ini membuka matanya terhadap realitas kehidupan masyarakat bawah yang sering terabaikan oleh para bangsawan. Melalui pengalaman ini, ia mengembangkan ajaran kebatinan yang dikenal sebagai Kawruh Begja atau Ilmu Bahagia, yang menekankan pentingnya memahami diri sendiri dan mencari kebahagiaan sejati dalam hidup.

      Ajaran Ki Ageng Suryomentaram berfokus pada konsep keseimbangan dalam hidup. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kekayaan atau status sosial, melainkan pada cara seseorang menjalani hidup dengan sederhana dan tidak berlebihan. Salah satu prinsip penting dalam ajarannya adalah "Aja Dumeh," yang berarti jangan sombong atau merasa lebih baik dari orang lain. Ajaran ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Jawa, meskipun tidak ada organisasi formal untuk menyebarkannya.

      Selama masa penjajahan Belanda dan Jepang, Ki Ageng Suryomentaram aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengorganisir pasukan Jelata untuk melawan penjajah dan memberikan dukungan moral kepada para pejuang kemerdekaan. 

Keterlibatannya dalam perjuangan ini menunjukkan komitmennya terhadap bangsa dan negara, meskipun ia memilih untuk hidup sederhana sebagai petani dan guru spiritual.

      Ki Ageng Suryomentaram juga dikenal sebagai seorang penulis produktif. Banyak karyanya membahas tentang kejiwaan dan filsafat kehidupan, di mana ia menggunakan pengalaman pribadinya sebagai dasar untuk menyelidiki alam kejiwaan manusia. 

Ia sering memberikan ceramah kepada pengikutnya dengan cara khas duduk lesehan, menciptakan suasana akrab dan intim dalam pengajarannya. Karya-karyanya ditulis dalam bahasa Jawa dan mencakup berbagai tema, termasuk ilmu jiwa, ilmu pendidikan, serta hubungan antara manusia dan lingkungannya.

      Salah satu konsep penting dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah "Ilmu Penghidupan" (Kawruh Pangupo Jiwo), yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia untuk hidup. Ia percaya bahwa banyak orang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka karena keinginan yang berlebihan atau tidak realistis. Menurutnya, pekerjaan seharusnya dilihat sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan dasar daripada sebagai simbol status sosial.

      Ki Ageng Suryomentaram meninggal pada 18 Maret 1962 di usia 69 tahun. Ia dimakamkan di desa Bringin, Salatiga, tempat di mana ia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai petani dan guru spiritual. Warisan spiritualnya tetap hidup melalui ajaran-ajarannya yang terus dipelajari oleh banyak orang hingga saat ini. Ia dikenang sebagai sosok yang rela melepaskan segala kemewahan demi mencari kebahagiaan sejati dan berbakti kepada bangsa.

      Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, memahami diri sendiri adalah langkah pertama menuju kebahagiaan. Ia percaya bahwa dengan mengenali diri sendiri secara jujur, seseorang dapat memahami orang lain dan lingkungannya dengan lebih baik. Konsep ini menjadi dasar bagi banyak ajaran spiritual di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun