dua. harus, apabila menjual ialah keharusan, contohnya menjual barang buat membayar hutang.
tiga. Sunah, contohnya menjual barang kepada sahabat atau orang yg sangat memerlukan barang yang dijual.
4. Haram, misalnya menjual barang yang dihentikan buat diperjualbelikan. Menjual barang buat maksiat, jual beli buat menyakiti seorang, jual beli buat merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan Mengganggu ketenteraman warga .
C. Rukun Jual Beli
pada menetapkan rukun jail beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat, menurut ulama Hanafiah rukun jual beli artinya ijab dan kabul yang membagikan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan. akan tetapi sebab unsur kerelaan itu ialah unsur hati yg sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan tanda yg memberikan kerelaan ke 2 belah pihak. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama terdapat empat, yaitu:
1. terdapat orang yg berakad atau al-muta'aqidain (penjual serta pembeli).
dua. ada Shighat (lafal ijab dan qabul).
tiga. ada barang yg dibeli.
4. ada nilai tukar pengganti barang.
dari ulama Hanafiyah, orang yang berakad barang yang dibeli, serta nilai tukar barang termasuk ke dalam kondisi-kondisi jual beli, bukan rukun jual beli. Jual beli dinyatakan legal apabila memenuhi rukun serta kondisi jual beli. Rukun jual beli berarti sesuatu yg wajib terdapat pada jual beli. jika galat satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak bisa dilakukan.
Ijab ialah perkataan penjual dalam memperlihatkan barang dagangan, misalnya: "aku jual barang ini seharga Rp5.000,00". Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli pada menerima jual beli, misalnya: "aku beli barang itu seharga Rp5.000,00". Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab serta kabul tidak wajib diucapkan, namun berdasarkan norma kebiasaan yg telah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini pada pasar swalayan. Pembeli cukup merogoh barang yg diharapkan kemudian dibawa ke kasir buat dibayar.