Hahahaha! Kamu kalah Anita! Lihatlah! Aku berhasil membencimu,..terbukti! Kau telah rasakan sendiri hinaanku,..kejamku,..tamparku...! Kau jelas tak berarti bagiku lagi!
Prang!...
Kuhantam cermin itu hingga retak terbelah,..buku kepalku memercikkan darah. Benda ini selalu saja mementahkan hingar bingarku, karena dia tak pernah sependapat denganku, bahkan seringai cibiran itu...
“ Hoi...! Lelaki kerdil! Apa kau bilang? Kamu menang?...hahahaha! Kamu kalah telak, tolooollll...!”
Bangsaaat!!!
Prang..! Pyar..!
Ku pecahkan kembali hingga kaca-kaca itu berkeping. Serpihnya berserakan di lantai,...berbaur dengan percik-percik darahku yang menetes lebih deras.., ada pedih....tapi tersamar surup amarah.
“ Aku menang!..Aku baik-baik saja...!”
“ Hahaha....!, pecundang!..Kalau kamu menang, mana??...apa kau buta?..Lihat kamu berantakan tanpa secuilpun asa,..kusut masai...putus asa. Akui saja,...kamu tak bisa melupakannya, kamu masih takut perpisahan ini.... Akui saja, kamu belum bisa,..belum bisaaa!...”
Dia makin keras berbisik.
“ Jujur saja...kamu belum mampu memendamnya,..wajahnya,..rindumu masih melekat pada tiap senti ruang rumah ini..Kamu menyesal menyakitinya kan? Tak berhasil membencinya? Kau masih berharap...pesan mertuamu itu benar kan? Anita terus memanggilmu...membutuhkanmu! Kamu tak percaya itu! Tapi, ingin hal itu terjadi kaaan? Hahahaha.....!”