Tercekat. Kurasa bagai tak ada setitik pun basah di kerongkongku,..begitu kering dan serak.
“ Roland..? bukankah...hanya dia..?”
“ ...Dia,..sudah lama mati sejak dulu,..sejak dia masih hidup,..”
“ Maks...maksudmu..?”
“ Maafkan aku,..sejak dulu berbohong padamu. Karena dulu,..aku begitu rendah diri di depanmu..., ternyata sikapku itu sebuah salah...”
“ An.., Anita,..aku masih belum mengerti..”
“ Roland telah lama mati bagiku,...sejak dia selalu kejam saat aku belum juga menggugurkan janin itu....Sikapku padamu selama ini,..hanya karena merasa tak pantas buatmu..”
Aku terpana dengan semua ini, berharap sungguh bahwa yang kurasakan bukanlah sebuah mimpi. Tuhan,..jika ini hanya mimpi, jangan bangunkan aku dari lelap ini,..aku siap mati demi ini,..karena sungguh, belum pernah ku merasakan keindahan ini. Sulit untuk mengucap kata,..aku tak ingin menjadi terjaga karenanya. Hanya hendak mendengar merdu suaranya saja..
“ Mas,..kau benar telah membenciku..?”
Kuhanya menggeleng.
“ Sediakah menerima aku kembali...?”