Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ia yang Menerobos Hujan

7 Oktober 2020   20:45 Diperbarui: 7 Oktober 2020   20:49 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Masak kau tak ingat?".

Emak terheran-heran, lalu tertawa kecil. Melihat Emak terheran-heran, aku jadi heran.

"Tak, Mak. Abang tak ingat sama sekali." Aku selalu menyebut diriku Abang di keluargaku.

"Kenapa Emak ketawa?", tanyaku.

"Macam mana Emak tak ketawa? Kau dulu kan sangat suka dengan anak perempuan itu? Aduh....siapa namanya ya?"

Aku tersentak. Serasa seluruh sel dalam tubuhku berpendar.

"Kau waktu kecil dulu lucu kali lah, Bang. Macam orang sudah besar. Pernah anak perempuan itu kau perkenalkan kepada Ayah dan Emak. Kau bilang, ini calon istri Abang. Tersipu-sipu malu anak perempuan itu. Abang.... Abang. Terkekeh-kekeh kami waktu itu kau buat."

Emak tertawa kuat. Ayah yang rupanya ikut mendengarkan, tertawa kuat pula.

"Kalau tak salah, saat itulah Ayah ambil foto kalian berdua", timpal Ayah.

Serasa aliran listrik menyengatku. Seluruh sel dalam tubuhku berpendar lebih dahsyat. Mungkin, mungkin inilah sebab dari segala sebab. Mungkin aku sudah dekat ke ujung gelap.

"Sekarang, dia ada di mana, Mak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun