Mohon tunggu...
Baladewa Arjuna
Baladewa Arjuna Mohon Tunggu... -

Think....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

‘Jesus for Atheists’ (3)

2 Januari 2016   19:40 Diperbarui: 3 Januari 2016   19:58 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By: Arjuna Baladewa.

Catatan: Tulisan ini membandingkan argumentasi Richard Dawkins versus argumentasi Yesus. Ini adalah Bagian Ke-3 dari 4 tulisan. Untuk bisa mendapatkan pengertian menyeluruh, saya menyarankan untuk membacanya berurutan mulai dari bagian yang pertama. Bagian ke-1 tulisan dapat dibaca DISINI.
---------------------------------

.
Dalam tulisan di bagian pertama dan kedua, Richard Dawkins ingin membangun moral super niceness seperti yang dimiliki Yesus, tetapi di dalam dunia tanpa Tuhan – dengan cara menggunakan big brain-nya sebagai solusi ultimate untuk ‘memberontak’ atas selfish gene dirinya sendiri. Dalam tulisan bagian ke-3 ini, saya melihat bahwa Yesus memiliki argumentasi yang lebih baik dari Dawkins.


.
‘Selfish Gene’ Versi Alkitab – Dasar Argumentasi Yesus

Setelah membahas argumentasi dari Richard Dawkins dalam tulisan di bagian pertama dan kedua, maka di tulisan bagian ketiga ini saya akan banyak membahas argumentasi Yesus tentang moral super niceness yang Dawkins impi-impikan.

Soal selfish gene yang dibahas Dawkins dalam tulisan sebelumnya, mungkin Dawkins tidak mengetahui dengan baik apa yang telah dituliskan oleh Musa 3.500 tahun lalu tentang original sin atau ultimate sin manusia (kitab Taurat Musa: Kejadian – Genesis), yang menyebutkan bahwa manusia telah dikuasai oleh nature keberdosaan dirinya bahkan sejak awal di masa keberadaannya (Alkitab mem-paraphrase dan meng-intisari-kan fakta yang kompleks dan rumit jutaan tahun ini ke dalam bentuk suatu cerita klasik tentang Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam kuasa dosa – sehingga filosofinya tetap bisa dipahami oleh manusia lebih dari 3.500 tahun lalu, dipahami oleh Yesus 2.000 tahun lalu dan manusia modern saat ini pun).

Dalam kitab Taurat yang sama, Musa menuliskan pula melalui kitab Kejadian 1.26 bahwa manusia telah diberikan kuasa untuk mengatur dan memelihara Bumi dan segala isinya. MANUSIA telah diangkat sebagai TUAN (LORD) atas dunia.

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka BERKUASA atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1.26)

Tetapi manusia Adam terbujuk untuk tidak puas hanya menjadi ‘Lord’ belaka. Di Taman Eden, Adam dan Hawa disebutkan jatuh ke dalam kuasa dosa. Bujukan manis yang ditawarkan si ular kepada mereka adalah “kamu (LORD) akan menjadi seperti Allah (GOD)” – Kitab Taurat Musa Kejadian 3:5. (Kitab Kejadian ditulis tahun 1500 SM – catatan: kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis untuk menjelaskan nanti bahwa Yesus adalah ANTITHESIS dari Adam: (Manusia/Lord yang ingin menjadi Allah/God); versus Yesus: (Allah/GOD yang nuzul menjadi Manusia/LORD) – sebagai pengajaran bahwa keserakahan dan kesombongan dari dosa Adam adalah oposisi sempurna dari kemurahan dan kerendahan hati dari keselamatan Yesus).

Kehendak bebas (free will) Adam dan Hawa takluk ke dalam bujukan sang ‘ular’, membuat Adam (Lord) sang Tuan itu ingin menjadi Allah (God) dan dengan demikian melepaskan diri dan tidak mau tunduk lagi kepada suatu Kuasa Ilahi di luar diri mereka sendiri. Mereka meresmikannya dengan memakan buah pohon pengetahuan tentang baik dan jahat – buah itu dimakannya sehingga menjadi satu dengan daging dan darah manusia.

Kejadian di Taman Eden ini dalam bahasa Alkitab disebut sebagai DOSA ULTIMATKETERPISAHAN manusia dari sang Khalik: ke-berpusat-an pada diri sendiri. Manusia (Lord) yang ingin menjadi Allah (God) adalah ekspresi dari kesombongan dan keserakahan yang tiada taranya. Oleh karena itu, saya kutipkan kembali tulisan Rasul Paulus dalam kitab Roma:

“The mind (big brain) governed by the flesh (selfish gene) is hostile to God; IT DOES NOT SUBMIT TO GOD'S LAW, nor can it do so.”
(Romans 8.7 – New International Version; catatan: kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis).

Di Taman Eden, manusia itu telah memindahkan titik referensi Baik-Jahat dari Yang Absolut (Allah) kepada yang relative (manusia). Hasilnya adalah, manusia daging terputus total dari Yang Ilahi karena manusia ingin menjadi allah bagi dirinya sendiri dan dengan demikian menolak Allah sebagai Yang Absolut. Alkitab mengatakan bahwa keterputusan dari sang Sumber Hidup adalah kebinasaan (spiritual entropi – istilah yang saya gunakan). Alkitab mengenali dan memakai istilah akan hal ini sebagai dosa = penyebab keterpisahan, maut = kondisi keterpisahan abadi, dan neraka = tempat keterpisahan selamanya.

Jadi dapat juga saya katakan bahwa manusia telah ‘membunuh’ Tuhan bahkan sejak ada di taman yang indah itu – sedangkan Nietzsche hanya mengulang cerita lama. Dan inilah akhir dari periode itu: Adam sang tuan (Lord) telah kehilangan mahkota-nya dan takluk oleh sang ular, maka demikian pula seluruh rakyatnya (baca: keturunannya).

Lalu big brain yang didorong oleh selfish gene itu berkembang liar tanpa kendali, sebab ’Sang Rujukan Ilahi telah ‘mati.' Dalam bahasa Alkitab, KESOMBONGAN dan KESERAKAHAN yang seperti itu disebut sebagai KEJATUHAN manusia (The Fall). Itu adalah DOSA. Suatu oposisi sempurna terhadap nature Tuhan Trinitas (seperti yang akan kita lihat nanti).


.
‘The Inverted Kingdom’: Kerajaan Allah.

Disebutkan diatas bahwa Dosa adalah oposisi sempurna terhadap nature Tuhan (Trinity). Ya, dalam banyak waktu Yesus selalu berbicara tentang suatu Kerajaan lain yang berbeda dan antithesis dari kerajaan di dunia ini: Kerajaan Allah. Ini adalah ‘the inverted kingdom’ dari kerajaan dunia.

Bila system pemerintahan dari kerajaan-kerajaan disederhanakan menjadi seperangkat nilai-nilai yang dianut, maka kita akan melihat perbedaannya. Di dalam kerajaan dunia nilai-nilai yang dianut adalah dalil ‘yang kuat memakan yang lemah’ (seperti yang dijelaskan dengan baik oleh Teori Evolusi Darwin). Sebab kerajaan dunia adalah suatu dunia yang telah jatuh ke dalam kuasa dosa. Ini adalah ‘the kingdom of selfish genes.’

Di dalam Kerajaan yang baru kelak (demikian diajarkan Yesus), manusia harus menyusun ulang nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang biasanya ditemui dalam kerajaan di dunia ini. Nilai-nilai yang ada di daftar paling bawah dalam kerajaan dunia, adalah nilai-nilai yang sangat dihormati dan berada dalam daftar paling atas di dalam Kerajaan Sorga. Dan begitu pula sebaliknya.

PERHATIKAN:

Dosa adalah inverted character dari Kasih Tuhan Trinitas (perichoresis);
Kesombongan dan keserakahan hati (Kejatuhan – kerusakan) adalah inverted character dari kerendahan hati dan kemurahan (Penebusan – pemulihan);
Self love adalah inverted character dari shared-love;
Selfish gene adalah inverted character dari self-less gene atau moral super niceness-nya Yesus;
Unity without diversity (seperti yang diperlihatkan oleh ISIS) ataupun diversity without unity (seperti yang diperlihatkan oleh budaya post-modernisme) masing-masing adalah inverted character dari unity in diversity (unity without uniformity and diversity without fragmentation) dari Trinitas;
• Manusia Adam – ‘Lord’ yang ingin menjadi ‘God’ adalah inverted position dari Yesus – ‘God’ yang menjadi ‘Lord’ (Manusia yang ingin menjadi Allah versus Allah yang bersedia menjadi manusia);
• Kesimpulan agungnya: The kingdom of selfish genes adalah dunia kebalikan dari The Kingdom of God.

Misalnya, bila anda merampas hak seseorang di dalam kerajaan dunia ini, maka kelak di dalam ‘hukum alam’ dari ‘the inverted kingdom’, anda akan merasakannya, tetapi dalam posisi kebalikan, yaitu sebagai korban yang dirampas haknya oleh anda (inverted positon). Bila anda menyiksa atau membunuh seseorang, anda juga akan dapat merasakannya, tetapi sebagai orang yang anda sakiti atau bunuh itu. Bila anda dihakimi dan diputuskan oleh sang Hakim Yesus untuk tinggal terpisah dari Allah (=neraka), maka anda akan merasakan sakit dan perasaan bersalah dari perbuatan itu dalam keabadian. Selama-lamanya. Sebab tidak akan ada lagi penebusan Yesus. Kesempatan kedua sudah diberikan.

Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.” (Matius 13.11)

Apakah rahasia Kerajaan Sorga itu? The inverted character seperti Yesus.

“Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (Matius 13.12)

Dengan kata lain, ‘hukum alam’ di dalam Kerajaan Sorga, seperti kesombongan tidaklah mendapatkan tempat melainkan kerendahan hati; keserakahan tidak akan mendapat penghargaan melainkan kemurahan hati; kejujuran akan dinilai sangat tinggi dan kebohongan akan dicampakkan. Kebencian dan kejahatan tidak akan tumbuh, melainkan perbuatan kasih.


.
Salib dan diri Kristus: Titik-balik dari ‘The Great Reversal’ Semesta Alam

Penyaliban Kristus saya sebut sebagai titik-balik semesta. Mengapa saya sebut titik-balik? Karena bila dosa adalah “yang hina ingin menjadi Yang Maha”; maka keselamatan salib Kristus adalah titik dimana “Yang Maha menjadi yang hina.” Sebab tidak ada yang lebih hina lagi bagi Yang Maha-mulia, selain mati disalibkan bagai seorang penjahat, tetapi pada saat yang sama menolak untuk melakukan pembalasan. Kejahatan, pengkhianatan, rasa sakit, kepahitan, semua berakhir di badan yang tergantung itu. Terserap habis dalam pengampunan. Dan tidak memiliki kuasa lagi untuk terus menjalar sampai kepada ke-abadi-an.

DENGARKAN kata-kata dari John R.W. Stott berikut ini yang menggmbarkan APA ITU KEKRISTENAN dengan sangat baik, seperti apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus sendiri – ini adalah merupakan intisari dari seluruh argumentasi kitab-kitab (Taurat, Zabur Amsal, Injil, dll) yang ada dalam Alkitab – selama 1500 tahun pewahyuannya – THE GREAT REVERSAL melalui penebusan diri Kristus (the ultimate point of reversal):

The essence of SIN is we human beings substituting ourselves for God (Adam), while the essence of SALVATION is God substituting himself for us (Jesus).

We…put ourselves where only God deserves to be; God…puts himself where we deserve to be.”

(John Stott. ‘The Cross of Christ’ – kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis).

Lalu apa hasil dari the inverted kingdom dengan inverted character yang ditawarkan Yesus? Human super niceness – yaitu karakter yang juga diinginkan oleh seorang manusia bernama Richard Dawkins. Lihatlah hasil konsekuensi logis dan konsisten tetapi PARADOX dari apa yang Yesus ajarkan:

Bahwa kita akan mendapat justru dengan memberi; kita akan ditinggikan justru dengan merendahkan diri; kita dilayani justru dengan melayani; kita disuruh untuk cerdik seperti ular tetapi harus tulus seperti merpati; kita akan menjadi yang terbesar justru dengan menjadi yang terkecil; di dalam kelemahan justru kita mendapatkan kekuatan; kita diajarkan: kasihilah bahkan yang membenci kamu; kita menghidupi hidup yang baru justru harus melalui kematian dari hidup yang lama; ataupun, kita mengasihi Allah justru dengan mengasihi manusia dan kita mampu mengasihi manusia justru dengan mengasihi Allah.

Daftar di atas adalah karakter-karakter yang ditertawakan oleh kerajaan dunia. Persis seperti yang dikatakan oleh penulis W.H. Auden ketika bertobat menjadi Kristen – seperti dituliskan oleh Tim Keller:

What happened? In his account of his spiritual renewal he observed that the novelty and shock of the Nazis in the 1940s was that they made no pretense of believing in justice and liberty for all – they attacked Christianity on the grounds that “to love one's neighbor as oneself was a command fit only for effeminate weaklings.” (W.H. Auden)

Yesus mengajarkan ada dua kelompok nilai-nilai dan karakter yang kontras antara kerajaan dunia ini (the kingdom of selfish genes) dengan Kerajaan Sorga (the kingdom of God). Antara daftar yang paling atas versus daftar yang paling bawah. Berikut ini adalah list dari karakter dari orang-orang yang berani menderita demi kebenaran:

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata:
• Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.
• Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.
• Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.
• Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
• Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. (Lukas 6.20-23)

Kemudian Yesus mengutuk karakter-karakter selfish gene kerajaan dunia yang tidak akan dihormati dalam Kerajaan Sorga:

• Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.
• Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar.
• Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.
• Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu. (Lukas 6.24-26 – Teruskan juga ke ayat-ayat berikutnya untuk mengetahui karakter-karakter yang dibutuhkan di dalam Kerajaan Sorga – Lihat juga kotbah di bukit: Matius 5 untuk mendapat gambaran yang lebih menyeluruh).

 

Bila karakter dari manusia-manusia yang telah ditebus adalah karakter baik seperti yang Yesus miliki, maka apabila mereka berkumpul dan tinggal bersama menjadi satu, maka komunitas itu akan menciptakan sorga. Sebaliknya bila komunitas selfish genes berkumpul menjadi satu di suatu tempat dimana Tuhan bersedia untuk tidak hadir di dalamnya, maka komunitas itu akan menciptakan neraka bagi diri mereka sendiri.

Tuhan yang Mahakasih tidak akan pernah menyiksa mereka dengan suatu tempat bernama neraka, sebab itu adalah pilihan bebas mereka. Ia cukup berkata kepada mereka pada akhirnya – setelah seluruh upayaNya yang sangat keras dan serius itu: ‘jadilah kepadamu menurut kehendakmu.’ Itu adalah keputusan yang akan diketok oleh palu hakim Yesus dan itu adalah keputusan yang mengerikan.

Keputusan itu menjadi mengerikan adalah justru ketika Tuhan – pada akhirnya – mengabulkan apa yang dikehendaki oleh manusia selfish gene ini (mengabulkan kehendak primitive dari Adam) untuk menjadi Allah bagi dirinya sendiri dan hidup terpisah dari sang Sumber Kasih dan Keadilan, serta menetapkannya untuk selama-lamanya.

Adam yang telah berdosa, tidak mendapatkan tempat di dalam Kerajaan yang seperti itu. Adam (beserta seluruh keturunannya di masa depan) diusir dari Eden, lalu Allah menjaga jalan balik kepada Pohon Kehidupan dengan pedang yang menyala-nyala. (Oleh karena itu setelah Adam, Alkitab dipenuhi oleh banyak sekali silsilah nama-nama – menantikan satu orang dari “keturunan perempuan” yang dinubuatkan akan mengalahkan maut: “meremukkan kepala sang ular” – lihat Kejadian 3.15).

Tetapi Tuhan menjaga jalan kepada pohon kehidupan dengan pedang yang menyala-nyala.

“Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.” (Kejadian 3.24)

Tidak ada jalan balik kembali pada Tuhan. Jalan sudah ditutup. Sebab manusia selfish gene yang berdosa dan jahat TIDAK LAYAK untuk kemudian memakan buah pohon kehidupan lalu hidup selama-lamanya. Bisakah anda bayangkan Hitler yang tidak pernah bisa mati? Adalah berbahaya bila ada seorang yang sangat jahat atau sangat sakit tetapi hidup abadi. Sebab itu perlu pemisahan atas dua kelompok kehendak bebas manusia melalui pengadilan Ilahi.

Alkitab mengajarkan: manusia boleh menjadi sepintar apapun, manusia boleh menjadi sehebat apapun, tetapi soal moralitas absolut – manusia harus tunduk pada sang Pemberi Hukum Moral. Dan oleh karena itu pula, saya sekarang mulai mengerti mengapa Einstein mewanti-wanti kepada seluruh scientists seperti apa yang dikatakannya ini:

“Science without religion is lame, religion without science is blind.” (Albert Einstein)

Atau apa yang dikatakan Uncle Ben:

“With great power comes great responsibility” (Benjamin Parker – Dalam ‘Spiderman’)

Pedang yang menyala-nyala adalah ‘pengadilan Ilahi.’ Bila semua manusia telah berdosa dan memilih untuk menjadi Allah atas dirinya sendiri, maka tidak seorangpun yang bisa masuk kembali ke hadirat Allah tanpa melewati pengadilanNya – tanpa melewati ‘pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar’ itu.

Akan tetapi ada yang aneh dengan pemaparan Alkitab. Bila tidak seorangpun bisa melewati pedang itu – karena semua manusia telah berdosa dan tidak akan tahan di hadapan pengadilanNya – mengapa Alkitab masih terus saja berbicara dan bernubuat tentang suatu DUNIA BARU yang sama sekali berbeda dengan dunia saat ini? – Kerajaan Allah (The Kingdom of God). Seolah-olah manusia bisa masuk kembali ke hadirat sang Khaliknya itu?

“Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya.
Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu.
Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.
Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya." (Yesaya 11.6-9; ditulis 700 tahun sebelum Yesus lahir)

Itu adalah gambaran di masa depan dimana manusia telah kembali tinggal di hadirat Allah. Tetapi bagaimana dengan pedang itu? Siapa yang mampu melewatinya? Siapa yang tahan terhadap pengadilanNya? Siapa dia? Sehingga manusia bisa kembali berada di hadirat Tuhan dan bisa memakan ‘buah pohon kehidupan’ dan hidup selama-lamanya? Kita akan lihat dalam paparan berikut.


.
Taman Eden versus Getsemani

Di dalam Alkitab, CINTA-KASIH adalah the ultimate value dari kehidupan. Mengapa demikian? Karena Alkitab berkata bahwa karakter intirinsik dari Allah adalah kasih (1 Yoh 4.8). Dan supaya CINTA-KASIH dapat berfungsi dengan baik, maka harus ada yang namanya KEBEBASAN KEHENDAK (Freedom of will). Jargonnya: No love without freedom and no freedom without love. Sebab mustahil cinta sejati bisa ada bila tidak ada pilihan bebas; dan pilihan bebas akan segera menjadi kesemena-menaan bila tidak ada kasih.

Tuhan yang Mahakasih telah menciptakan manusia untuk memiliki kehendak bebas (karena tanpa kehendak bebas, kasih sejati tidak akan pernah bisa muncul). Maka – setelah itu diberikan – Tuhan harus konsisten untuk tidak campur tangan atas pilihan bebas apapun dari manusia, termasuk pilihan untuk memilih neraka ataupun menolak Tuhan sendiri seperti yang dilakukan oleh Adam dan Hawa di Taman Eden – yang akhirnya menimbulkan keterputusan manusia dengan Yang Ilahi. Jadi, neraka adalah tempat yang harus disediakan Tuhan sebagai konsekuensi logis dari orang-orang yang mentapkan pilihan bebasnya untuk hidup terpisah dariNya.

Love cannot work coercively but only persuasively. Forced love is a contradiction in terms. Hence, God's love demands that there be a hell where persons who do not wish to love Him can experience the great divorce when God says to them, “Thy will be done!” (Norman Geisler – Who Made God?)

Namun Tuhan di dalam kasihNya berupaya menginsyafkan manusia dan memperbaiki hubungan yang terputus itu dengan kemauan bebas dari manusia itu sendiri. Bukan dengan paksaan ‘seorang’ Mahakuasa yang otoriter dengan hukuman dan azabNya.

Memberikan kehendak bebas artinya: Tuhan harus membatasi diriNya untuk tidak campur tangan atas pilihan-pilihan bebas manusia. Sebab bila Dia campur tangan pada satu kehendak bebas manusia, maka Dia harus campur tangan pada beberapa kehendak bebas. Bila Dia campur tangan pada beberapa kehendak bebas, maka Dia harus campur tangan pada semua kehendak bebas, pada semua perkara. Bila Dia campur tangan pada semua perkara, maka Dia harus campur tangan terus menerus atas segala sesuatu. Lalu apa gunanya kehendak dan pilihan bebas manusia?

Oleh karena itu, Alkitab berargumentasi demikian: Tuhan bersikeras bahkan dengan sangat keras – karena manusia yang telah salah dengan kehendak bebasnya – maka hanya manusia pula yang harus bisa memperbaikinya, juga dengan kehendak bebasnya sendiri.

AKAN TETAPI semua manusia telah jatuh ke dalam kuasa dosa dan terputus dari Allah Yang Kudus (transenden). Dan karena hubungan itu telah terputus, maka manusia tidak bisa datang dan berhubungan lagi dengan sang Khalik – Penciptanya – walaupun ada keinginan dan angan-angan di dalam sanubarinya. Manusia tidak bisa lagi menjangkauNya. Ada pedang yang menyala-nyala menjaga jalan kepada pohon kehidupan.

Sebab Yang Kudus tidak bisa bercampur dengan dosa. BENAR tidak bisa bercampur menjadi satu dengan SALAH tanpa dirinya menjadi SALAH; dan di sisi lain, SALAH tidak akan pernah bisa tahan berdiri di hadapan BENAR, di bawah tatapan mataNya dengan perasaan damai tanpa pengampunan. Dua otoritas dengan kehendak bebas berbeda, dimana salah satunya tidak mau takluk kepada yang lain, tidak akan bisa akur bercampur dan bersekutu menjadi satu. Manusia telah terpisah dari Allah – sang sumber Terang dan sumber Hidup.

Sebab bila Allah adalah sumber terang maka terpisah dariNya adalah gelap; bila Allah adalah sumber hidup maka terpisah dariNya adalah mati; bila Allah adalah sumber kegembiraan dan sukacita sejati maka terpisah dariNya adalah kesedihan dan kepahitan. Bila Allah adalah sumber keadilan maka terpisah dariNya adalah kesemena-menaan; bila Allah adalah kebenaran maka terpisah darinya adalah kesalahan. Oleh karena itu, maka kebinasaan adalah suratan nasib manusia berdosa. Adam dan Hawa keluar dari Taman Eden. Lambang keterputusan itu. Lalu sisanya adalah sejarah.


.
Hukum dan Peraturan Agama: Adalah Bukti Bahwa Manusia Itu Makhluk Berdosa

Manusia yang telah jatuh seperti ini, tidak bisa untuk tidak takluk kepada nature selfish gene dirinya sendiri. Mustahil. Sehingga semua manusia disebut sebagai telah berdosa. Hukum Taurat dan peraturan-peraturan agama manapun diberikan adalah untuk membungkam mulut manusia bahwa mereka adalah makhluk yang suci dan tidak berdosa, seolah mampu untuk menjadi selamat karena diri mereka sendiri, yaitu dengan cara menjalani aturan-aturannya.

Coba saja jalani peraturan agama itu (agama yang mana saja), maka sebentar kemudian anda akan mendapati telah melanggar banyak sekali aturan. Satu aturan saja sudah cukup untuk mendiskualifikasi semua usaha anda yang sangat keras itu – dan membuktikan bahwa anda adalah manusia dengan dosa – itu adalah tuduhan dasar hukum dosa dan maut.

Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat (peraturan agama)” (1Kor 15.56 – kata dalam kurung ditambahkan penulis)

Oleh karena itu, hukum Taurat dan peraturan agama manapun justru BUKTI bahwa manusia itu adalah makhluk berdosa dan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri (bdk.Roma 3.10). Maka kita diajarkan oleh Yesus bahwa hukum dan peraturan agama itu jelas bukanlah JALAN keselamatan. Tetapi itu (peraturan agama) adalah seperti cermin yang menunjukkan dan membuktikan betapa kotornya manusia, namun cermin itu sendiri tidak pernah bisa membasuh-bersih kekotoran manusia itu.

Dan karena peraturan agama bukanlah jalan keselamatan, maka manusia membutuhkan PENOLONG. Alkitab menyebut penolong yang seperti itu sebagai MESIAS (al-Masih). Inilah sebabnya Yesus berkata:

“Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-nya (=peraturan-peraturan agama) kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun KAMU TIDAK MAU DATANG KEPADA-KU (sang al-Masih) untuk memperoleh HIDUP itu. (Yohanes 5.39-40; kata dalam kurung oleh penulis untuk penekanan maksud).

Bila manusia tidak bisa menjangkau Allah, maka – di dalam kasihNya – Allah mencari jalan lain untuk bisa menjangkau manusia yang telah berdosa itu. Seluruh Alkitab bercerita tentang upaya itu. Sampai kemudian datang Yesus yang mengajarkan tentang SIAPA DiriNya – menggenapi seluruh nubuat tertulis ratusan dan ribuan tahun sebelumnya dari kitab nabi-nabi (Perjanjian Lama): yaitu ‘Sang Logos’ (Kalimat Allah) yang nuzul dari luar dunia ini ke dalam dunia sebagai manusia (Human Lord) dari seorang perawan dan menjadikan DiriNya itu di luar diri manusia keturunan Adam.

Perhatikan. Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan bersikeras: karena manusia telah membuat dirinya jatuh ke dalam kuasa dosa oleh kehendak bebasnya sendiri, maka hanya manusia pula yang harus membereskannya juga dengan kehendak bebasnya sendiri. Oleh karena itu, Alkitab tidak sekedar bercerita begitu saja ketika menyebutkan bagaimana proses Adam dan Hawa dan Kain (dan seluruh manusia) serta Yesus, LAHIR ke dalam dunia ini. Tetapi ada makna mendasar yang menjadi landasan argumentasi seluruh 66 buku Alkitab – mengapa disebutkan Yesus harus lahir dari seorang anak dara sebagai manusia dan disebut menggenapi seluruh rencana Allah.

Sebab, sifat entropi dosa telah meluas kepada seluruh manusia (semua manusia telah berdosa = telah terpisah dari Tuhan), termasuk manusia keturunan Adam dan Hawa yang telah gagal untuk hidup tidak berdosa (Kain dan kita semua):

Tipe (1) manusia yang lahir tanpa pria dan tanpa wanita (ADAM) telah takluk oleh selfish gene-nya dan berdosa; lalu tipe (2) manusia yang lahir dari pria tetapi tanpa wanita (HAWA) juga telah takluk ke dalam kuasa selfish gene ini; kemudian tipe (3) manusia yang lahir dari pria dan dari wanita (KAIN dan seluruh umat manusia keturunan Adam dan Hawa – kita semua) juga jatuh ke dalam kuasa selfish gene ini. SEMUA TELAH GAGAL. Semua manusia dari seluruh tipe ini sudah jatuh ke dalam kuasa dosa – begitu istilah kuno Alkitabiahnya. Hukum Taurat (peraturan agama) telah membuktikan itu.

Oleh sebab itulah maka disebutkan oleh Alkitab (kejadian 5.3) setelah Adam berdosa, maka manusia yang dilahirkan dari keturunan Adam dan Hawa tidak lagi disebut sebagai gambar dan rupa Allah, tetapi sekarang sebagai gambar dan rupa Adam – sang manusia berdosa (manusia yang terusir dari hadirat Allah beserta seluruh keturunannya).

Kini kesempatan tinggal tersisa satu: (4) Manusia yang lahir bukan dari pria tetapi hanya dari wanita – sosok manusia baru dengan titik awal yang baru. Adam yang baru. Dia itulah YESUS, yang lahir dari perawan Maria. Ini ada beberapa nubuat yang ditulis 700 tahun sebelum Yesus lahir:

“Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia IMANUEL.” (Yesaya 7.14).

“Sebab seorang ANAK telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, ALLAH YANG PERKASA, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” (Yesaya 9.6)

Catatan : Ayat-ayat di atas ini masih ada dalam manuscript Laut Mati berusia 125 tahun sebelum Yesus lahir yang merupakan salinan dari kitab asli Yesaya yang ditulis 700 tahun sebelum Yesus lahir. See the manuscript here. (klik pada gambar di link itu untuk perbesar, pada bagian bawah ada angka untuk pasal: klik angka 9. Setelah itu cari dan arahkan kursor pada chapter 9: verse 6 dan klik sekali, maka terjemahannya akan muncul – silakan dibandingkan dengan teks Alkitab modern saat ini – apakah ada perubahan atau pemalsuan?).

Karena Dia adalah manusia yang lahir hanya dari wanita, dan dengan demikian dianggap sebagai manusia tipe baru dan bukan jenis dalam garis keturunan Adam, maka Dia tidaklah mewarisi nature dosa dari Adam dan bisa memulai hidupNya sebagai manusia baru. Itu adalah suatu FRESH START.

Bila Taman Eden adalah tempat dimana sang anak manusia Adam tidak taat kepada Allah dan takluk kepada selfish gene-nya sendiri. Taman Getsemani adalah antigarden atau inverted garden dari Eden. Di Getsemani, sang Anak Manusia yang lain (Yesus) melawan seluruh nature kemanusiaanNya untuk tetap taat kepada Bapa di sorga. Begitu kerasnya, sehinggal Injil melukiskan: keringatNya menetes bagaikan tetes-tetes darah.

Bila Adam adalah manusia yang telah diangkat sebagai ‘Lord’ atas bumi tetapi ingin menjadi ‘God’; maka kebalikannya: Yesus adalah sang Kalimat Allah (God) yang karena kasihNya rela untuk nuzul dan menjadi sama dengan manusia (Lord).

‘Lord’ yang pertama (Adam) telah gagal dan kehilangan mahkota kekuasaannya oleh maut, maka ‘Lord’ yang kedua (Yesus) tidak boleh gagal – atau seluruh manusia akan masuk ke dalam kebinasaan (dunia tanpa Allah) selama-lamanya karena diadili oleh hukum dosa.

Dia yang tidak berdosa kini harus merasakan dosa: keterpisahan dengan sang Bapa dan menjadi kutuk – sesuatu yang tidak pernah Dia alami dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Sebab pedang yang menyala-nyala itu – hukum dosa dan maut – hanya bisa berfungsi untuk mengadili manusia ketika manusia itu terpisah dari Allah. Yesus harus merasakan ujian hukum dosa dan maut ketika Dia harus terpisah dari Allah Bapa. Inilah teriakan Yesus:

“…Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27.46).

Ketika seluruh manusia telah ditebus oleh Yesus, maka pedang itu – pengadilan dosa dan maut – tidak memiliki kuasa lagi atas manusia (lihat 1Kor 15.55; Hosea 13.14) karena hukum itu telah terbukti salah terhadap seorang manusia bernama Yesus. Namun semua manusia masih tetap akan diadili, tetapi kini diadili oleh pengadilan Yesus – persis seperti apa yang dikatakanNya:

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14.6).

Dialah jalan lurus satu-satunya bagi manusia kepada Allah (God the Father). Dan satu-satunya jalan kepada Bapa: adalah melalui pengadilanNya atas semua umat manusia dan agama ataupun tidak beragama. Juga sebagai sang Pengantara bagi orang-orang yang dipilihNya untuk menerima aliran energy kehidupan dari Bapa yang mengalir melalui diriNya kepada manusia yang mau menerimaNya.

Yesus berkata:

"Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak" (Yohanes 5.22)

Lalu Yesus kemudian berhasil membuktikan diriNya tidak takluk kepada nature selfish gene (nature dosa) itu – melalui kehidupan yang taat dan setia kepada BAPA (sang Moral Absolute) hingga lonceng terakhir dari kehidupanNya, dengan kematian di kayu salib. Menyerap seluruh kejahatan dan kekerasan supaya tidak menjalar terus-menerus sampai kepada kekekalan dan menolak untuk membalasnya. Kehidupan tanpa cacat yang mempesona seorang Richard Dawkins.

Di bukit Golgota, pedang yang menyala-nyala telah menyambar manusia Yesus. Dia mati menjalani dakwaan hukum dosa dan maut. Tetapi pedang itu – hukum dosa dan maut – tidak mendapati dosa apapun dalam diriNya, tidak mendapati keinginan sedikitpun untuk terpisah dari sang Bapa (GOD the Father) – untuk menjadi Allah atas DiriNya sendiri, tetapi takluk kepada kehendak Bapa. Dia tidak seperti manusia Adam dan semua jenis manusia lainnya. Dan dengan demikian, kuasa dosa telah dipatahkan – demikian pula maut. Oleh karena itu Dia bangkit, sebab maut tidak bisa mengambil manusia Yesus yang tanpa dosa. Dan oleh karena itu pula jalan kepada pohon kehidupan itu terbuka kembali.

Ayat berikut adalah wahyu Yesus kepada Yohanes tentang suatu dunia baru di masa depan:

“Di tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.

Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah (God) dan takhta Anak Domba (Lord) akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-Nya akan beribadah kepada-Nya,
dan mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka……

Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.” (Wahyu Yesus kepada Yohanes 22.2-4, 14. Catatan: kata dalam kurung ditambahkan penulis).

Kebangkitan Yesus pada hari yang ketiga adalah BUKTI SEJARAH yang bisa Dia berikan, bahwa mungkin Dia layak untuk diperhitungkan dalam seluruh perkataanNya. Dia tidak hanya menjual kecap tetapi memberi bukti melalui koherensi theologis atas semua 39 kitab-kitab sebelumnya tentang diriNya – melalui mukjizat, nubuat dan kebangkitanNya. PenggenapanNya yang rumit.

Itulah seluruh cerita 1500 tahun, mulai dari Kitab Taurat (Genesis – ditulis 3.500 tahun lalu) sampai kepada Wahyu (Revelation – ditulis 2.000 tahun lalu). Satu cerita lengkap – Awal dan Akhir. Cerita dua babak tentang (1) PENCIPTAAN dan KEJATUHAN (disebut Perjanjian Lama: adalah manusia yang ingin menjadi Allah); serta cerita tentang (2) PENEBUSAN dan PEMULIHAN CIPTAAN (disebut Perjanjian Baru: adalah Allah yang nuzul menjadi manusia).

Ini adalah cerita tentang salib sebagai titik kulminasi pembalikan. Ini adalah cerita tentang PEMBALIKAN AGUNG (THE GREAT REVERSAL) – bagaimana DOSA ULTIMAT manusia: yaitu Manusia /Lord yang ingin menjadi Allah/God (Adam); dibalikkan posisinya menjadi KESELAMATAN ULTIMAT oleh Allah/God yang nuzul menjadi manusia/Lord (Yesus).

Ini adalah kisah tentang kesombongan dan keserakahan yang dibalikkan menjadi kerendahan hati dan kemurahan. Ini adalah tentang bagaimana ‘the kingdom of selfish gene’ dibalikkan menjadi ‘the kingdom of God’. Ini adalah tentang bagaimana sang DOMBA (sang Hamba) penebus salah – telah menjadi SINGA (sang Raja) atas segala semesta alam – Inverted character. Inverted position. The Inverted Kingdom: Kerajaan Allah.


.
Neraka dan Sorga: Anda Belum Tentu Cocok di Salah Satunya.

Dalam pengajaranNya, Yesus berargumen bahwa bila seluruh manusia dikuasai oleh nature selfish gene ini (istilah theologis yang dimengerti oleh orang-orang pada masa itu adalah dosa asal – original sin), maka seluruh manusia akan jatuh ke dalam dunia yang mengerikan (istilah Alkitabnya adalah ‘neraka’). Ini adalah dunia yang persis dibayangkan juga oleh Nietzsche, Sartre dan bahkan Dawkins sendiri.

Bila gelap adalah ‘ketidak-hadiran cahaya’ maka Neraka adalah ‘ketidak-hadiran Allah secara absolut.’ (Neraka adalah istilah Alkitab untuk ‘ketiadaan dari sang Absolut Allah’ – ketidak-hadiran dari sang Sumber Kebenaran, Keadilan dan Kasih Absolut).

Neraka adalah tempat dimana kebenaran dan kebaikan absolut menjadi nihil – suatu dunia dimana tiap individu di dalamnya ingin menjadi allah atas dirinya sendiri. Dan karena itu adalah nihil, maka dengan demikian BENAR tidak lagi sebagai BENAR yang absolut tetapi bergantung penilaian setiap individu itu. Individu atau kelompoknyalah yang mendefinisikan kebenaran dan kebaikan moral. Ini adalah suatu dunia yang disebut oleh Dostoevsky sebagai dunia "serba boleh” (‘If there is no God, everything is permitted.’Fyodor Dostoevsky) dan yang di jargonkan oleh Sartre (‘It is forbidden to forbid’Jean-Paul Sartre).

Neraka bukanlah tempat penyiksaan Tuhan, karena Allah yang Mahabaik tidaklah menyiksa; tetapi mungkin tempat itu adalah tempat penuh penderitaan, karena sangAbsolut Sumber Kebaikan dan Sumber Keadilan tidak bersedia untuk hadir di tempat yang seperti itu. Di tempat ini, semua selfish gene yang ingin menjadi tu(h)an atas dirinya masing-masing, akan mendapatkan kepenuhan ekspresinya. Disini kita akan memiliki banyak tuhan-selfish-gene tetapi tidak ada yang absolut.

Sekarang, perhatikan pandangan seorang Jeffrey Dahmer – pembunuh berantai 17 jiwa, yang berhubungan sexual dengan para korbannya ketika mereka telah menjadi mayat, bahkan memakan daging mereka – sebagai bukti betapa benarnya apa yang dikatakan oleh Dostoevsky. Simak Jeffrey Dahmer:

If a person doesn’t think there is a God to be accountable to, then—then what's the point of trying to modify your behaviour to keep it within acceptable ranges? That's how I thought anyway. I always believed the theory of evolution as truth, that we all just came from the slime. When we, when we died, you know, that was it, there is NOTHING ...” (In an interview with Stone Phillips, Dateline NBC - 29 November 1994).

Coba lihat, Siapa yang bisa menyangkalnya? Bukankah perilaku dan pandangan dari Jeffrey Dahmer ini adalah persis seperti yang digambarkan oleh Dawkins:

DNA neither cares nor knows. DNA just is. And we dance to its music.” (Dawkins).

Jeffrey Dahmer sedang berdansa dan menari dengan musik dari gen nafsu-nya sendiri, dan tidak ada satu orangpun yang bisa mengadilinya dengan dalil bahwa perbuatannya itu benar-benar salah, bila mendasarkan diri pada filosofi naturalisme semata.

Oleh karena itu, misi Yesus adalah membalikkan nature keberdosaan (selfish gene) manusia yang mengerikan itu: dari gambar dan rupa Adam yang telah jatuh berdosa (Kejadian 5.3) – ke dalam bentuknya kembali yang asali: gambar dan rupa Allah yang kudus (Kejadian 1.26). Bahwa manusia yang telah ditebus memiliki kuasa atas selfish gene-nya, sambil terus mengingatkan bahwa hidup tidaklah berakhir di kuburan dan akan ada pengadilan yang adil oleh diriNya atas semua manusia pada saatnya kelak.

Dengan kematianNya di kayu salib, Yesus memberikan KESEMPATAN KEDUA pada umat manusia. Kekristenan bukanlah soal agama tetapi tentang pemberian kesempatan kedua. Sebab manusia kini tidak akan diadili lagi oleh hukum dosa dan maut, tetapi oleh Yesus sendiri berdasarkan kehendak bebas manusia.

Karena bila diadili oleh hukum dosa dan maut, tidak ada satu orangpun yang akan sanggup untuk lolos. Semua orang akan terbukti berdosa dan semua orang akan binasa. Bila Yesus telah menebus dosa, dan menjadi Hakimnya, ada kesempatan untuk mendapatkan rakhmatNya – kesempatan berikutnya. Kesempatan kedua itu harus dijalani dan dibuktikan pada saat ini oleh tiap-tiap orang.

Tubuh (daging) adalah simbol kesempatan pertama dan Roh adalah lambang kesempatan kedua. Kesempatan pertama telah diberikan, dan manusia gagal. Kehendak bebas manusia (big brain) telah jatuh di bawah kuasa nafsu kedagingannya (selfish gene). Physical death adalah peringatan pertama. Manusia yang telah jatuh ini, tidak dapat diselamatkan – semua manusia dalam daging akan mengalami kematiannya. Itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan. Tetapi manusia dalam roh masih dapat diselamatkan. Kepada manusia rohani inilah Yesus memberikan kesempatan keduaNya. Itulah misi Kristus dan itulah sebabnya Adam disebut manusia daging dan Yesus manusia Roh.

“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10.10 b)

“Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa (spiritual death) maupun tubuh (physical death) di dalam neraka.” (Matius 10.28 – catatan: kata dalam kurung ditambahkan oleh penulis).

“Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” (Galatia 6.8)

Physical death adalah terpisahnya roh dengan tubuh (daging/selfish gene); sedangkan spiritual death adalah terpisahnya roh (manusia) dengan ROH (Allah) secara permanen selama-lamanya (neraka).

“Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah MEMERDEKAKAN KAMU dalam Kristus dari HUKUM DOSA DAN HUKUM MAUT. Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.” (Roma 8.1-4)

Bila manusia tetap menolak kesempatan kedua itu, maka Dia – sebagai Hakimnya nanti – akan memberikan apa yang diingini oleh para penolaknya itu: sebuah dunia terpisah tanpa Tu(h)an di dalamnya – suatu dunia tanpa Moral absolut di dalamnya – itu yang disebut sebagai kematian jiwa (spiritual death), itu yang disebut sebagai neraka.

Oleh karena itu menurut C.S Lewis, secara sederhana, sorga dan neraka dapat dibedakan dalam kalimat ini: SORGA adalah tempat dimana orang-orang di dalamnya berkata kepada Tuhan: “jadilah kehendakMU” dan NERAKA adalah tempat dimana giliran Tuhan berkata kepada orang-orang di dalamnya: “jadilah kehendakmu.”

Kelompok yang satu sedang mengatakan: ‘aku tidak mau takluk kepada selfish gene-ku, melainkan hanya kepada DIA semata.’ Sedangkan kelompok yang lain sedang mengatakan: ‘aku tidak mau takluk kepada DIA, karena Dia hanyalah delusi, melainkan hanya kepada big brain yang dibentuk oleh selfish gene-ku semata.’

Sorga, mungkin saja adalah tempat yang dianggap mengerikan bagi orang-orang yang ingin hidup memuaskan nafsu-nafsunya. Sebaliknya, Neraka, bisa jadi adalah tempat yang lebih menarik bagi mereka. Disanalah semua manusia yang ingin menjadi Allah (God) atas dirinya sendiri, mendapatkan kepenuhan dari selfish gene-nya itu dalam bentuknya yang paling murni (oleh karena itu, mustahil sorga adalah tempat yang disediakan bagi segala macam nafsu sexual dengan puluhan bidadari – itu adalah pemuasan nafsu kedagingan (selfish gene), itu adalah neraka. Jangan anda terkecoh karenanya. Sebab neraka adalah tempat dimana nafsu selfish gene berlanjut terus sampai kepada kekekalan).

Sedangkan fungsi pengadilan Yesus adalah memisahkan kedua kelompok karakter dan kehendak bebas (free-will) manusia seperti itu, ke dalam 2 bagian (istilah alkitabnya adalah: memisahkan antara ‘domba dengan kambing’ – mirip tetapi tidak sama) sambil tetap terus memberikan nasihatNya dan peringatan sebelumnya, bahwa hidup di luar DiriNya adalah penderitaan dan kengerian abadi.

Yesus telah menebus manusia dari nature keberdosaannya, dari nature selfish gene nya yang jahat itu, dengan menjadi teladan dan rujukan bagi semua manusia untuk mampu mengimplementasikan apa yang diimpikan oleh Dawkins: human super niceness.


.
‘The Dance of God’ - Tarian Ilahiah Tuhan Semesta Alam.

Di dalam seluruh Injil, Yesus mengajarkan bahwa karakter KASIH seperti diriNya itulah syarat karakter dari setiap manusia yang mau hidup di ‘dunia yang baru’ – The inverted kingdom (istilah Alkitabnya adalah ‘Kerajaan Sorga’ – suatu tempat dimana Sang Sumber Kebenaran dan Kasih Absolut (God the Father: GOD/Allah) itu HADIR dan Raja di atas segala raja (God the Son: LORD/Rabb) menjadi Penguasa yang ditetapkanNya atas semesta alam).

Hanya manusia-manusia dengan frekuensi karakter seperti Yesus-lah sang Raja itu, yang pada akhirnya bisa hidup dalam PERSEKUTUAN KUDUS dan kegembiraan selama-lamaNya dengan sang Bapa di suatu tempat yang baru, entah dimana dan entah kapan, yang disebut Alkitab sebagai ‘sorga.’

Inilah saatnya dimana manusia ikut ‘menari’ dalam TARIAN ILAHI bersama Allah Trinitas yang sudah lebih dulu menari di dalam unity in diversity diriNya sendiri (perichoresis). Kebersatuan dalam keberagaman – dan bukannya unity without diversity: yaitu dunia yang tidak menghargai keindahan dari keberagaman. Dunia hanya satu warna. Dunia yang membosankan (neraka); ataupun dunia diversity without unity: dunia terfragmentasi tanpa penyatuan. Dunia serba-boleh tanpa moral absolut. Dunia tanpa suluh penerang. Dunia hancur-lebur (neraka).

Apabila Dawkins mengatakan bahwa manusia menari mengikuti iringan music dari DNA-nya sendiri yang tidak pedulian dan buta di dalam dunia tanpa Allah (neraka):

DNA neither cares nor knows. DNA just is. And we dance to its music. (Dawkins).

Maka disini, di dalam Kerajaan Allah, manusia menari mengikuti frekuensi musik dari tarian Ilahi Allah Trinitas yang saling memuliakan dan saling memberi (sorga); THE DANCE OF GOD - The Divine Dance:

Each of the divine persons centers upon the others. None demands that the others revolve around him. Each voluntarily circles the other two, pouring love, delight, and adoration into them. Each person of the Trinity loves, adores, defers to, and rejoices in the others. That creates a dynamic, pulsating dance of joy and love.” (Tim Keller).

Inilah sebabnya mengapa dosa begitu mengerikan. Karena karakter dosa beroposisi sempurna terhadap karakter Allah (Trinity). Sebab Selfish-gene – selfish love – self centeredness – Tanha (nafsu, kedagingan) ataupun ke-berpusat-an pada diri-sendiri, membuat manusia tidak akan bisa ‘menari’ bersama “Allah yang menari di dalam kebersatuan diriNya” (Trinity – Perichoresis). Dosa yang serakah menuntut manusia untuk menjadi statis – tidak dinamis. Gen serakahnya menginginkan dia menjadi pusat sedangkan orang-orang lain menari berputar mengelilingi dan melayaninya.

Di dalam KARAKTER ALLAH TRINITAS tidak ada satupun dari 3 Pribadi Ilahiah itu yang diam menjadi pusat. Pribadi-Pribadi itu saling berputar, mengelilingi, saling memberi dan melayani, mengasihi satu dengan yang lain. Seperti suatu tarian yang indah tetapi padu – Tarian Ilahi. Ini seperti musik simfoni. Ini adalah harmoni. Allah Trinitas adalah satu-satunya yang bisa menjadi pusat tanpa membuat diriNya menjadi pusat.

Oleh karena itulah dari dalam DiriNya bisa muncul kemurahan, cinta, keadilan, kekudusan, kesetiaan, saling mengasihi, saling memberi – kesatuan dalam keberagaman. PRIBADI. Itu adalah karakter intrinsic DiriNya sendiri – yaitu suatu karakter yang hanya mungkin ada secara abadi, bila Allah adalah Trinitas. Allah yang Maha-dahsyat adalah Allah yang memiliki pribadi tetapi Dia tidak bisa semena-mena oleh karena kedahsyatanNya itu, karena Dia adalah Trinitas.

“If this world was made by a triune God, relationships of love are what life is really all about.” (Tim Keller).

Bila cinta-kasih dan moralitas adalah salah satu hal terpenting (disamping nilai-nilai dan tujuan hidup) bagi manusia untuk menjalani kehidupannya yang berarti di dunia ini. Maka adalah suatu keharusan bagi kita untuk meneliti konsep dasar paling ultimat yang bisa menjadi landasan kokoh atas moralitas human super niceness seperti yang telah ditunjukkan oleh Yesus.


.
Tuhan? Tuhan Macam Apa?

Sekarang mari kita lihat beberapa konsep dasar ultimat yang kita bisa harapkan menjadi landasan yang logis dan kokoh dari moralitas human super niceness seperti Yesus.

Pertama. Apabila TUHAN TIDAK ADA atau Dia hanyalah suatu kekuatan gaya impersonal hukum alam (impersonal force) belaka, maka kita tidak akan bisa memiliki dasar bahwa ada sumber kebenaran dan moralitas dari alam yang dengannya kita bisa menilai baik dan jahat. Sebab alam semesta ataupun gaya-gaya impersonal yang bekerja di alam semesta ini, tidaklah memberikan landasan bagi seseorang untuk menilai tentang baik dan jahat. Hanya pribadi (personal) yang bisa memberikan landasan atas baik dan jahat.

Dalam dunia tanpa Tuhan, kasih ataupun moralitas semata-mata hanyalah sebab-akibat yang rumit yang mempengaruhi cairan kimia dan syaraf di dalam otak serta tidak memiliki alasan mutlak apapun mengapa kasih dan moralitas seperti itu harus dilakukan – selain untuk bertahan hidup dan bereproduksi dari dirinya sendiri ataupun kelompoknya.

Di dalam situasi ini, kasih dan moralitas hanya akan menjadi masalah selera dari masing-masing orang ataupun kelompok (lihat pendapat dari Julian Baggini dan Paul Kurtz – di tulisan bagian kedua). Oleh sebab itu, kita hanya akan bisa menilai ada baik dan jahat, ada salah dan benar di dalam dunia natural ini, apabila ada standard ‘super natural’ yang dengannya kita menilai apa yang nature tidak bisa berikan.

Bahkan penerapan moralitas dan kasih super niceness dari Yesus yang ‘lebay’ melampaui kepentingan individu dan kelompok seperti itu, kemungkinan besar malah akan menghambat ‘keagungan’ dari proses evolusi dalam menghasilkan sosok species mahadewa di masa depan (lihat pendapat Nietzsche dan Hitler).

Proses evolusi yang baik seharusnya mengeliminasi yang lemah dan yang tidak berguna – sebab mereka hanyalah beban bagi evolusi yang agung – dalam upayanya menghasilkan suatu species paling hebat untuk terus bertahan hidup dan terus bereproduksi di masa yang akan datang. Tetapi itu bukanlah dunia super niceness seperti yang kita bicarakan disini. Itu dunia yang mengerikan. Oleh karenanya, di dalam dunia tanpa Tuhan, kita tidaklah bisa mendapatkan suatu landasan yang kokoh dimana moralitas dapat bertumbuh dengan baik dalam dunia seperti itu.

Pendapat yang lain. Bila Tuhan itu ada, tetapi Dia adalah TUHAN YANG UNIPERSONAL (Unitarian), itu berarti ada waktu dimana Tuhan tidak memiliki kasih interpersonal, yaitu kasih untuk pribadi lain di luar diriNya sendiri, yakni sebelum ada segala ciptaan. Dia bisa menjadi Tuhan yang Maha dahsyat dengan kekuatanNya yang mengerikan itu, tetapi dapat dipastikan Dia bukanlah Maha kasih. Yaitu kasih ontologis yang diperlukan sebagai landasan moralitas bagi human super niceness seperti Yesus. Sebab bila Allah hanyalah kekuatan dahsyat tanpa kasih intrinsik, maka ini persis seperti yang dituliskan oleh J.K. Rowling perkataan The Dark Lord Voldemort:

“There is no good and evil. There is only power …”

Sebab kasih hanya bisa ada apabila paling tidak ada dua hubungan pribadi di dalamnya. Karena bila hanya ada DiriNya sendiri sebelum ada segala sesuatu – maka kasihNya itu hanya kepada diriNya sendiri – itu narsistik, itu egoisme, itu bukan kasih. Bila Kasih yang ber-relasi ada setelah ciptaan ada, maka kasih dan relasi antar pribadi – dalam keadaan ini – bukanlah sesuatu yang abadi dan mutlak, sebab ia pernah TIDAK ADA di dalam DiriNya sebelum waktu ada dan belum tentu terus ada sampai selama-lamanya.

“Before God created the world, when there was only one divine person, there was no lover, because love can exist only in a relationship. (Tim Keller)

Oleh karena itu, bila Dia adalah Unipersonal, maka Dia mungkin saja Tuhan yang Mahakuasa tetapi tidak mungkin Maha-pengasih dan Maha-penyayang. Ia adalah Allah yang bisa saja menjelma menjadi kekuatan (force) semena-mena dengan ke-Mahakuasaan-Nya yang tanpa kendali – sebab nature KASIH yang mengimbangi kekuatanNya tidak dimilikiNya secara intrinsik.

Tidak ada landasan bagi moral super niceness dalam karakter Allah yang seperti itu, dan dengan demikian tidak ada harapan bagi manusia bila ada suatu kekuatan yang Maha-dahsyat dan tak dapat dilawan, namun tidak memiliki rasa kasih yang menjadi pengendali dari kekuatanNya sendiri yang begitu mengerikan. Dia adalah kekuatan yang bisa menjadi semena-mena. Sebab suatu kekejaman yang mengerikan mungkin saja bisa dipandang sebagai moralitas yang baik dan wajib dijalankan oleh orang-orang yang memujaNya, bila memang ke-Mahakuasa-anNya memutuskan hal itu sebagai ‘BAIK.’

Oleh karena itu, hanya nature Kasih dan Adil di dalam DiriNya-lah yang bisa membatasi ke-Mahakuasaan-Nya yang dahsyat itu, sehingga Dia bisa konsisten – taat azas (bahasa Alkitabnya ‘Setia’), sehingga kita bisa menyandarkan diri kita pada semua kata-kata dan janjiNya dan bisa mempercayaiNya bahwa Dia tidak akan pernah bertindak semena-mena dengan kedahsyatan kuasaNya itu.

It is the nature of love to bind itself …“ (G.K. Chesterton).

JADI, apabila ketiadaan Tuhan ataupun keberadaan Tuhan unipersonal seperti diuraikan di atas, gagal memberikan landasan kokoh atas moralitas sebagai syarat utama adanya human super niceness, maka sekarang kita akan melihat apa yang diajarkan oleh Yesus berikut ini:

Bila TUHAN ADALAH TRINITAS – yang di dalam wujudNya yang Esa memiliki shared-love, bukan Self-love yang narsistik – karena ada 3 Pribadi yang ada sejak kekekalan, saling mengasihi dan saling berbagi satu dengan yang lain – sehingga sifat Maha-pengasih dan Maha-penyayang ada secara intrinsic di dalam DiriNya sendiri sejak kekal sampai kekal (ontologically). Suatu tarian Ilahi. Maka kita mendapatkan landasan moralitas yang teguh – legal standing – mengapa moral super niceness seperti Yesus bisa dan patut dilakukan.

Pengorbanan Yesus di kayu salib, bukan hanya memenuhi seluruh argumentasi, nubuat dan theology para nabi Yahudi yang hidup ratusan dan ribuan tahun sebelumnya di zaman yang berbeda-beda, tetapi juga memberi-tahu kepada seluruh manusia bahwa Allah mengasihi manusia yang telah jatuh ke dalam dosa ini, bahkan ketika manusia masih berdosa (kasih yang mendahului – Roma 5.8). Sebab pengorbanan adalah inti dan bukti terdalam dari adanya kasih yang sejati.

Sebaliknya, dosa adalah self love: yaitu selfish gene yang mengasihi dirinya sendiri sehingga ingin menjadi pusat (self centeredness) dan orang-orang lain harus mengorbit berputar menglilinginya – orang-orang lain haruslah berkorban bagi dirinya. Itu adalah keserakahan – kesombongan.

Nature selfish gene ini tidak akan pernah bisa menarikan tarian saling berbagi dan saling mengasihi. Tetapi dia akan seperti LUBANG HITAM (black hole) keserakahan dan kesombongan yang menjadi PUSAT serta menghisap hidup dan energi dari orang-orang yang berputar mengelilingi dirinya. Itu adalah bentuk oposisi sempurna terhadap nature Allah Trinitas. Itu adalah inverted nature dari Trinitas. ITULAH SEBABNYA MENGAPA DOSA BEGITU MENGERIKAN.

Bila Allah Trinitas yang seperti itu mengundang manusia untuk ikut menari bersamaNya di dalam Kerajaan Sorga – saling berputar – saling mengelilingi – saling melayani – saling berbagi – saling mengasihi, maka Dia akan mengundang hanya manusia-manusia yang memiliki karakter seperti Yesus.

Sebab hanya karakter Allah Trintias, yang saling memuliakan dan saling memberi, saling melayani dan mau berkorban seperti Yesus, maka suatu tarian Ilahi yang indah untuk seluruh semesta menjadi mungkin untuk dilakukan. Dia melakukannya dengan terlebih dahulu menebus seluruh dosa manusia sehingga manusia mendapatkan kesempatan kedua untuk melakukan pilihan bebasnya – kali ini tidak boleh salah – sehingga dilayakkan untuk menari bersamaNya.

Akhirnya, bila karakter moralitas dan kasih seperti Yesus tidak akan bisa didapatkan rujukannya dari alam materi ini ataupun dari suatu Tuhan yang sendirian. Dan khusus bagi Dawkins – bila ia tidak bisa mendapatkan landasan moral di dalam seluruh tubuh materi keberadaan manusia dan seluruh keberadaan materi di dunia ini, maka mengapa dia tidak menuruti nasihat Yesus untuk mencarinya di luar itu? Sesuatu yang transenden dan imanen sekaligus. Bukankah itu yang diajarkan oleh Yesus? Dan bukankah yang diajarkanNya itu sulit dibantah?


.
Ironis

Tetapi ironisnya inilah yang dikatakan Dawkins yang mata-hatinya menderita myopia terhadap para pengikut Yesus:

“ … Mock them! Ridicule them! In public...” (Dawkins)

Bila yang diajarkan Yesus itu dianggap BAIK, dan bila kekristenan adalah kendaraan satu-satunya untuk menjadi alat penyampai dari apa yang Yesus ajarkan bagi penyebaran human super niceness seperti yang diimpikan oleh Dawkins, mengapa Dawkins dan kawan-kawan menyerang kekristenan?

Mari saya jelaskan dengan terminology yang dipakai oleh Dawkins sendiri:

Moral seperti Yesus – menurut Dawkins – adalah ‘ketololan yang baik.’ Tetapi ketololan (‘plain dumb’) yang baik ini berasal dari ajaran Kristen yang menurut Dawkins benar-benar tolol (‘stupid ideas’) dan kini sedang berusaha disebarkan oleh sekelompok orang Kristen yang menurutnya adalah sekelompok orang-orang tolol (‘stupid people’)?

Atau dengan kata lain: Dawkins ingin agar moral super niceness seperti Yesus, disebarkan ke sebanyak mungkin orang. Oleh karena itu dia rela membuat kaos dengan tulisan ‘atheists for Jesus.’ Saat ini, ada sekelompok orang-orang Kristen yang dianggapnya tolol itu (‘stupid people’) dengan kepercayaannya yang juga tolol (‘stupid ideas’), tetapi mereka adalah satu-satunya kelompok yang berusaha mengajarkan kebaikan moral Yesus yang dari kacamata naturalisme Dawkins adalah kebaikan yang tolol (‘plain dumb’). Ketololan yang mulia. Persis seperti apa yang diinginkan Dawkins sendiri. Namun mengapa justru mereka yang menjadi target dari cemooh dan olok-olok dari Dawkins (Mock them! Ridicule them! In public)?

Berapa score IQ yang diperlukan untuk memahami alur pikiranmu, Mr. Dawkins? Apa sih sebetulnya maunya Dawkins dengan atheismenya itu? Tapi OK, kita masih belum selesai.

.

(BERSAMBUNG – ke Bagian ke-4 dari 4 tulisan).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun