“Gampang itu, nanti jika sudah menikah, rezeki akan datang sendiri” jawabnya yakin.
Aku dan sang ratupun mencoba jalan bersama, saling mempelajari kecocokan pribadi masing-masing. Kehidupannya yang mirip artis dan model terkenal, membuatku risih dan kurang nyaman. Sang ratu kecantikan menyukai makan di restoran mahal dan tak bisa kena debu dan asap serta panasnya kota Jakarta.
Aku yang hanya suka sesuatu yang sederhana dan apa adanya. Aku mulai merasa ada yang tidak cocok dengan hubungan perjodohan ini.
Aku mulai memprotes tentang perjodohan ini yang aku anggap sudah bukan jamannya lagi memaksakan kehendak orang tua yang hanya melihat sisi penampilan luar saja.
“Ibu, tolong beritahu sang ayah, agar membatalkan pernikahan ini….”bujukku pada sang ibu.
“Ibu akan usahakan, tapi kan kamu tahu bagaimana bapak mu itu….Dia nga boleh ditentang dan harus dituruti semua keinginannya…”Jawab ibu mencoba menjelaskan.
“Tapi aku merasa kurang cocok dengan cara hidup dan pergaulannya yang glamour…”
“Sudahlah. Jadi anak nurut aja sama orang tua….”Ibu mulai tegas. “Lagipula diakan anaknya baik, model, dan juara ratu kecantikan….”
“Tapiiii…….” Aku mencoba menjelaskan, tapi tertahan. Tidak tahu harus berkata apa.
“Begini aja. Besok kamu menjemputnya dan mulai pendekatan siapa tahu nanti lama-lama kamu cocok juga.” Ibu mencoba membujuk.
“Baiklah, besok aku akan jemput dia di kantornya!!!” Sang model memang telah diterima kerja di perusahaan BUMN. Dia sangat mudah diterima melihat penampilannya yang menarik dan otaknya yang cerdas, maka wajar dia menjuarai pemilihan kecantikan se Indonesia.