Setelah selesai acara wisuda, kami berempat menuju restoran dekat gedung, dan mengadakan acara syukuran atas nikmat dan karuniaNya.
Sepertinya, sang ayah dan ibu menyetujui dengan pilihanku dengan sang putri yang mandiri. Mereka terlihat sudah sangat akrab dan saling menghargai. Aku mengetahui dari sikap dan perilaku mereka.
Akhirnya dengan tekad kuat, aku berusaha untuk melamarnya agar bisa menemaniku tidak hanya di acara kesuksesanku tapi juga disepanjang hidupku.
Ibu terlihat mengeluarkan sebuah cincin dari dalam tasnya, dan memberikannya kepadaku dengan sembunyi agar tak terlihat oleh sang putri.
“Ayah, aku akan segera melamarnya…sambil menerima cincin.”aku berbisik kepada ayah.
Sang ayah yang mendengar mengangguk tanda setuju dan ibupun terlihat senang mendengarnya.
“Lakukan yang terbaik untukmu nak, ibu tahu kamu bisa….dan mampu.” Ibu memotivasiku sambil menepuk pundakku.
Aku memulai pembicaraan….
“ Ayah, ibu dan Putri. Alhamdulillah aku bersyukur pada hari ini dapat menyelesaikan tugas dari orang tua untuk menjadi sarjana. Dan aku juga tak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam atas segalanya kepada ayah ibu yang selama ini terus mendukung dan membantuku. Ayah ibu…sekali lagi. Terima kasih banyak atas segalanya….” Aku langsung mencium tangan ayah dan ibu.
‘Aku berjanji akan berusaha membalas kebaikan ayah ibu dengan selalu patuh dan taat serta berusaha untuk hidup sukses dan mandiri.” Aku mulai terharu….
“Dan di hari yang bahagia ini, aku juga melamar sang kekasih untuk dijadikan tidak hanya pendamping wisuda saat ini, tapi juga menjadi pendamping hidupku untuk selamanya.” Aku berkata pelan sambil mengeluarkan sebuah cincin emas dari tempatnya dan memberikan kepada sang kekasih.