Aku jadi sedikit ada rasa kurang percaya diri, sejak aku merasa dikhianati.
Malam itu, aku hanya diam membisu, sambil menatapnya dalam-dalam.
Memang. Wajahnya bagaikan rembulan di kegelapan malam.
Sang wanita terlihat duduk tegak dengan gaya yang elegan, cerdas dalam berkomunikasi dan sangat mandiri.
Semua teman hanya ngobrol santai satu dengan lainnya dan tertawa bersama serta tak menghiraukan rasa yang mulai ada dalam diriku.
Aku tak berbicara dengannya. Aku hanya bersalaman dan menyimpan frekuensi hati yang belum menyala, masih beku dan trauma dengan kegagalan cintaku.
Setelah beberapa saat berkenalan dan mengobrol santai, kamipun pamit pulang ke rumah masing.
Di rumah, aku kembali mengingat janjiku kepada orang tua, untuk menemukan jodohku yang sesuai dengan keinginan mereka, yaitu wanita yang cantik, sholehah, cerdas dan mandiri.
Aku pikir wanita tadi adalah salah satu kandidat terbaik. Aku mulai berdoa, agar bisa kembali dipertemukan dengannya agar bisa menikahinya suatu saat nanti. In Sha Allah…
Beberapa hari telah lewat bahkan sudah beberapa minggu tak bertemu sejak pertemuan malam itu.
Hari itu, aku dan teman baru selesai kuliah dan aku ingin membantunya untuk mengantarnya sampai ke rumahnya. Matahari hari itu seakan sangat bersemangat memancarkan sinarnya. Panasnya hingga masuk ke dalam mobil yang kami kendarai.