Dan melakukan “ritual ibadah sunnah” yang memberikan keberkahan dan pahala yang luar biasa untuk masa depan generasi yang lebih baik.
Aku kecup keningnya dengan lembut, bagai mencium sang hajar aswad.
Aku belai rambutnya bagai menyentuh aliran mata air dari surgawi. Aku pandang matanya yang bercahaya bagai cahaya bintang di kegelapan.
Sang diapun tersenyum dengan bibir merah bagai mawar yang sedang merekah menanti sang lebah untuk mengambil madunya. Kamipun tidur bersama dan berpelukan dalam rangkaian ibadah nan suci.
Hari masih pagi, aku ke kamar mandi dan berjunub lalu berwudhu untuk menunaikan sholat dhuha untuk memohon rezeki dari Ilahi bagi kami sang keluarga kecil yang masih baru bersama.
Kesendirianku telah dihapuskan olehNya. Aku mulai jarang menulis syairNya. Hubunganku denganNya aku harmoniskan dengan mencintainya sang kekasih. MencintaiNya dan mencintainya ada wujud dari rasa cinta itu sendiri yang berasal dari zat Sang Maha Cinta dan Kasih.
Syairku yang pernah kutulis di sebuha buku hidup, kusimpan sementara di “atas langit” di sebuah media langit.
“Saat ini, mulai hari ini aku akan berusaha untuk selalu mencintai sang cinta dan membuatnya bahagia hingga ke anak cucu keturunanku kelak.” Janjiku pada Zat Maha Cinta.
Dan aku buka kitab yang sedang menunggu untuk dibuka dan kutemukan kembali yang kucari.
“Tindakan apa yang paling baik? Dengan menggembirakan hati manusia, memberi makan orang yang lapar, membantu para korban, meringankan kesedihan yang sedih, dan menghilangkan penderitaan yang terluka”. (HR. Bukhari)
BERSAMBUNG…