Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penderitaan sebagai Inti Eksistensi

18 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:00 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Praktik Terstruktur: Meditasi, pelepasan keterikatan, dan pengembangan kebijaksanaan adalah pedoman praktis yang sangat terorganisasi.

Universalitas: Buddhisme tidak bergantung pada kepercayaan kepada entitas supranatural, sehingga dapat diadaptasi oleh berbagai budaya dan keyakinan.

Keterbatasan Sistem Buddhisme:

Fokus utama pada penderitaan individu cenderung mengabaikan penderitaan kolektif yang muncul dari struktur sosial dan politik.

Beberapa ajaran, seperti reinkarnasi dan karma, dapat menjadi tantangan untuk dipahami dalam konteks masyarakat yang semakin sekuler.

3. Atheisme

Atheisme, dalam bentuknya yang murni, tidak memiliki kerangka tertulis, terstruktur, atau terkodifikasi untuk memahami dan mengatasi penderitaan.

Kekuatan Sistem Atheisme:

Fleksibilitas: Atheisme dapat menggunakan pendekatan berbasis sains dan humanisme untuk menjelaskan penderitaan dan mencari solusinya.

Adaptabilitas: Atheisme mampu mengintegrasikan temuan-temuan modern, seperti psikologi dan ilmu sosial, ke dalam kerangka pemahamannya.

Keterbatasan Sistem Atheisme:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun