Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemuja dan Memujamu

26 Januari 2018   19:56 Diperbarui: 26 Januari 2018   20:09 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Ya enggak lama sih. Untung ada Rasya di sini," jawab Lili sambil menunjuk Rasya menggunakan jempolnya.

            "Kamu ingin tahu kan di mana Endo?" Lili mengangguk penuh antusias lalu melanjutkan pembicaraan lagi, "Ikut denganku. Kamu akan tahu di mana Endo sebenarnya. Kamu bawa sepeda motor 'kan, Lil?"

            "Bawa kok." Setelah mengetahui kalau Lili membawa sepeda motor, ketiganya beranjak dari gerbang depan menuju area parkir. Sesudah menemukan sepeda motor masing-masing, mereka menghidupkan mesin meininggalkan pekarangan sekolah.

            Perjalanan menuju rumah ibu almarhum Endo berlangsung begitu cepat. Sekitar lima belas menit bergumul di jalan raya, ketiganya telah sampai di sebuah rumah bercat biru, berpagar besi keperakan. Richard turun terlebih dahulu dari jok sepeda motor lalu melangkah menuju pagar, memencet bel yang tersedia di samping pagar.

            Sesudah memencet bel dua kali, seorang perempuan paruh baya berambut hitam agak kusut menampakkan diri di hadapan mereka sambil memberikan senyum samar.

            "Kalian kan temannya almarhum anak saya---?"

            "Siapa yang Tante maksud dengan almarhum? Endo enggak mungkin---"

            "Cukup Lili!" bentak Richard penuh emosi. Lili, Rasya dan ibunda Endo diam sesaat begitu Richard membentak Lili karena dia terus-terusan menyangkal bahwa Endo masih hidup.

            "Tante... bisakah kami masuk?" Richard menarik napas lalu diembuskan pelan-pelan untuk menurunkan lonjakan emosi yang sempat menguasai hatinya.

            "Silakan." Ibu Endo membuka rantai gembok membelenggu pagar lalu mempersilakan mereka bertiga masuk. Ketika memasuki ruang tamu, membawa angan Lili ke masa lalu ketika dia berkunjung ke rumah Endo, bertukar novel pada lelaki itu.

            Begitu mereka bertiga duduk di atas sofa, Richard langsung membuka pembicaraan, "Sekarang Tante bisa berikan kertas itu pada perempuan ini," tunjuk Richard pada Lili. Perempuan berkulit putih itu kebingungan dengan apa yang dikatakan lelaki itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun