Richard berbalik badan meninggalkan ibunda Endo di sana. Ia melangkah lemas dan gontai, tak menerima kenyataan yang ada. Teman yang selama ini paling setia dan suka memberikan nasihat dan semangat, teman sepermainan di olahraga basket kini telah tiada. Hatinya masih dipenuhi rasa sesak dan perih setelah disakiti oleh pukulan takdir yang amat menyakitkan. Ia ingin melihat wajah temannya sekali lagi mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya.
      Begitu sampai di ruangan yang dituju, lelaki kurus itu melihat seorang suster telah keluar dari ruangan itu. Sebelum suster itu menjauh, Richard menahan suster itu.
      "Suster, apakah jenazah teman saya ada di sana?"
      "Namanya siapa?"
      "Endo Hasnanto Purba." Suster berambut sebahu itu menggangguk sekali ketika nama jenazah yang disebutkan anak lelaki itu memang ada di ruangan itu.
      "Boleh saya masuk sebentar? Saya ingin lihat wajah teman saya," lanjut Richard. Suster itu menggangguk lagi menyanggupi permintaan Richard. Kedua kakinnya bergetar hebat begitu ia memasuki pintu kamar jenazah. Aura dingin dan kematian begitu melekat di sana bak parfum pewangi ruangan.
      "Ini dia," tunjuk sang suster. Lagi-lagi, kedua tangan Richard mengeluarkan butiran keringat dingin diikuti gemetaran kedua tangannya. Hatinya masih diselimuti gentar sekaligus sesak di dada saat membuka kain penutup jenazah. Ketika kain penutup sudah memperlihatkan wajah Endo, Richard tak mampu menahan isak tangisnya. Ia ingin menuntaskan rasa pedih nelangsa ditinggalkan sahabatnya dengan memeluk erat badan Endo seolah Richard ingin memberikan pelukan terakhir sebelum tubuh dingin Endo terkubur dalam tanah.
*
      Richard mengelap air mata yang menetes dengan menggesekkan bahunya ke pelupuk mata. Dan setelah  bel pulang sekolah berbunyi, Richard akan menemui Lili. Perempuan itu masih tidak terima kalau Endo meninggal dunia. Ia berusaha menyangkal kenyataan dan mengganggap lelaki yang dicintainya hanya pergi berlibur dan akan kembali lagi bersekolah.
      Lelaki berambut lurus itu berjalan penuh kesiapan menghampiri Lili yang sudah lama menunggu di gerbang depan. Lili tidak sendiri. Dia ditemani seorang perempuan yang juga dia kenali---Rasya. Sebelum pulang sekolah, Richard sudah menghubungi Rasya lewat whatsapp guna menemani Lili yang akan menunggu dirinya di depan gerbang sekolah. Awalnya Rasya menolak, akan tetapi setelah dipaksa berulang kali Rasya mengiyakan ajakan Richard.
      "Kamu udah lama nunggu, Lil?"