"Ya selagi gua masih bisa ngerjain sendiri, enggak mungkin dong terus-terusan minta tolong sama teman, ya kan?"
      Rasya menggangguk setuju dengan apa yang dikatakan Lili. Begitu sudah selesai berbicara dengan temannya, Lili lanjut melangkah meninggalkan temannya. Tapi dalam hati Rasya  menduga kalau ada sesuatu yang tengah dipikirkan temannya itu.
      Kalau kau ingin datang untuk sekedar melihat, datang saja pagi-pagi ke kelas XI IPS 1. Itulah ruang kelasku.
      Berbekal perkataan Endo, Lili melangkah menuju kelas XI IPS 1 untuk sekadar melihat apakah lelaki pujaannya berada di sana atau tidak. Tidak sampai lima menit, Lili berada di depan pintu kelas XI IPS 1. Ia lanjut saja berjalan sambil lirik matanya seolah menerawangi isi kelas.
      "Eh kamu Richard, kan?" Perempuan berambut panjang itumencegat seorang laki-laki kurus berkulit putih.
      "Iya kenapa? Bukannya kamu perempuan yang cari masalah sama Sony 'kan?"
      "Namaku Lili. Aku ke sini mau nanya, kamu kenal sama Endo 'kan?" Lelaki itu mengangguk pelan lalu dilanjutkan, "Benar ini kelasnya Endo?"
      "Iya benar. Kenapa cari Endo? Kamu ada perlu apa sama dia?" tanya Adi selidik.
      "Tidak. Tidak ada apa-apa?" Dengan wajah agak kecewa, Lili membalikkan badan meninggalkan Richard. Lelaki kurus itu bingung dengan apa yang terjadi dengan perempuan yang barusan mengobrol dengannya.
*
      Selang infus masih tertancap di urat nadi Endo. Detak jantung Endo mulai tidak stabil. Itu yang tergambar di kardioelektrograf di samping kepala lelaki itu. Sang ibu sedang tertidur di sampingnya. Dalam tidur Endo, ia memimpikan seorang gadis tengah berbincang penuh kehangatan dan canda tawa. Di tengah perbincangan, gadis itu memberikan sebuah lipatan kertas padanya.