"Lha?"
"Kalau memang sirep, kenapa mataku tetap mentheles?"
Mat Wiji terkekeh lagi mendengar pertanyaanku dan menyalakan rokok lintingannya.
"Rogoh saku celanamu!" perintahnya. Aku manut. Setelah merogoh saku celana komprangku yang memang hanya satu dan letaknya di belakang, aku menemukan sehelai daun dadap srep berukuran kecil dan dilipat di sana.
"Apa ini?" tanyaku sambil membuka lipatan itu dan mendekatkannya pada lampu teplok. Samar-samar, aku melihat beberapa bentuk yang menyerupai aksara-aksara yang tidak kupahami. Sepertinya di goreskan dengan arang.
"Rajah," desisku.
Mat Wiji tertawa lagi.
"Obat anti tidur. Anti sirep. Aku hanya memberikannya untukmu," katanya masih terkekeh.
"Kapan bapake masukin ini ke saku?"
"Tadi.Yang jelas, hanya kita berdua malam ini."
Dadaku berdebar-debar. Setelah penjelasannya tentang gangguan yang tadi, apakah setelah ini masih akan ada gangguan lagi?