Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FiksiHorror) Tujuh

14 Mei 2011   12:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:42 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sst..Mar!" panggilku pelan pada Markuat yang kulihat sedang duduk bersandarkan nisan dan berkerodong kain sarung tidak jauh dari tempatku berdiri.

Kudengar dia hanya melenguh sedikit.

"Nen!" aku mencoba memanggil yang lainnya, "Par!"

Tidak ada jawaban kecuali hanya dengkuran Watim yang terdengar seolah memenuhi pekuburan yang hening itu. Dadaku berdebaran, sementara pandanganku tetap lekat kepada apa yang kulihat bergerak-gerak itu.

Aku bukanlah seorang pemberani, tapi entah kenapa saat itu aku merasa sangat ingin tahu dan tanpa pikir panjang lagi berjalan terbata-bata mencoba untuk mendekat. Sekira hanya beberapa puluh tombak dari makam Sagrip letaknya, tapi aku harus beberapa kali memutar menghindari nisan-nisan yang tinggi ataupun pohon kamboja, sehingga memperlambat jalanku.

Sampai di depan tembok pembatas makam keluarga Mbah Singa itu aku mulai mencari-cari, tapi apa yang kupikir sesuatu yang bergerak-gerak tadi itu telah lenyap. Jangkrik! Apakah mataku saja yang menipuku?

"Pak Amat!" panggilku pelan, berharap apa yang kulihat bergerak-gerak itu adalah sosok Mat Wiji.

Tidak ada jawaban. Kupanggil sekali lagi, sama saja. Aku surut ke belakang dan pelan-pelan berbalik untuk kembali ke tempatku karena teringat bahwa akulah satu-satunya yang masih terjaga, tentu saja selain Mat Wiji yang entah sedang nglanglang kemana, mengawasi dan berkeliling ke setiap sudut tanah pekuburan ini.

Sesuatu menghentikan langkahku. Entahlah, tiba-tiba saja seorang anak perempuan berkemben jarik muncul di hadapanku. Matanya mencorong seperti mengeluarkan lidah api di malam yang gelap itu saat menatapku, tapi anehnya aku tidak menjadi kaget atau takut.

"Eh?" itu saja seruan yang keluar dari mulutku.

Kulihat anak itu nyengir dan mengangkat tangannya, menyodorkan sesuatu kepadaku.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun