Ia terharu melihat ketiga darah dagingnya itu berangkat sekolah seraya menenteng dagangan. Namun sekaligus sedih karena ia telah membohongi mereka dengan skenario yang terpaksa ia buat.Â
Aisyah juga sedih memikirkan andai dagangan itu nantinya tidak laku. Pasti ketiga bocah lugu itu sedih, keceriaan mereka seketika sirna. Uang yang diharapkan untuk membayar kontrakan dan menyambung hidup pun tak diperoleh.Â
*****Â
Setibanya di sekolah, tanpa ragu Farah langsung mempromosikan dagangannya. Jam masuk masih lima belas menit lagi, tapi sebagian besar murid sudah datang.Â
"Ayo sini, aku jualan cilok enak, nih. Ayo pada beli dong!" Promosi Farah dengan suaranya yang lengking. Â
Tak lama, teman-temannya segera mengitari.Â
"Dijual berapa segini, Farah?" seorang anak laki-laki mengambil sebungkus cilok dari keranjang.Â
"Lima ribu."Â
"Yaah ... kok lebih mahal dari pada ciloknya Mang Ucup di depan sekolah?"Â
"Eh, jangan salah ... cilok bikinan bundaku ini lebih enak. Bumbunya lebih terasa. Coba deh kalau gak percaya."Â
Farah membuka satu bungkus, lalu membagikannya sebagai tester.Â