Aisyah memutar otak mencari cara supaya anak-anaknya mau berjualan tanpa merasa terpaksa, tidak merasa malu, bahkan kalau bisa menjalaninya dengan riang gembira. Â
***Â
Aisyah tengah berkumpul dengan keempat anaknya. Ada ide yang dia peroleh setelah tahajut tadi malam. Ia berharap, dengan melaksanakan ide ini, uang diperoleh, anak-anaknya pun tidak merasa terbebani, tetap bahagia, gembira, sebagaimana yang selalu diinginkan mendiang suaminya.Â
"Fatih, Farah, Firza, sini dengar Bunda. Bunda mau ngasih permainan seru untuk kalian."Â
Ketiga bocah itu serempak menoleh dan menghentikan aktivitas mereka. Sedangkan si bungsu masih tertidur lelap.Â
"Permainan apa, Bunda? Si nomor tiga, Firza, langsung penasaran.Â
Bocah kelas satu SD itu segera mendekat dan duduk di sebelah Aisyah. Sementara kedua kakaknya juga terlihat antusias mendengar akan ada permainan. Mereka menyusul mendekat.Â
"Begini, Bunda ada permainan keren untuk kalian. Selain permainan, ini juga semacam perlombaan yang seru." Dengan wajah berbinar Aisyah tatap mata ketiga bocah itu bergantian.Â
"Wah, asiiik ... permainan apa, Bunda?" Farah, si nomor dua yang juga kelas dua SD, ikut penasaran. Sedangkan si sulung Fatih, meski juga terlihat penasaran tapi tak berkata apa-apa. Ia memang cenderung pendiam, tak banyak cakap, persis almarhum ayahnya.Â
"Nama permainannya, wira usaha untuk menghasilkan uang," ujar Aisyah mantap.Â
Ketiga bocah saling pandang, lalu Farah langsung bertanya, mewakili kebingungan dua saudaranya mengenai nama permainan itu.Â