Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Auditor - PNS

PNS yang hobi olahraga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maafkan Bunda Terpaksa Membohongi Kalian, Nak

22 Oktober 2022   15:39 Diperbarui: 22 Oktober 2022   15:40 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pembagian warisan itu memang alot. Ada konflik antara saudara-saudara suaminya terkait porsi pembagiannya. 

Sejak semula suaminya sebenarnya enggan terlibat konflik itu. Ia lebih memilih mengalah saja ketimbang ribut dengan saudara sedarah. Hanya saja saudar-saudaranya yang lain yang saling ngotot. Berkali-kali mereka berunding, selalu berujung pertengkaran. 

Pertengkaran terakhir bahkan ia duga menjadi penyebab suaminya meninggal mendadak karena serangan jantung. Sang suami 'shock' karena perbedaan pendapat makin sulit dicarikan titik temunya. Semua merasa berhak dapat porsi lebih besar. Suaminya yang berusaha menengahi dengan mengingatkan agar pembagian dikembalikan ke hukum waris Islam saja, malah diserang. Sang suami pun akhirnya pasrah, bahkan ikhlas seandainya tak kebagian sama sekali, yang penting saudara-saudaranya kembali akur. 

Aisyah sebenarnya setuju dengan sikap suaminya yang tak mau ikut-ikutan berebut warisan begitu. Hanya karena saat ini terdesak kebutuhan saja makanya ia coba menanyakan hak suaminya atas harta peninggalan itu. Namun hasilnya nihil. 

Ia kecewa dengan sikap ipar-iparnya. Apa mereka tidak mau menyerahkan hak anak-anaknya atas warisan itu? Tidak pahamkah mereka ajaran agama? Memakan hak anak yatim adalah perbuatan zalim yang sangat dilaknat Allah. Tidak takutkah mereka akan azabnya? 

Aisyah makin bingung, apa lagi upaya yang bisa ia tempuh untuk bisa segera mendapatkan uang? Mencari kerja jelas tak bisa karena anak bungsunya tak mungkin ditinggal. 

Satu-satunya jalan memang hanya jualan. Tapi harus jualan langsung, bukan online. Karena jualan online sudah berkali-kali ia lakukan dan gagal. 

Bolak-balik berpikir, kembali hanya itu jalan keluar yang muncul di benaknya. 

Masalahnya, siapa yang akan berjualan? Soal apa yang akan dijual, tidak masalah. Aisyah yakin untuk berjualan makanan, karena mudah, bisa segera dilakukan. Ia pandai memasak berbagai jenis kue dan penganan tradisional yang cita rasanya sudah terbukti enak, setidaknya menurut anak-anaknya. 

Berjualan makanan juga tak perlu modal banyak tapi keuntungannya lumayan besar, bisa seratus persen. 

"Satu-satunya cara, meminta anak-anak yang berjualan," batinnya. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun