"Apa isinya?" tanya Udin. Ia segera membuka plastik hitam di pinggiran sungai itu. Lagi-lagi isinya sampah rumah tangga.
"Ini pasti sampah orang yang sama. Orang yang buang sampah kemarin, Fahmi," ujar Udin.
"Iya, sepertinya begitu."
"Dijadikannya tempat sampah pemukiman dan sungai kita, Fahmi!"
"Iya, Din!"
"Ini betul-betul tidak boleh dibiarkan. Sungai Deli bukan tong sampah!" ujar Udin kesal.
Udin dan Fahmi memang sangat marah. Â Bagaimana tidak marah? Warga dan anak-anak bantaran Sungai Deli sudah berusaha untuk menjaga kebersihan pemukiman dan Sungai Deli. Tapi ada pula orang luar yang justru membuang sampah di tempat itu. Sungguh, keterlaluan!
"Bisa letakkan dulu sampah ini di karung sampah rumah kamu, Fahmi?" tanya Udin pada Fahmi.Â
"Bisa, Din." Fahmi segera membawa plastik berisi sampah itu ke rumahnya. Tak lama kemudian, dia sudah kembali ke dekat Udin.
"Ayo, kita mandi. Jangan sampai terlambat pergi sekolah," ajak Udin yang segera berjalan ke arah sungai. Ia meletakkan handuk beserta sabun dan sikat giginya di sebuah batu besar dekat pinggiran sungai. Anak-anak bantaran Sungai Deli memang selalu meletakkan peralatan mandinya di batu besar itu. Lalu mereka akan mandi sepuasnya di sungai.Â
Selesai mandi, Udin bergegas ke rumahnya. Begitu pula Fahmi. Mereka harus siap-siap untuk berangkat ke sekolah.Â