Mohon tunggu...
Anggita Zahra_XMIPA5
Anggita Zahra_XMIPA5 Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Pelajar SMA jones yang mencari kebahagiaan lewat ruang imaginasi. Hidup tanpa halusinasi bagai malam tanpa bintang, dapat dijalani namun samasekali tidak berkesan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Apa dengan Museum G30SPKI?

16 Oktober 2023   13:43 Diperbarui: 16 Oktober 2023   14:04 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"A.. aku.. eh.. maksudnya sa..saya juga bingung" Jawabku terbata bata. Semoga saja apa yang kuucapkan bisa mereka pahami. Tiba-tiba saja ada seorang pemuda yang menghampiri kami. Ia melihat ke arahku dan melirik ke arah benda yang kugenggam saat ini. Iya, apalagi kalau bukan kunci berka-... tunggu.. tunggu sebentar mengapa kunci ini jadi terlihat seperti baru?

"Loh ini kunci rumah ku! kau maling ya!" Ucapnya tiba-tiba. "Ah? Apa? Tidak-tidak! Aku tidak tahu sejak kapan kunci ini ada di tanganku," jawabku sekonyong-konyongnya. 

"Yani, elu kagak boleh asal nuduh die! Die ini baru aje pingsan," bantah salah seorang wanita dengan dialek betawi. "Bisa jadi dia nemuin kunci rumah engkau," tambah yang lain. Ngomong-ngomong mengapa mereka begitu membelaku? "Mosok iyo lanang sebagus ini nyuri konci rumah," kata wanita yang lain. "Dasar kalian ini, sekalinya bertemu pemuda rupawan langsung disanjung-sanjung seperti dewa," balasnya. "Elu ini, minta maaf dulu sono!" Seru salah satu wanita itu.

"Ya sudah aku minta maaf, terima kasih sudah menemukan kunci rumah ku," tambahnya lagi. "Iya tidak apa," ucapku seraya memberikan kunci yang dikata-kata miliknya itu. Oh tidak... bagaimana ini? Aku tidak mungkin terjebak di masa lalu, bukan? Jika iya aku harus apa? Haruskah aku mencari keberadaan rumah nenekku. Tapi memangnya ia akan mengenaliku? Ya Tuhan, aku benar benar benci situasi seperti ini!

"Kau kelihatannya kebingungan. Ada apa?" Tanya si pemuda itu padaku. Aku tak mungkin bisa memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Bisa-bisa aku disebut orang aneh atau bahkan orang gila di zaman ini. "Dimana rumahmu? Apa kau mau berjalan pulang bersama ku?" Tanya nya. Aku hanya bisa terdiam. Rupanya ia orang yang cukup peduli. "Oh iya aku belum memperkenalkan diri ya! Perkenalkan namaku Ahmad Yani, biasa dipanggil Yani," katanya seraya menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku menghela nafas berat dan segera membalas jabat tangannya itu. "Namaku Andra, dan sepertinya saat ini aku tersesat..," jawabku berbohong.

"Apa? Tersesat. Ya ampun, sebaiknya kau datang ke rumah ku terlebih dahulu. Siapa tahu ayah atau paman ku bisa membantumu," ajaknya ramah. Padahal kita tidak saling mengenal namun ia malah berusaha membantuku. Aku jadi merasa tidak enak, namun mau bagaimanapun juga aku memang memerlukan bantuannya. "Ba..baiklah terimakasih," balasku. Kami akhirnya memutuskan untuk mulai berjalan meninggalkan para wanita itu. "Hati-hati yoh," seru salah seorang dari mereka.

"Jikalau boleh tahu, kita sedang berada dimana ya?" Tanyaku padanya. "Hahaha mana mungkin kau tidak tahu, ini kota Batavia. Sepertinya kau memang benar benar tersesat ya," jelasnya sembari tertawa cekikikan. Batavia.. bukankah itu nama ibu kota Jakarta di era sembilan belasan? Rupanya saat ini aku telah melintasi waktu. Ya tuhan rasanya ini seperti mimpi. Aku mencoba untuk mencubit tanganku sendiri, dan benar saja rasanya sakit. Astaga, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku melihat ke arah sekelilingku. Semuanya benar benar terasa tak biasa sejauh mata memandang. Ada beberapa orang belanda yang berlalu lalang, juga ada beberapa orang bertelanjang dada yang membawa karung besar di bahu mereka, kelihatannya mereka seperti tukang panggul. 

"Tunggu sebentar apa ini?" Tiba tiba saja ia berhenti dan memungut sebuah kertas yang ada di jalanan. "Dicari pribumi yang bersedia menjadi angkatan bersenjata..." gumamnya seraya membaca kertas itu dengan wajah serius. "Apakah aku boleh melihat kertas nya?" Tanyaku. "Oh iya ini," jawabnya seraya memberikan surat edaran itu padaku. "Apa arti dari surat edaran ini?" Tanyaku. "Sepertinya orang-orang Belanda sedang membutuhkan pasukan militer," jelasnya.

"Apakah kau mau bergabung?" Tanyaku basa basi. "Aku sendiri tidak yakin... karena saat ini aku tengah belajar di AMS, dan hanya tinggal satu tahun setengah lagi baru akan lulus," ujarnya dengan kecewa. "Tapi apakah kau tertarik dengan militer?" Tanyaku lagi. "Hehe jika soal itu.. aku rasa iya hehehe," balasnya cengengesan. Aku hanya bisa tersenyum.

"Ngomong-ngomong orang tuamu bekerja dimana?" Tanyaku. "Oh Ayahku bekerja di pabrik gula milik Belanda, memangnya kenapa?" Tanyanya balik. "A..aku sedang mencari pekerjaan sekarang ini, oh o..oleh.. karena nya aku tersesat," jawabku membual. "Ohh begitu ya," balasnya mengangguk angguk.

Setelah berjalan beberapa menit kami akhirnya sampai di sebuah rumah kecil. Yani membuka pintu rumah itu dengan kuncinya. "Ayo masuk!" Ujarnya padaku. Aku segera mengikutinya masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan yang tengah menyisir rambut anak perempuannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun