Aku mencoba membuka mataku yang terasa begitu berat. "Astaga dimana aku sekarang?" Gumamku, seketika itu juga aku tersadar rupanya saat ini aku telah kembali berada di ruangan museum. 'Jadi semuanya yang kulalui itu hanya mimpi?' Aku bertanya tanya.
Ku lihat ke arah sekelilingku rupanya lukisan Jenderal Nasution yang terpajang di dinding berubah menjadi lukisan seorang anak balita yang mirip dengan wajah anak yang pahanya tertembak di mimpiku sebelumnya. Aku tertegun, 'apa artinya semua itu bukanlah mimpi dan dengan ini aku telah mengubah lini waktu?' Pikirku. 'Oh iya dimanakah petugas museum itu'. Aku kebingungan dan tiba tiba saja aku melihat sebuah kertas yang sudah terlipat lipat tergeletak begitu saja di samping kananku. Lantas aku segera mengambilnya dan pada kertas itu tertulis 'terima kasih, kau telah berhasil'.Â
"Andra! Apa yang kau lakukan di sini?" Tiba tiba salah seorang temanku memanggilku. Iya siapa lagi jika bukan Kemal bersama dengan gerombolan teman teman lainnya. Aku segera menghampiri mereka. Astaga itu benar benar pengalaman yang sangat aneh yang pernah ku alami di museum. Rupanya secara mendadak aku telah menjadi seorang penjelajah waktu.
"Tahu kamu artinya apa seorang Menko? Seorang Wakil Ketua MPR Sementara kemari? Apa ini sumur? Untuk apa?" katanya kepada Mayjen Yasir Hadibroto. Namun gertakan Aidit kali ini tidak berpengaruh
"Saya mengerti pak, dan kalau bapak mau tahu sumur ini untuk apa? Ini buat bapak. Bapak tahu bukan kalau Pak Yani juga dimasukan sumur seperti ini?" kata Mayjen Yasir Hadibroto, kepada Aidit.
Sadar ajal semakin mendekat, Aidit kemudian meminta waktu untuk berpidato.
"Jangan tergesa-gesa, saya mau pidato dulu," kata Aidit.
Diakhir pidatonya, Aidit lalu berteriak "Hidup PKI!"
Seruan itu menjadi seruan Aidit yang terakhir, sebab sejurus kemudian, peluru langsung menyusup ke balik daging-dagingnya.
Daftar pustaka:
https://www.biografiku.com/biografi-jenderal-ahmad-yani.