Menurut Mukti Ali, tokoh-tokoh sufi ini lebih dikenal di kalangan masyarakat dibandingkan para ahli teologi (mutakallimun) atau para ahli hukum (fuqaha). Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan oleh para sufi, yang lebih menekankan pada pengalaman spiritual dan hubungan emosional dengan Tuhan, lebih menarik perhatian masyarakat Indonesia. Mereka tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga praktik yang dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
5. Praktik dan Pembauran Budaya
Sufi sering kali menggunakan metode pembauran budaya yang cerdas, mengadaptasi ajaran Islam dengan elemen-elemen budaya lokal. Mereka mengadakan upacara yang menggabungkan elemen spiritual dari Islam dengan praktik lokal, yang membuat Islam lebih akrab dan diterima oleh masyarakat.
Mukti Ali menegaskan bahwa penyebaran Islam di Indonesia berhasil berkat pendekatan para ahli mistik yang menjadikan Islam relevan dan menarik bagi masyarakat. Melalui tokoh-tokoh sufi yang terkenal, ajaran tasawuf menjadi jembatan yang menghubungkan spiritualitas lokal dengan ajaran Islam, sehingga memudahkan integrasi dan penerimaan Islam di tengah keragaman budaya Indonesia. Ini menunjukkan pentingnya konteks budaya dan spiritual dalam memahami proses penyebaran agama di suatu wilayah.
Kemajuan Majapahit sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara memiliki dampak signifikan terhadap interaksi antara orang-orang Jawa dan pelaut serta pedagang Islam yang berdagang di Malaka, yang saat itu merupakan pusat penyiaran Islam di kawasan tersebut. Berikut adalah penjelasan tentang hubungan ini:
1. Peran Malaka sebagai Pusat Penyiaran Islam
Malaka, yang terletak di jalur perdagangan strategis, menjadi titik pertemuan berbagai budaya dan agama, termasuk Islam. Para pedagang Islam dari Persia dan Gujarat menjadikan Malaka sebagai basis untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh Asia Tenggara, termasuk pulau-pulau di Indonesia, khususnya Jawa. Sebagai pusat perdagangan, Malaka juga menarik banyak pelaut dan pedagang dari berbagai daerah, termasuk Jawa.
2. Interaksi antara Pedagang Jawa dan Pedagang Islam
Seiring meningkatnya aktivitas perdagangan di Malaka, semakin banyak pelaut dan pedagang Jawa yang berinteraksi dengan pedagang Islam. Dalam proses ini, mereka tidak hanya bertukar barang dagangan, tetapi juga ide, termasuk ajaran agama. Pedagang Jawa yang melakukan perjalanan ke Malaka atau berhubungan dengan pelaut Islam akan terpapar pada ajaran Islam melalui interaksi sosial, ekonomi, dan budaya.
3. Proses Penyebaran Islam di Pelabuhan Jawa
Pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa, seperti Cirebon, Semarang, dan Surabaya, mulai berkembang menjadi pusat penyiaran Islam. Seiring bertambahnya jumlah pedagang Muslim yang berlayar ke pelabuhan-pelabuhan ini, mereka membawa ajaran Islam dan berusaha untuk mengislamkan para pedagang dan masyarakat setempat. Ini sering dilakukan melalui metode yang akomodatif, di mana ajaran Islam diintegrasikan dengan budaya lokal, menjadikannya lebih mudah diterima oleh masyarakat.