Upacara selamatan di masyarakat Jawa mencerminkan kompleksitas kepercayaan yang ada, dengan melibatkan berbagai roh, baik yang baik maupun jahat, serta tokoh-tokoh dari agama Islam. Praktik ini adalah contoh nyata dari bagaimana masyarakat dapat mengintegrasikan tradisi lama dengan ajaran baru, menjaga hubungan dengan leluhur dan roh, sambil tetap mempertahankan identitas keagamaan mereka. Sinkretisme ini memberikan gambaran yang kaya tentang bagaimana budaya dan kepercayaan saling berinteraksi dalam konteks masyarakat Jawa.
Upacara selamatan tingkepan di masyarakat Jawa adalah sebuah tradisi yang kaya dengan makna dan simbolisme, mencerminkan berbagai elemen kepercayaan, termasuk Dinamisme dan Animisme. Berikut adalah penjelasan mengenai elemen-elemen tersebut yang terkait dengan penyelenggaraan dan sajian dalam upacara selamatan:
1. Hari Penyelenggaraan
Selamatan tingkepan biasanya dilaksanakan pada hari Rabu atau Sabtu dan pada tanggal-tanggal ganjil. Keberadaan aturan ini menunjukkan pengaruh Dinamisme, yang meyakini bahwa ada hari-hari tertentu yang dianggap lebih baik atau memiliki kekuatan tertentu untuk melaksanakan upacara. Ketakutan akan kesalahan dalam memilih hari dapat menciptakan perasaan cemas dan menganggap hal tersebut dapat membawa malapetaka.
2. Sajian-Sajian dalam Upacara
a. Takir
Dalam selamatan, setiap tamu biasanya disediakan takir yang terdiri dari nasi putih di atas dan nasi kuning di bawah. Takir ini terbuat dari daun pisang yang direkatkan dengan jarum baja atau emas, dengan harapan agar anak yang akan lahir kelak menjadi kuat dan cerdas. Penggunaan warna nasi ini serta penyediaan takir adalah simbol dari harapan dan doa untuk anak yang dilahirkan.
b. Bubur
Tiga jenis bubur yang disajikan, yaitu bubur putih, merah, dan bubur campuran (bubur sengkala), berfungsi sebagai upaya untuk mencegah gangguan dari makhluk halus. Keyakinan bahwa bubur sengkala memiliki kekuatan magis mencerminkan elemen Dinamisme, di mana setiap sajian dianggap memiliki sifat dan energi tertentu yang dapat mempengaruhi keadaan.
3. Unsur Animisme
a. Ketakutan terhadap Roh Halus