b. Ketahanan Budaya
Kelompok Abangan menjaga tradisi lokal yang kaya, sementara kelompok Putihan berusaha mempertahankan kesucian ajaran Islam. Keduanya berkontribusi pada keragaman budaya dan religiositas dalam masyarakat Jawa.
Praktik upacara selamatan di kalangan kaum Islam Abangan dan Putihan menunjukkan bagaimana dua golongan ini menginterpretasikan dan menjalankan ajaran Islam dengan cara yang berbeda, mencerminkan kompleksitas hubungan antara tradisi lokal dan ajaran agama. Hal ini menciptakan dinamika yang kaya dalam kebudayaan Jawa, di mana kepercayaan dan praktik agama berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Unsur-Unsur Animisme-Dinamisme dalam Selamatan
Upacara selamatan dalam tradisi masyarakat Jawa merupakan sebuah praktik yang melibatkan berbagai aspek kepercayaan, baik yang berkaitan dengan agama Islam maupun unsur-unsur Animisme-Dinamisme. Berikut adalah penjelasan tentang elemen-elemen yang terlibat dalam upacara selamatan ini, terutama dalam konteks undangan kepada roh-roh leluhur dan tokoh-tokoh agama:
1. Peserta Upacara Selamatan
a. Roh-roh Leluhur
Dalam upacara selamatan, orang-orang yang sudah mati, yang disebut sebagai roh-roh leluhur, diundang untuk hadir. Roh-roh ini meliputi nenek moyang dan pendahulu yang dianggap berjasa dalam kehidupan masyarakat, seperti:
- Danyang Desa: Roh yang dianggap sebagai pendiri atau pelindung suatu desa.
- Pendiri Kerajaan: Orang-orang yang mendirikan kerajaan dan berkontribusi dalam kemakmuran.
- Wali Sanga: Tokoh-tokoh sufi yang dianggap berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa.
- Nabi Muhammad: Sebagai sosok sentral dalam agama Islam yang juga dihormati.
b. Roh Penghuni Tempat
Selain roh-roh leluhur, upacara ini juga mengundang roh-roh yang mendiami lingkungan sekitar, seperti roh penghuni rumah, jembatan, perempatan, sumur, dan kuburan. Ini mencerminkan kepercayaan bahwa roh-roh tersebut dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari, baik dengan cara positif maupun negatif.
2. Unsur Animisme