3. Komposisi Hidangan Lainnya
Hidangan utama dalam upacara ini biasanya terdiri dari nasi yang dicampur dengan kelapa parutan dan ayam isian. Nasi memiliki makna sebagai makanan pokok yang menyatukan semua peserta dalam perjamuan. Kelapa dan ayam juga membawa simbolisme yang berkaitan dengan keberkahan dan kemakmuran. Dengan menggabungkan semua elemen ini, masyarakat menciptakan hidangan yang tidak hanya lezat tetapi juga sarat makna.
Dalam keseluruhan praktik selamatan tingkepan, sajian yang dihidangkan tidak hanya mencerminkan kebutuhan fisik tetapi juga kebutuhan spiritual. Penggunaan dua pisang sebagai persembahan untuk Dewi Pertimah menunjukkan pengaruh tradisi Hindu-Budha yang terus hidup dalam masyarakat Jawa, di mana nilai-nilai keagamaan yang berbeda dapat bersatu dalam praktik yang sama. Ini menegaskan bahwa budaya Jawa adalah hasil dari interaksi kompleks antara berbagai kepercayaan dan tradisi, menciptakan harmoni dalam keanekaragaman spiritual.
Unsur Hindu-Budha yang terdapat dalam praktik keagamaan dan upacara selamatan di masyarakat Jawa mencerminkan pengaruh budaya yang mendalam dan kompleks. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa unsur tersebut:
1. Permohonan kepada Dewi dan Dewa
a. Dewi Nawangwulan
Dalam konteks upacara selamatan midodareni, Dewi Nawangwulan dimohon bantuannya untuk mempercantik gadis-gadis yang hendak menikah. Dewi ini sering diasosiasikan dengan keberuntungan dan keindahan, sehingga pengaruhnya menjadi signifikan dalam praktik budaya pernikahan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa masih mengaitkan keberhasilan dalam urusan duniawi dengan intervensi dewa atau dewi yang memiliki kekuatan khusus.
b. Dewi Sri
Dewi Sri merupakan dewi padi dalam tradisi Hindu yang dihormati oleh para petani. Permohonan kepada Dewi Sri menjelang panen mencerminkan hubungan yang erat antara pertanian dan spiritualitas. Ini menunjukkan betapa pentingnya keberkahan dalam pertanian bagi kehidupan masyarakat, serta pengakuan akan kekuatan supernatural yang dianggap dapat mempengaruhi hasil pertanian.
c. Dewa Kala (Bethara Kala)
Dewa Kala, yang diminta agar tidak membawa malapetaka pada manusia, menunjukkan kekhawatiran masyarakat terhadap ancaman dari kekuatan jahat atau bencana. Permohonan kepada Dewa Kala pada upacara ruwatan menjadi bentuk tindakan preventif untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.